Jumat, 05 Juli 2013

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Lima Perkara Termasuk Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Setelah Meninggal


Pertanyaan
 
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana caranya berbakti kepada kedua orang tua ? Dan apakah boleh ibadah umrah (mengumrahkan) untuk salah seorang mereka walaupun pernah melaksanakannya ?


Jawaban
 

Berbakti kepada kedua orang tua adalah berbuat baik kepada mereka dengan harta, wibawa (kedudukan) dan bantuan fisik. Ini hukumnya wajib. Sedangkan durhaka kepada kedua orang tua termasuk perbuatan yang berdosa besar, yaitu tidak memenuhi hak-hak mereka. Berbuat baik kepada mereka semasa hidup, sudah maklum, sebagaimana kami sebutkan tadi, yaitu dengan harta, wibawa (kedudukan) dan bantuan fisik. Adapun setelah meninggal, maka cara berbaktinya adalah dengan mendo’akan dan memohonkan ampunan bagi mereka, melaksanakan wasiat mereka, menghormati teman-teman mereka dan memelihara hubungan kekerabatan yang ada tidak akan punya hubungan kekerabatan dengan mereka tanpa keduanya. Itulah lima perkara yang merupakan bakti kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal dunia.

Bersedekah atas nama keduanya hukumnya boleh. Tapi tidak harus, misalnya dengan mengatakan kepada sang anak, “Bersedekahlah”. Namun yang lebih tepat, “Jika engkau bersedekah, maka itu boleh”. Jika tidak bersedekah, maka mendo’akan mereka adalah lebih utama, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Jika seorang manusia meninggal, terputuslah semua amalnya kecuali tiga, shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendo’akannya” [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Washiyah (1631)]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa do’a itu bersetatus memperbaharui amal. Ini merupakan dalil bahwa mendo’akan kedua orang tua setelah meninggal adalah lebih utama daripada ibadah umrah (mengumrahkan) mereka, membacakan Al-Qur’an untuk mereka dan shalat untuk mereka, karena tidak mungkin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggantikan yang utama dengan yang tidak utama, bahkan tentunya beliau pasti menjelaskan yang lebih utama dan menerangkan bolehnya yang tidak utama. Dalam hadits tadi beliau menjelaskan yang lebih utama.

Adapun tentang bolehnya yang tidak utama, disebutkan dalam hadits Sa’d bin Ubaidillah, yaitu saat ia meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersedekah atas nama ibunya, lalu beliau mengizinkan[1]. Juga seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal tiba-tiba, dan aku lihat, seandainya ia sampai berbicara, tentu ia akan bersedekah. Bolehkah aku besedekah atas namanya ?” Beliau menjawab, “Boleh”[2]

Yang jelas, saya sarankan kepada anda untuk banyak-banyak mendo’akan mereka sebagai pengganti pelaksanaan umrah, sedekah dan sebagainya, karena hal itulah yang ditujukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kendati demikian, kami tidak mengingkari bolehnya bersedekah, umrah, shalat atau membaca Al-Qur’an atas nama mereka atau salah satunya. Adapun bila mereka memang belum pernah melaksanakan umrah atau haji, ada yang mengatakan bahwa melaksanakan kewajiban atas nama keduanya adalah lebih utama daripada mendo’akan.

Silakan share semoga bermanfaat dan menginspirasi serta menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya.

Wallahu a’lam
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
 
[Kitab Ad-Da’wah (5), Syaikh Ibnu Utsaimin 2/148-149]
_________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Washaya (2760)
[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Janaiz (1388), Muslim dalam Al-Washiyah (1004)

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq]


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution