Cerita Nabi Muhammad SAW
1. Cerita Tentang Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
Mari kita baca dan renungkan bersama, semoga banyak hikmah yang bisa kita petik, sehingga kita bisa meneladani beliau.
Kalau pakaian beliau terkoyak atau robek, Rasulullah shollallahu 'alaihi
wasallam menambal dan menjahitnyanya sendiri tanpa perlu menyuruh
isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga
maupun untuk dijual.
Setiap kali beliau pulang ke rumah, bila dilihat tidak ada makanan yang
sudah masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsing lengan
bajunya untuk membantu istrinya di dapur.
Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu 'anhaa menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah tangga.
Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai sholat.
Pernah Rasulullah pulang pada waktu pagi. Tentulah beliau amat lapar
waktu itu. Tetapi dilihatnya tidak ada apa pun yang ada untuk di buat
sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayyidatina ‘Aisyah
rodliyallahu 'anhaa belum ke pasar. Maka beliau shollallahu 'alaihi
wasallam bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah
panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang
kemerah-merahan)
Aisyah rodliyallahu 'anhaa menjawab dengan merasa agak serba salah, “Belum ada apa-apa Yaa Rasulallah.”
Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu saya puasa saja hari ini.” tanpa sedikitpun tergambar rasa kesal di wajahnya.
Pernah Rasulullah bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.”
Subhaanallaah....Prihatin, sabar dan tawadhuknya Rasulullah sebagai kepala keluarga.
Pada suatu ketika Rasulullah menjadi imam sholat. Dilihat oleh para
sahabat, pergerakan beliau antara satu rukun ke satu rukun yang lain
amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi kemerutuk seolah-olah
sendi-sendi pada tubuh beliau yang mulia itu bergeser antara satu sama
lain. Sahabat Umar yang tidak tahan melihat keadaan beliau itu langsung
bertanya setelah selesai sholat :
“Yaa Rasulallah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, apakah anda sakit yaa Rasulallah?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, saya sehat dan segar” jawab beliau.
“Yaa Rasulallah… mengapa setiap kali baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh baginda?
Kami yakin anda sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.
Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut.
Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi
batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang
menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.
“Yaa Rasulallah! Adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat baginda?”
Lalu beliau menjawab dengan lembut dan senyum, ”Tidak para sahabatku.
saya tahu, apa pun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah
yang akan saya jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila saya sebagai
pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai
hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia
ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”
Subhanallaah...betapa cintanya beliau kepada umatnya.....sedang cinta
kita kepada beliau??? apakah kita sering ingat pada beliau? apakah
kita sering membaca sholawat untuk beliau??? apakah akhlak Rasulullah
yang begitu lembut, santun, pemaaf, ikhlas dan tawadlu' serta selalu
menyentuh hati telah kita teladani?
Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar saat kain surbannya diambil dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya.
Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi
si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.
Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH TA'ALA dan rasa kehambaan dalam
diri Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam yang tinggi menjadikan
beliau seorang yang tawadlu' yang tidak ingin dimuliakan.
Anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih
dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam kesendirian.
Ketika pintu Surga telah terbuka, seluas-luasnya untuk baginda, baginda
masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah,
hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.
Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi.
Bila ditanya oleh Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu 'anhaa, “Yaa
Rasulallah, bukankah anda telah dijamin Surga? Mengapa anda masih
bersusah payah begini?”
Jawab baginda dengan lunak, “Yaa ‘Aisyah, bukankah saya ini hanyalah
seorang hamba? Sesungguhnya saya ingin menjadi hamba-Nya yang
bersyukur.”
Rasulullah benar-benar sosok hamba yang sangat bersyukur kepada-Nya,
beliau mensyukuri semua anugerah yang beliau terima dengan ibadah yang
sungguh-sungguh....Subhaanallaah.....
Renungan untuk kita, bagaimana ibadah kita, sudahkah sungguh-sungguh
sebagaimana Rasulullah??? atau masih jauh dari rasa sungguh-sungguh???
ataukah masih merasa berat atau merasa terbebani dengan ibadah-ibadah
yang Allah wajibkan pada kita??? jawabannya ada di hati kita
masing-masing....bila kita mau berfikir memang nikmat Allah pada kita
banyak sehingga tidak mungkin kita menghitungnya, tapi sayang banyak
manusia yang tidak mau memikirkan dan merenungkan nikmat-nikmat Allah
yang telah diberikan-Nya, terutama nikmat IMAN dan ISLAM.
Allah telah berfirman dalam QS. Al-Qolam ayat 4 yang terjemahnya "Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak (berbudi pekerti)
yang agung"
Demikian sedikit apa yang ana bisa sampaikan tentang agungnya dan
mulianya Rasulullah, tidak lupa ana sampaikan terima kasih kepada siapa
yang menyempatkan waktu membaca artikel sederhana ini.
2. Bismillahirrahmaanirrahiim
3. Kisah Rasulullah dan Seorang Badui
Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk, peperangan
dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum muslimin.
Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada
yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah
berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat
tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah
kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?"
Si tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah
batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya
saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan
saya kasar."
Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia
tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari
nafkah yang halal, Rasulpun menggenggam tangan itu, dan menciumnya
seraya bersabda,"Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada", 'inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya'.
Rasulullahl tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan
para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya
putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh
Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah
justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena
membelah batu dan karena kerja keras.
Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu
di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian
berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu
dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah
baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk
menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau
ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia,
maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya
sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)
Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari
bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih
jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah amat prihatin
terhadap para pemalas.
”Maka apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kam di muka bum;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah 10)
”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS Nuh19-20)
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan,
selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud,
selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus
dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang
dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah
dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka
sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
3. Kisah Rasulullah dan Seorang Badui
PADA suatu masa, ketika Nabi Muhammad SAW sedang tawaf di Kaabah,
baginda mendengar seseorang di hadapannya bertawaf sambil berzikir: “Ya
Karim! Ya Karim!”
Rasulullah SAW meniru zikirnya “Ya Karim! Ya Karim!”
Orang itu berhenti di satu sudut Kaabah dan menyebutnya lagi “Ya Karim!
Ya Karim!” Rasulullah yang berada di belakangnya menyebutnya lagi “Ya
Karim! Ya Karim!”
Orang itu berasa dirinya di perolok-olokkan, lalu menoleh ke belakang
dan dilihatnya seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah yang belum
pernah di lihatnya.
Orang itu berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja
mengejek-ngejekku, karena aku ini orang badui? Kalaulah bukan karena
ketampanan dan kegagahanmu akan kulaporkan kepada kekasihku, Muhammad
Rasulullah.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum lalu
berkata: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”
“Belum,” jawab orang itu.
“Jadi bagaimana kamu beriman kepadanya?” tanya Rasulullah SAW.
“Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum
pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya walaupun saya belum
pernah bertemu dengannya,” jawab orang Arab badwi itu.
Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab, ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”
Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada
dirinya lalu berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?” “Ya,” jawab Nabi SAW.
Dengan segera orang itu tunduk dan mencium kedua-dua kaki Rasulullah SAW.
Melihat hal itu Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab badwi itu seraya
berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan
seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang hamba sahaya kepada tuannya.
Ketahuilah, Allah mengutus aku bukan untuk menjadi seorang yang
takabur, yang minta dihormati atau diagungkan, tetapi demi membawa
berita gembira bagi orang yang beriman dan membawa berita menakutkan
bagi yang mengingkarinya.”
Ketika itulah turun Malaikat Jibril untuk membawa berita dari langit,
dia berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu
dan berfirman: “Katakan kepada orang Arab itu, agar tidak terpesona
dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di
Hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil
mahupun yang besar.”
Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Orang Arab itu
pula berkata, “Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan
membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat
perhitungan denganNya.”
Orang Arab badwi berkata lagi, “Jika Tuhan akan memperhitungkan
dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran
magfirahNya. Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan
memperhitungkan betapa luasnya pengampunanNya. Jika Dia memperhitungkan
kebakhilan hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa
dermawanNya.”
Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah SAW pun menangis
mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badwi itu sehingga air
mata meleleh membasahi janggutnya.
Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata, “Ya Muhammad,
Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: “Berhentilah
engkau daripada menangis, sesungguhnya karena tangisanmu, penjaga Arasy
lupa bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga ia bergoncang. Sekarang
katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya,
juga tidak akan menghitung kemaksiatannya. Allah sudah mengampunkan
semua kesalahannya dan akan menjadi temanmu di syurga nanti.”
Betapa sukanya orang Arab badwi itu, apabila mendengar berita itu dan menangis karena tidak berdaya menahan rasa terharu.
0 komentar:
Posting Komentar