Kerja Itu Ibadah
ETOS KERJA
DALAM ISLAM
Dan katakanlah :
"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan" (QS At-Taubah, 9 : 105)
“Jika shalat
telah ditunaikan, maka menyebarlah kalian di muka bumi, carilah karunia Allah,
dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung” (Qs Al-Jumu’ah: 10).
Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah
menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa, dll). (HR.
Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)
Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan
terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah
untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza
wajalla. (HR. Ahmad)
Muqaddimah
Untuk
mengetahui motivasi kerja dalam Islam, kita perlu memahami terlebih
dahulu fungsi dan kedudukan bekerja. Mencari nafkah dalam Islam adalah sebuah
kewajiban. Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan kebutuhan manusia,
diantaranya kebutuhan fisik. Dan, salah satu cara memenuhi kebutuhan fisik itu
ialah dengan bekerja.
Motivasi kerja
dalam Islam itu adalah untuk mencari nafkah yang merupakan bagian dari ibadah.
Motivasi kerja dalam Islam bukanlah untuk mengejar hidup hedonis, bukan juga
untuk status, apa lagi untuk mengejar kekayaan dengan segala cara. Tapi untuk
beribadah. Bekerja untuk mencari nafkah adalah hal yang istimewa dalam
pandangan Islam.
Bekerja merupakan keniscayaan dalam hidup. Dalam suasana zaman yang semakin sulit, kaum beriman dituntut mampu survive dan bangkit membangun peradaban seperti sedia kala. Syarat untuk itu tidak cukup lagi ditempuh dengan kerja keras, tetapi harus kerja cerdas.
Tidak ada lain bagi kaum beriman kecuali harus mengkaji pandangan Islam tentang etos kerja. Meski makhluk hidup di bumi sudah mendapat jaminan rezeki dari Allah, namun kemalasan tidak punya tempat dalam Islam. Fatalisme atau paham nasib tidak dikenal dalam Islam. Firman Allah, "...maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (Qs Al-Ankabut: 17).
Menurut ayat itu, rezeki harus diusahakan. Dan seakan mengonfirmasi ayat di atas, firman Allah di ayat lain tegas menyatakan, cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja. “Jika shalat telah ditunaikan, maka menyebarlah kalian di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung” (Qs Al-Jumu’ah: 10).
Ayat lain bahkan menyatakan, dijadikannya siang terang agar manusia mencari rezeki dari Allah (Qs Al-Isra: 12), terlihatnya bahtera berlayar di lautan agar manusia mencari karunia Allah (Qs An-Nahl: 14), adanya malam dan siang agar manusia beristirahat pada waktu malam dan bekerja pada waktu siang (Qs Al-Qashash: 73).
Bekerja merupakan keniscayaan dalam hidup. Dalam suasana zaman yang semakin sulit, kaum beriman dituntut mampu survive dan bangkit membangun peradaban seperti sedia kala. Syarat untuk itu tidak cukup lagi ditempuh dengan kerja keras, tetapi harus kerja cerdas.
Tidak ada lain bagi kaum beriman kecuali harus mengkaji pandangan Islam tentang etos kerja. Meski makhluk hidup di bumi sudah mendapat jaminan rezeki dari Allah, namun kemalasan tidak punya tempat dalam Islam. Fatalisme atau paham nasib tidak dikenal dalam Islam. Firman Allah, "...maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (Qs Al-Ankabut: 17).
Menurut ayat itu, rezeki harus diusahakan. Dan seakan mengonfirmasi ayat di atas, firman Allah di ayat lain tegas menyatakan, cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja. “Jika shalat telah ditunaikan, maka menyebarlah kalian di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung” (Qs Al-Jumu’ah: 10).
Ayat lain bahkan menyatakan, dijadikannya siang terang agar manusia mencari rezeki dari Allah (Qs Al-Isra: 12), terlihatnya bahtera berlayar di lautan agar manusia mencari karunia Allah (Qs An-Nahl: 14), adanya malam dan siang agar manusia beristirahat pada waktu malam dan bekerja pada waktu siang (Qs Al-Qashash: 73).
Seruan Kerja
Firman Allah,
"...maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah
kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (Qs Al-Ankabut: 17).
Menurut ayat itu, rezeki harus diusahakan. Dan seakan mengonfirmasi ayat di atas, firman Allah di ayat lain tegas menyatakan, cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja. “Jika shalat telah ditunaikan, maka menyebarlah kalian di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung” (Qs Al-Jumu’ah: 10).
Ayat lain bahkan menyatakan, dijadikannya siang terang agar manusia mencari rezeki dari Allah (Qs Al-Isra: 12), terlihatnya bahtera berlayar di lautan agar manusia mencari karunia Allah (Qs An-Nahl: 14), adanya malam dan siang agar manusia beristirahat pada waktu malam dan bekerja pada waktu siang (Qs Al-Qashash: 73).
Menurut ayat itu, rezeki harus diusahakan. Dan seakan mengonfirmasi ayat di atas, firman Allah di ayat lain tegas menyatakan, cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja. “Jika shalat telah ditunaikan, maka menyebarlah kalian di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung” (Qs Al-Jumu’ah: 10).
Ayat lain bahkan menyatakan, dijadikannya siang terang agar manusia mencari rezeki dari Allah (Qs Al-Isra: 12), terlihatnya bahtera berlayar di lautan agar manusia mencari karunia Allah (Qs An-Nahl: 14), adanya malam dan siang agar manusia beristirahat pada waktu malam dan bekerja pada waktu siang (Qs Al-Qashash: 73).
