Bolehkah Suami Memakan Gaji Istri?
Sahabat Ummi, idealnya suami dan istri saling bahu-membahu memenuhi
kebutuhan rumah tangga, suami yang menafkahi, istri yang mengatur
keuangan. Namun apabila istri juga bekerja, bagaimanakah hukum
penghasilan istri?
Apakah suami memiliki hak mengambil gaji istri? Apakah istri
berkewajiban memberi sebagian dari penghasilannya untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga? Berikut ini sedikit pembahasannya.
Berdasarkan fatwa ulama, telah disepakati uang atau harta isteri
adalah milik pribadinya, sehingga perlakuannya sama seperti halnya
kepunyaan orang lain, tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan keridhaan
dan kerelaannya.
Bila ia telah memberikan keridhaan bagi suaminya pada sebagian yang
ia miliki atau semuanya, maka boleh saja dan menjadi halal bagi
suaminya. Artinya, suami tidak boleh beranggapan hasil jerih-payah
isteri bisa dipakai sesuka hatinya. Jika tidak, ia telah memakan harta
orang lain dengan cara yang tidak sah.
Dalam Fatwa Islam ditegaskan, ”Khusus masalah gaji istri yang
bekerja, semuanya menjadi haknya. Suami tidak boleh mengambil harta itu
sedikitpun, kecuali dengan kerelaan hati istrinya.” (Fatwa Islam, no.
126316)
Dengan demikian, wanita berhak mengeluarkan hartanya untuk
kepentingannya atau untuk sedekah, tanpa harus meminta izin kepada
suaminya. Di antara dalilnya adalah hadis dari Jabir bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berceramah di hadapan jamaah wanita;
“Wahai para wanita, perbanyaklah sedekah, karena saya melihat kalian
merupakan mayoritas penghuni neraka.” Kemudian, para wanita itu pun
berlomba-lomba menyedekahkan perhiasan mereka, dan mereka melemparkannya
di pakaian Bilal. (H.R. Muslim)
Jika Kekayaan Istri Lebih Banyak dari Suami
Sahabat Ummi, betapa indahnya apabila seorang isteri bisa melakukan
sebagaimana yang diperbuat Zainab, isteri Ibnu Mas'ud, dan bertindak
seperti petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepadanya. Al
Bukhari meriwayatkan hadits Abu Sa'id Radhiyallahu 'anhu dalam
Shahihnya, ia berkata:
"Dari Abu Sa'id al Khudri Radhiyallahu anhu: Zainab, isteri Ibnu Mas'ud datang meminta izin untuk bertemu. Ada yang memberitahu: "Wahai Rasulullah, ini adalah Zainab."
"Dari Abu Sa'id al Khudri Radhiyallahu anhu: Zainab, isteri Ibnu Mas'ud datang meminta izin untuk bertemu. Ada yang memberitahu: "Wahai Rasulullah, ini adalah Zainab."
Beliau bertanya,"Zainab yang mana?"
Maka ada yang menjawab: "(Zainab) isteri Ibnu Mas'ud,"
Beliau menjawab,"Baiklah. Izinkanlah dirinya,"
Maka ia (Zainab) berkata: "Wahai, Nabi Allah. Hari ini engkau
memerintahkan untuk bersedekah. Sedangkan aku mempunyai perhiasan dan
ingin bersedekah. Namun Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa dirinya dan anaknya
lebih berhak menerima sedekahku."
Nabi bersabda,"Ibnu Mas'ud berkata benar. Suami dan anakmu lebih
berhak menerima sedekahmu." Dalam lafazh lain, Nabi Shallallahu 'alaihi
wa salllam menambahkan: "Benar, ia mendapatkan dua pahala, pahala
menjalin tali kekerabatan dan pahala sedekah."
Syaikh Abdul Qadir bin Syaibah al Hamd mengatakan, pelajaran dari hadits di atas :
Syaikh Abdul Qadir bin Syaibah al Hamd mengatakan, pelajaran dari hadits di atas :
1. Diperbolehkan bagi wanita bersedekah untuk suaminya yang miskin.
2. Suami adalah orang yang paling utama untuk menerima sedekah dari isterinya dibandingkan dengan orang lain.
3. Isteri diperbolehkan bersedekah untuk anak-anaknya dan kaum kerabatnya yang tidak menjadi tanggungannya.
4. Sedekah isteri tersebut termasuk bentuk sedekah yang paling utama.
Demikianlah, semoga para suami bisa adil memperlakukan penghasilan istri, yakni dengan tidak mengambil harta istri kecuali dengan keridhoan, dan istri bisa bersikap bijak jika memiliki harta/ penghasilan lebih dari suami.
Dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar