Jumat, 28 Agustus 2015

Balas Keburukan Dengan Kebaikan


Adakah Balasan Kebaikan Selain Kebaikan

Balaslah keburukan dengan kebaikan sebisa kita, atau paling tidak satu derajat di bawahnya, sabar dan memaafkan


هَلْ جَزَاء الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

“Adakah balasan kebaikan selain kebaikan?” (QS. Ar Rahaman: 60)

Ayat ini, meskipun kalimatnya berbentuk sebuah kalimat tanya, namun bermakna memastikan tentang satu hal, balasan yang setimpal. Sama dengan ketika kita menggunakan kalimat, “Bukankah saya sudah mengatakannya kepadamu?” yang berarti, “Saya pastikan saya sudah mengatakannya kepadamu.”

Makna ini pun diperkuat dengan ayat padanan lain yang berbunyi;

وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan keburukan adalah keburukan yang sama, barang siapa yang memaafkan dan berislah (memperbaiki) maka pahalanya kepada Allah.” (QS: Asy Syura: 40)

Maksudnya, keburukan yang menimpa seseorang pasti akan dibalaskan dan dia pun, jika mau memaafkan, akan mendapat pahala memaafkan tersebut dari Allah Subhanahu Wata’ala.

Dari kedua ayat di atas, kita menemukan sebuah kesimpulan bahwa keyakinan kita akan “al jaza’” (balasan) adalah sebuah anugerah dari sang Pencipta sebagai rahmat yang sangat menenangkan dan menentramkan.

Kenapa? karena “balas-membalas” dalam hal apapun bagi manusia adalah sebuah fitrah.
Secara syari’at, dalam islam ada tiga cara membalas keburukan orang lain kepada kita;

Pertama, membalas dengan tingkatan yang paling rendah, yaitu dengan keburukan yang setimpal, seperti dalam praktek Qishash.

Kedua, diam, sabar dan memaafkan, inilah yang disebutkan dalam ayat di atas dan terjanjikan syurga bagi yang mampu melakukannya.

Ketiga, membalas dengan kebaikan-kebaikan yang kita mampu dan inilah derajat paling tinggi dan paling dicintai Allah Subhanahu Wata’ala.

Sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wata’ala. dalam surat Fushilat ayat 34;

“Dan tidaklah sama antara kebaikan dan keburukan. Balaslah dengan yang lebih baik…” (QS. Fushilat: 34)

Macam ketiga ini pulalah yang seringkali kita dapatkan dari Allah Subhanahu Wata’ala atas dosa-dosa yang kita lakukan. Kebaikan-kebaikan dan nikmat yang tidak pernah terputus dariNya seiring dengan kemaksiatan-kemaksiatan kita yang tak putus pula. Derajat seperti ini juga lah yang dimiliki para nabi dan rasul ketika mereka mendapat perbuatan buruk dari kaum mereka sendiri yang membangkang. Derajat yang berat, susah, melarat serta penuh dengan ujian hati dan perasaan namun terjanjikan dengan syurga dan kemuliaan.

Memang, Islam adalah agama yang sangat jeli dalam hitung-menghitung. Matematika yang sangat akurat hingga tak sebiiji zarrah pun kebaikan akan disia-siakan, tak setitik nila pun keburukan terabaikan. Namun, itu semua hanya terjamin jika kita berhitungnya dengan cara dan ke maha-bijaksana-an Allah Subhanahu Wata’ala yang Maha segalanya.

Penulis ingat dengan sebuah tebak-tebakan ‘konyol’ saat bersenda gurau dengan kawan-kawan sejawat tentang seekor monyet yang menjaga pokok apel.

Pertanyaannya, bagaimana cara kita mendapatkan apel tanpa dikejar monyet? Kira-kira jawabannya adalah, “lempar monyet itu dengan batu, maka sang monyet akan melempar kita dengan apelnya.” Begitu kira-kira.

Memang konyol, hanya saja kita bisa melihat pelajaran penting di sana. Bukan, tentu bukan pelajaran menjadi monyet atau melempar monyetnya, tapi pelajaran tentang seni membalas, bahwa bagaimana pun orang lain berbuat buruk kepada kita, kita selalu punya pilihan; 

Pertama, menjadikan keburukan orang lain itu alasan untuk kita susah payah menyibukkan diri mencari ‘batu’ pembalasan yang justru sering kali lebih menyakitkan. 

Kedua; tenang, damai dan melemparkan ‘apel-apel’ kebaikan di sekitar kita kepadanya lalu mengembalikan semua urusan dia kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Ya, benar sekali! Balaslah keburukan dengan kebaikan sebisa kita, atau paling tidak satu derajat di bawahnya, sabar dan memaafkan.  Sebabnya apa? Sebabnya adalah karena balasan terbaik kebaikan dan keburukan hanyalah dari Allah Subhanahu Wata’ala.


Penulis Bina Qalam Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution