Dilema
remaja, antara pacaran vs ta’aruf
Banyak
remaja sekarang yang terjebak dengan tipu muslihat syaitan dengan cara
berpacaran. Padahal sudah jelas hal tersebut dilarang dalam agama, sebab akibat
yang ditimbulkannya pun bukan hanya berdampak buruk pada sang pelaku, namun
juga buruk bagi masyarakat, agama dan lainnya.
Berbeda dengan kaidah yang telah diajarkan dalam agama, jika seorang pemuda telah merasa cocok dan ingin menjalin hubungan yang lebih serius lagi, maka islam telah memberikan jalan dengan cara ta’aruf. Ingat… ta’aruf bukan pacaran.
Kenapa
harus memilih untuk ta’aruf dibandingkan dengan berpacaran?
Pertama
, ta’aruf itu sebenarnya hanya untuk penjajagan sebelum menikah . Jadi kalau
salah satu atau keduanya nggak merasa sreg bisa menyudahi ta’arufnya. Ini lebih
baik daripada orang yang pacaran lalu putus. Biasanya orang yang pacaran
hatinya sudah bertaut sehingga kalau tidak cocok sulit putus dan terasa
menyakitkan. Tapi ta’aruf, yang Insya Allah niatnya untuk menikah Lillahi
Ta’ala, kalau tidak cocok bertawakal saja, mungkin memang bukan jodoh. Tidak
ada pihak yang dirugikan maupun merugikan.
Kedua
, ta’aruf itu lebih fair. Masa penjajakan diisi dengan saling tukar informasi
mengenai diri masing-masing baik kebaikan maupun keburukannya . Bahkan kalau
kita tidurnya sering ngorok, misalnya, sebaiknya diberitahukan kepada calon
kita agar tidak menimbukan kekecewaan di kemudian hari. Begitu pula dengan
kekurangan-kekurangan lainnya, seperti mengidap penyakit tertentu, enggak bisa
masak, atau yang lainnya. Informasi bukan cuma dari si calon langsung, tapi
juga dari orang-orang yang mengenalnya (sahabat, guru ngaji, orang tua si
calon). Jadi si calon enggak bisa ngaku-ngaku dirinya baik. Ini berbeda dengan
orang pacaran yang biasanya semu dan penuh kepura-puraan. Yang perempuan akan
dandan habis-habisan dan malu-malu (sampai makan pun jadi sedikit gara-gara
takut dibilang rakus). Yang laki-laki biarpun lagi bokek tetap berlagak kaya
traktir ini itu (padahal dapet duit dari minjem temen atau hasil ngerengek ke
ortu tuh) he he he.
Ketiga
, dengan ta’aruf kita bisa berusaha mengenal calon dan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya . Hal ini bisa terjadi
karena kedua belah pihak telah siap menikah dan siap membuka diri baik
kelebihan maupun kekurangan. Ini kan penghematan waktu yang besar. Coba
bandingkan dengan orang pacaran yang sudah lama pacarannya sering tetap merasa
belum bisa mengenal pasangannya. Bukankah sia-sia belaka?
Keempat
, melalui ta’aruf kita boleh mengajukan kriteria calon yang kita inginkan .
Kalau ada hal-hal yang cocok Alhamdulillah tapi kalau ada yang kurang sreg bisa
dipertimbangan dengan memakai hati dan pikiran yang sehat. Keputusan akhir pun
tetap berdasarkan dialog dengan Allah melalui sholat istikharah. Berbeda dengan
orang yang mabuk cinta dan pacaran. Kadang hal buruk pada pacarnya, misalnya
pacarnya suka memukul, suka mabuk, tapi tetap bisa menerima padahal hati
kecilnya tidak menyukainya. Tapi karena cinta (atau sebenarnya nafsu) terpaksa
menerimanya.
Kelima
, kalau memang ada kecocokan, biasanya jangka waktu ta’aruf ke khitbah
(lamaran) dan ke akad nikah tidak terlalu lama . Ini bisa menghindarkan kita
dari berbagai macam zina termasuk zina hati. Selain itu tidak ada perasaan
”digantung” pada pihak perempuan. Karena semuanya sudah jelas tujuannya adalah
untuk memenuhi sunah Rasulullah yaitu menikah.
Keenam
, dalam ta’aruf tetap dijaga adab berhubungan antara laki-laki dan perempuan .
Biasanya ada pihak ketiga yang memperkenalkan. Jadi kemungkinan berkhalwat
(berdua-duaan) kecil yang artinya kita terhindar dari zina.
Nah
ternyata ta’aruf banyak kelebihannya dibanding pacaran dan Insya Allah diridhoi
Allah. Jadi, …kita mau mencari kebahagian dunia akhirat dan menggapai ridhoNya
atau mencari kesulitan, mencoba-coba melanggar dan mendapat murkaNya.
0 komentar:
Posting Komentar