Hikmah Sakit
Bukit Uhud menjadi saksi sejarah yang
akan menceritakan bukti kepahitan dan kepedihan yang diderita kaum
muslimin. Kekalahan menghadapi kaum kafir yang paling telak. Perih
memang. Tapi itulah kenyataan yang harus diterima. Puluhan sahabat
gugur sebagai syuhada. Puluhan lainnya terluka parah. Bahkan Rasulullah
SAW sendiri mengalami banyak luka yang sangat memilukan.
Hanya untuk
sekedar shalat berjamaahpun Rasulullah dan kaum muslimin harus duduk,
karena bagitu banyaknya luka yang menggores di tubuh mereka. Peristiwa
itu tidak hanya meninggalkan duka lara bagi kaum muslimin, yang setiap
saat mesti ditangisi dan disesali. Ada hikmah besar yang terhampar luas
yang bisa dipetik oleh kaum muslimin dari peristiwa itu. Karena
bagaimanapun, pengalaman hidup adalah guru yang paling bijak dalam
mengajarkan sesuau kepada kita. Sebenarnya kaum muslimin pada awalnya tidak berada pada posisi kalah, karena Rasulullah SAW telah membentuk benteng pertahanan dari pasukan pemanah yang akan selalu melindungi barisan kaum muslimin. Ketaatan mereka terhadap perintah Rasulullah SAW memudar saat barisan pemanah itu melihat kaum Muslimin yang lain sibuk memperebutkan harta rampasan perang.
Mereka meninggalkan
bukit pertahanan mereka untuk ikut ambil bagian dalam harta rampasan
perang tersebut. Kesempatan ini adalah momentum yang ditunggu-tunggu
oleh kaum musyrikin. Mereka mengambil alih posisi pasukan pemanah dan
melakukan serangan balasan bagaikan gelombang laut yang tak mampu
dihalangai oleh kaum Muslimin.
Begitulah sejarah mencatat alur peristiwa besar itu. Peristiwa Uhud setidaknya mengajarkan Kaum muslimin tentang konsekuensi yang harus diterima oleh seseorang ketika ia mencoba untuk melanggar perintah Rasulullah saw. Karena bagaimanapun muara kesalahan dari perisiwa itu adalah sikap merasa tidak berbahaya dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan meninggalkan posisi pasukan pemanah.
Ternyata sakit tidak selalu meninggalkan kesan kesedihan dan penderitaan bagi seseorang, tapi justru ia menjadi momentum lonjakan kebaikan dalam menyemai dan mengumpulkan butir-butir kebaikan. Dan yang terpenting dan sangat berharga adalah bahwa sakit adalah momentum untuk muhasabah terhadap nikmat kesehatan yang selama ini dinikmati. Disini sakit berungsi sebagai pengontrol terhadap nikmat kesehatan dan kesenangan yang telah dihabiskan.
Sakit merupakan momentum pengumpulan semangat baru terhadap perjuangan yang sedang dilakukan. Di sisi lain sakit merupakan momentum untuk pencapaian sebuah cita-cita, bahkan sakit adalah jejak-jejak untuk mengukir kegemilangan. Jendral Sudirman telah mengajarkan tentang hal itu, cukup lama beliau berteman dengan sakit bahkan untuk sekedar berjalanpun sulit, tapi ternyata sakit tidak membuat beliau patah semangat dalam mengisi bait-bait kemerdekaan, tandu ternyata bukan suatu penghalang bagi beliau untuk menghentikan perjuangan.
Kita hanya berbicara tentang nilai positif dari rasa sakit yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Karena sakit sesungguhnya bukan sesuatu pemberian Allah SWT yang buruk, karena Allah SWT tidak pernah memberikan yang buruk kepada hambaNya, sakit yang menurut kita buruk, belum tentu buruk juga dalam pandangan Allah SWT.
Ini adalah janji Allah SWT, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui" (QS Al Baqarah 216). Begitulah Allah SWT mengajarkan kepada kita tentang pentingnya bersikap positif terhadap sesuatu.
