Fitnah Dunia Yang Menggoda
Fitnah dunia sungguh menggoda. Setan pun tak henti-hentinya
menjerumuskan manusia agar sibuk dan larut dengan kehidupan dunia,
sehingga lupa dengan adanya kehidupan akhirat. Marilah sejenak kita
renungkan tentang hakikat kehidupan dunia agar kita tidak terjerumus
dalam tipu dayanya.
Fitnah dunia sungguh menggoda. Setan pun tak henti-hentinya
menjerumuskan manusia agar sibuk dan larut dengan kehidupan dunia,
sehingga lupa dengan adanya kehidupan akhirat. Marilah sejenak kita
renungkan tentang hakikat kehidupan dunia agar kita tidak terjerumus
dalam tipu dayanya.
Hakikat kehidupan dunia
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan tidaklah kehidupan dunia kecuali hanyalah permainan dan
senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Apakah kalian tidak mau berpikir ? “ (QS. Al-An’am: 32).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
menjelaskan tentang hakikat kehidupan dunia dan akhirat. Hakikat
kehidupan dunia adalah sekadar permainan dan senda gurau, permainan
dengan anggota badan dan senda gurau dalam masalah hati . Hati akan
menjadi bingung dan bimbang karena dunia. Jiwa pun akan berusaha
memiliki sesuatu yang dicintai serta memiliki keinginan yang kuat di
dalamnya. Akhirnya akan menyebabkan seorang hamba sibuk dengan dunia
seperti anak-anak yang asyik dengan mainannya.
Adapun hakikat kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia.
Bagi orang-orang yang bertakwa kehidupan akhirat lebih baik kondisinya
maupun sifatnya, serta lebih kekal dan abadi. Di dalamnya terdapat
segala sesuatu yang diinginkan oleh jiwa, menyenangkan dipandang mata,
berupa kenikmatan yang bisa dirasakan oleh hati dan juga ruh. Di
dalamnya banyak kesenangan dan sukacita. Itu semua tidak bisa dirasakan
oleh setiap orang, namun hanya khusus untuk orang-orang bertakwa yang
melakukan perintah-perintah Allah dan meninggalkan serta menjauhi
larangan-Nya. Dengan kondisi demikan, tidakkah manusia mau berpikir?
Tidakkah manusia mau menggunakan akalnya ? Hendaknya mereka menyadari
manakah di antara kehidupan dunia dan akhirat yang lebih pantas untuk
didahulukan. (Lihat Taisiirul Kariimir Rahman).
Wahai, saudaraku, ketahuilah bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang menipu. Kehidupan di dunia mempunyai dua sifat :
- Kehidupan dunia sangat dekat dan pendek waktunya. Kehidupan di dunia
ini singkat, dan kehidupan di dunia berlangsung sebelum kehidupan
akhirat yang abadi.
- Dunia itu rendah dan hina kedudukannya. Kehidupan dunia adalah hina, tidak ada kebaikan yang hakiki di dalamnya.
Kenikmatan yang dirasakan di dunia hanyalah kenikmatan badan, bukan kenikmatan hati. Oleh karena itu ahlud dunya akan terhalang dari merasakan kenikmatan hati. Allah Ta’ala berfirman ;
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Barangsiapa yang mengerjakan amal salih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik” (An-Nahl : 97).
Dalam ayat ini Allah tegaskan bahwa kehidupan yang baik hanya akan
didapatkan oleh orang yang bisa mengumpulkan dua sifat, yaitu beriman
dan beramal shalih (Lihat Tafsir Surat Al An’am li Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin).
Jangan jadi budak dunia!
Di antara fitnah dunia yang banyak menjerumuskan manusia adalah
harta. Betapa banyak manusia rela menghabiskan waktunya hanya untuk
berburu harta. Bahkan tidak lagi peduli halal dan haram dalam
mendapatkannya. Padahal Nabi kita telah mengingatkan agar kita tidak
menjadi “budak harta”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ،
تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ إِنْ أُعْطِيَ
رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba
khamisah dan khamilah (sejenis pakaian yang terbuat dari wool/sutera).
Jjika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah” (HR. Bukhari).
Dalam hadits ini, Nabi mendoakan celaka bagi hamba dinar dan yang
lainnya. Seseorang disebut “hamba dinar” dan “hamba dirham” karena dia
melakukan berbagai amal perbuatannya hanya semata-mata mencari harta
benda. Seandainya tidak ada harta yang bisa diraih, maka dia tidak akan
beramal. Harta bendalah yang menjadikan motivasinya untuk beramal. Oleh
karena itulah digelari sebagai “hamba dinar”. Penyebutan dengan “hamba”
menunjukkan bahwa hal ini termasuk perbuatan syirik, karena orang
tersebut sedang menghambakan dirinya kepada selain Allah. (Lihat At Tamhid li Syarh Kitabi At Tauhid).
Dalam hadits di atas terdapat peringatan terhadap penghambaan kepada
selain Allah, khususnya terhadap hal-hal yang fana seperti harta dan
juga pakaian. Penghambaan kepada Allah akan membuahkan sikap ridho dan
qona’ah. Adapun penghambaan kepada selain Allah akan menumbuhkan sikap
pelit, bakhil, egois, dan tamak. Termasuk perbuatan tercela yaitu
mengumpulkan dan memiliki segala sesuatu yang melebihi batas kebutuhan
seorang hamba sehingga menyibukkan dari beribadah kepada Allah dan tidak
digunakan dalam rangka ketaatan kepada-Nya. (Lihat Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhus Salihin).
Belajar hidup zuhud
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang
apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula
manusia”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ
“Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan hadits ini hasan).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “ Zuhud
adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat di akhirat, adapun
sikap wara’ adalah meninggalkan perkara yang dkhawatirkan menimbulkan
kemudharatan di akherat”.
Imam Ahmad membagi zuhud menjadi tiga macam :
- Meninggalkan perkara haram. Inilah zuhudnya kebanyakan orang.
- Meninggalkan berlebih-lebihan dalam perkara halal. Inilah zuhudnya orang-orang khusus.
- Meninggalkan hal-hal yang menyibukkan dari beribadah kepada Allah. Inilah zuhudnya orang-orang yang berlimu. (Dinukil dari Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhus Salihin)
Adapun yang dimaksud zuhud dengan yang dimiliki manusia adalah tidak
memperhatikan apa yang dimiliki oleh orang lain. Dalam hadits di atas
Nabi memotivasi agar bersikap zuhud dengan apa yang dimilik oleh orang
lain, karena hal ini merupakan sebab kecintaan manusia kepada kita.
(Lihat Syarh Arbain An Nawawi li Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin).
Semoga paparan ringkas ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang
hakikat kehidupan dunia, sehingga kita terhindar dari fitnahnya.
Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad.
0 komentar:
Posting Komentar