Dari Zubair bin
Awwam, Rasulullah SAW bersabda : “ Jika salah seorang dari kalian pergi membawa
kapaknya, lalu datang membawa seikat kayu bakar di punggungnya, lalu ia
menjualnya hingga Allah menyelamatkannya dari kehinaan. Maka yang demikian itu
jauh lebih baik dari ia meminta-minta pada orang lain. (HR Bukhori)
Barangsiapa
pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada
siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah. (HR. Ahmad)
Etos Kerja Seorang Muslim
Jika tujuan
bekerja begitu agung. Untuk mendapatkan ridha Allah Subhaanahu wa ta’ala, maka
etos kerja seorang Muslim haruslah tinggi. Sebab motivasi kerja seorang Muslim
bukan hanya harta dan jabatan, tetapi pahala dari Allah. Tidak sepantasnya
seorang Muslim memiliki etos kerja yang lemah. Coba perhatikan diatas, ada
kata-kata “susah payah” dan “kelelahan” yang menandakan etos kerja yang tinggi,
suka bekerja keras, dan jauh dari sifat malas.
Jadi, tidak ada
kata malas atau tidak serius bagi seorang Muslim dalam bekerja. Motivasi kerja
dalam Islam bukan semata mencari uang semata, tetapi serupa dengan seorang
mujahid, diampuni dosanya oleh Allah SWT, dan tentu saja ini adalah sebuah
kewajiban seorang hamba kepada Allah SWT.
Profesional Dalam Bekerja dan Ahli
Dalam hadits
diatas juga disebutkan kata profesional dan ahli. Jika motivasi kerja Anda
sebagai ibadah, maka Anda akan melakukannya dengan sebaik mungkin. Anda akan
terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Anda dalam bekerja. Anda terus
belajar dan berlatih agar semakin hari menjadi semakin ahli dalam bekerja.
Kemauan Anda untuk belajar dan meningkatkan kemampuan bisa dijadikan ukuran
apakah motivasi kerja Anda untuk ibadah atau bukan.
Adil Dalam Bekerja
Salah satu
bentuk profesional itu adalah ‘adil, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Jika waktunya bekerja, Anda bekerja. Jika waktunya istirahat atau shalat, Anda
bisa shalat dan istirahat. Jika tidak, maka bisa termasuk melakukan hal yang
dzalim, tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. ‘Adil juga berarti, Anda
bekerja sesuatu tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang Anda miliki.
4 Etos Kerja Dalam Islam
Menurut riwayat Al-Baihaqi dalam ‘Syu’bul Iman’ ada empat prinsip etos kerja yang diajarkan Rasulullah. Keempat prinsip itu harus dimiliki kaum beriman jika ingin menghadap Allah dengan wajah berseri bak bulan purnama.
Menurut riwayat Al-Baihaqi dalam ‘Syu’bul Iman’ ada empat prinsip etos kerja yang diajarkan Rasulullah. Keempat prinsip itu harus dimiliki kaum beriman jika ingin menghadap Allah dengan wajah berseri bak bulan purnama.
Pertama, bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan). Halal dari segi
jenis pekerjaan sekaligus cara menjalankannya. Antitesa dari halal adalah
haram, yang dalam terminologi fiqih terbagi menjadi ‘haram lighairihi’ dan
‘haram lidzatihi’.
Kedua, bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Kaum beriman dilarang menjadi benalu bagi orang lain. Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Mencukupi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain. Tidak dapat diwakilkan, dan menunaikannya termasuk kategori jihad. Hadis Rasulullah yang cukup populer, “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah).
Keempat, bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Penting dicatat, Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari jerit tangis lingkungan sekitar. “Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Qs Al-Hadid: 7).
Inilah yang harus kita sadari bersama, menanamkan semangat kerja sejak dini dan meyakinkan bahwa pekerjaan pada hakikatnya adalah sebuah ibadah, yang bukan hanya berbuah pahala tetapi juga menggugurkan dosa-dosa. Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)
Setelah semangat dalam bekerja, tentu saja Islam juga mengingatkan kita agar menjaga sumber penghasilan kita hanya dari yang halal saja. Begitu banyak riwayat yang mengingatkan kita tentang bahayanya penghasilan yang haram.
Cukuplah kisah para istri salafus sholeh ini mengingatkan kita, dimana mereka senantiasa berpesan pada sang suami saat melepasnya bekerja : “ kami anak istrimu sanggup menahan lapar, tapi kami tak pernah sanggup menahan api neraka, karenanya carilah rezeki yang halal suamiku “. Selamat bekerja dan semoga berkah.
Kedua, bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Kaum beriman dilarang menjadi benalu bagi orang lain. Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Mencukupi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain. Tidak dapat diwakilkan, dan menunaikannya termasuk kategori jihad. Hadis Rasulullah yang cukup populer, “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah).
Keempat, bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Penting dicatat, Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari jerit tangis lingkungan sekitar. “Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Qs Al-Hadid: 7).
Inilah yang harus kita sadari bersama, menanamkan semangat kerja sejak dini dan meyakinkan bahwa pekerjaan pada hakikatnya adalah sebuah ibadah, yang bukan hanya berbuah pahala tetapi juga menggugurkan dosa-dosa. Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)
Setelah semangat dalam bekerja, tentu saja Islam juga mengingatkan kita agar menjaga sumber penghasilan kita hanya dari yang halal saja. Begitu banyak riwayat yang mengingatkan kita tentang bahayanya penghasilan yang haram.
Cukuplah kisah para istri salafus sholeh ini mengingatkan kita, dimana mereka senantiasa berpesan pada sang suami saat melepasnya bekerja : “ kami anak istrimu sanggup menahan lapar, tapi kami tak pernah sanggup menahan api neraka, karenanya carilah rezeki yang halal suamiku “. Selamat bekerja dan semoga berkah.
Wallahu a’lam bisshowab.
0 komentar:
Posting Komentar