Sakit adalah bagian dari kasih sayang Allah SWT yang sangat besar bagi hambaNya. Justru karena sakitlah Umar Bin Khattab semakin merasa bersyukur kepada Allah SWT, karena diberi kesempatan untuk menghapuskan dosa-dosa kecil. Sakit bisa membuat kita merengkuh pahala kesabaran yang terhampar luas, sabar yang penuh dengan keindahan. "Maka Bersabarlah kamu dengan sabar yang baik." ( QS Al Ma’arij 5 )
Rasulullah SAW sangat mewanti-wanti agar kita harus sangat berhati-hati dengan sakit, karena tidak semua orang mempunyai kekuatan menata masa sakit itu menjadi ladang-ladang kebaikan. "Pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu," begitu beliau mewasiatkan.
Begitulah sejarah mencatat alur peristiwa besar itu. Peristiwa Uhud setidaknya mengajarkan Kaum muslimin tentang konsekuensi yang harus diterima oleh seseorang ketika ia mencoba untuk melanggar perintah Rasulullah saw. Karena bagaimanapun muara kesalahan dari perisiwa itu adalah sikap merasa tidak berbahaya dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan meninggalkan posisi pasukan pemanah.
Ternyata sakit tidak selalu meninggalkan kesan kesedihan dan penderitaan bagi seseorang, tapi justru ia menjadi momentum lonjakan kebaikan dalam menyemai dan mengumpulkan butir-butir kebaikan. Dan yang terpenting dan sangat berharga adalah bahwa sakit adalah momentum untuk muhasabah terhadap nikmat kesehatan yang selama ini dinikmati. Disini sakit berungsi sebagai pengontrol terhadap nikmat kesehatan dan kesenangan yang telah dihabiskan.
Sakit merupakan momentum pengumpulan semangat baru terhadap perjuangan yang sedang dilakukan. Di sisi lain sakit merupakan momentum untuk pencapaian sebuah cita-cita, bahkan sakit adalah jejak-jejak untuk mengukir kegemilangan. Jendral Sudirman telah mengajarkan tentang hal itu, cukup lama beliau berteman dengan sakit bahkan untuk sekedar berjalanpun sulit, tapi ternyata sakit tidak membuat beliau patah semangat dalam mengisi bait-bait kemerdekaan, tandu ternyata bukan suatu penghalang bagi beliau untuk menghentikan perjuangan.
Kita hanya berbicara tentang nilai positif dari rasa sakit yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Karena sakit sesungguhnya bukan sesuatu pemberian Allah SWT yang buruk, karena Allah SWT tidak pernah memberikan yang buruk kepada hambaNya, sakit yang menurut kita buruk, belum tentu buruk juga dalam pandangan Allah SWT.
Ini adalah janji Allah SWT, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui" (QS Al Baqarah 216). Begitulah Allah SWT mengajarkan kepada kita tentang pentingnya bersikap positif terhadap sesuatu.
Sakit adalah bagian dari kasih sayang Allah SWT yang sangat besar bagi hambaNya. Justru karena sakitlah Umar Bin Khattab semakin merasa bersyukur kepada Allah SWT, karena diberi kesempatan untuk menghapuskan dosa-dosa kecil. Sakit bisa membuat kita merengkuh pahala kesabaran yang terhampar luas, sabar yang penuh dengan keindahan. "Maka Bersabarlah kamu dengan sabar yang baik." ( QS Al Ma’arij 5 )
Rasulullah SAW sangat mewanti-wanti agar kita harus sangat berhati-hati dengan sakit, karena tidak semua orang mempunyai kekuatan menata masa sakit itu menjadi ladang-ladang kebaikan. "Pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu," begitu beliau mewasiatkan.
Oleh : Riyulasdi SPdI.
Seorang guru SDIT di Bukittinggi. Bisa dihubungi di akhriy_u@yahoo.co.id
0 komentar:
Posting Komentar