Manajemen Rasa Bersalah
Sebagian akan bertanya, apa betul rasa bersalah merupakan suatu hal
yang memerlukan manajemen. Sebelum berpikir terlampau kompleks, perlu
dicatat, bahwa manajemen yang disandingkan dalam judul di atas hanya
dalam arti yang sederhana, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
manajemen dapat diartikan, “Penggunaan sumber daya secara efektif untuk
mencapai sasaran”. Tolong garis bawahi dan cetak tebal kata sumber daya,
nah bagaimana mungkin rasa bersalah bisa menjadi bagian dari sumber
daya?
Sebelum ke sana, kita patut amat bersyukur, alhamdulillah
atas perkenan Allah Swt. kita telah melewati sepuluh hari pertama bulan
Ramadhan, sampai di sini prestasi apa saja yang telah kita peroleh?
Bagaimana shaum-nya? Tarawihnya? Tadarusnya? Sedekahnya?
Taubatnya? Sungguh merugi jika kita tak beroleh prestasi apa-apa di
bulan Ramadhan ini. Oleh karena itu, mumpung masih ada waktu, masih ada
nih belasan hari lagi, mudah-mudahan Allah Swt. masih memberi kesempatan
bagi kita untuk beroleh pengampunan dan mencapai ketakwaan.
Kembali
lagi ke masalah Manajemen Rasa Bersalah. Rasa bersalah itu adalah suatu
rasa yang pasti ada dalam tiap diri manusia, apapun suku dan jenis
kelaminnya, tua atau muda, polisi sampai penjahat, murid sampai dengan
guru, semua pasti memilikinya. Tiap orang memiliki sensitivitas yang
berbeda terkait rasa bersalah, ada seseorang yang hanya karena
memecahkan vas bunga sampai tak bisa tidur dan tak enak makan, vas bunga
seharga onta soalnya, hehehe, ada juga yang sudah membunuh orang tapi tetap bisa tidur nyenyak dan adem ayem seolah tak terjadi apa-apa.
Untuk
memudahkan pembahasan, anggaplah rasa bersalah itu memiliki skor dari
rentang 1 sampai dengan 10. Jika seseorang melakukan kesalahan bernilai 7
maka sepatutnya skor dari rasa bersalahnya juga adalah 7, jangan lebih
tinggi, jangan pula lebih rendah. Namun realita terkadang tak berbicara
sesuai teori hitungan seperti ini, seperti dibahas di atas, sensitivitas
rasa bersalah tiap orang berbeda-beda, ada yang sangat mudah merasa
bersalah dan ada yang sangat tidak mudah merasa bersalah, hal terkait
sensitivitas ini biasanya terkait erat dengan pola asuh dan lingkungan
sedari kecil.
Terkadang dalam beberapa keadaan saya sering merasa
Rasa Bersalah adalah sesuatu yang sepatutnya dilatihkan agar tepat
sesuai kadar yang semestinya, jadi jangan training motivasi saja ya, training Rasa Bersalah juga, hehehe.
Lihat saja koruptor, pengedar Narkoba, mafia pajak dan seterusnya, jika
kadar rasa bersalah dalam diri mereka telah sesuai, harusnya mereka
sudah tak mampu nyengir kuda lagi. Seharusnya rasa bersalah
telah melukai relung jiwa mereka dengan sangat parah, hingga tak kuasa
lagi untuk sekadar menengadah, bahkan terlalu lemah bagi tangan untuk
dadah-dadah, dan sepatutnya menyadari bahwa mengaku salah dan bertaubat
kepada Allah ialah satu-satunya jalan untuk memperbaikinya.
Lalu
kaitannya dengan Ramadhan apa? Menurut saya rasa bersalah juga merupakan
sumber daya, tanpa rasa bersalah manusia akan hilang rasa
kemanusiaannya dan bahkan lebih parah lagi manusia akan sulit bertaubat
atas kesalahan yang dilakukannya, hanya saja rasa bersalah ini perlu
digunakan dalam waktu dan situasi yang tepat dengan kadar yang sesuai,
di sinilah pentingnya Manajemen Rasa Bersalah tadi dan di Ramadhan ini
sepertinya harus dilatihkan, nah lho.
Lihat Ramadhan kita tahun
ini dengan penuh kesyukuran, betapa banyak orang yang telah terlebih
dulu menemui ajal sebelum menemui Ramadhan, terlebih dulu menemui sakit
sebelum bisa menikmati ibadah shaum, dan seterusnya. Lalu lihat
diri kita, setelah 10 hari pertama, prestasi apa yang telah kita punya,
berapa tarawih yang telah bolong hanya demi kumpul buka bersama dengan
teman SMA, berapa Juz Alquran yang telah dibaca untuk bisa mencapai khatam
selama Ramadhan, berapa banyak waktu yang digunakan untuk tidur atau
berleha-leha dibanding dengan waktu untuk ibadah, dan seterusnya dan
seterusnya, silakan lanjutkan sendiri.
Sampai di sini telah
timbulkah rasa bersalah pada diri kita, bahwa kita telah melewati 10
hari pertama dengan kurang berdaya, saya tak ber-suudzan bahwa semua berlaku sebagaimana yang saya tuliskan, tapi saya mengajak, bahwa di sinilah tempat yang tepat untuk me-manage
rasa bersalah itu, yaitu rasa bersalah karena belum optimal
memanfaatkan kesempatan, rasa bersalah mengingat kesalahan-kesalahan
lalu yang sebetulnya bisa beroleh pengampunan dalam ramadhan dan aneka
rasa bersalah lainnya yang berkaitan dengan kelalaian dan kebodohan kita
dalam mendekat kepada-Nya, tinggal kita tentukan sendiri, berapa skor
rasa bersalah yang kita miliki.
Terakhir, Manajemen Rasa Bersalah
tidak berhenti pada sekadar merasa, kembali kepada arti kamus tadi
manajemen adalah berbicara tentang penggunaan sumber daya secara efektif
untuk mencapai sasaran, lalu apa sasaran kita di dalam Ramadhan? Tiada
lain dan tiada bukan ialah perbaikan guna beroleh pengampunan dan
keridhaan dari Allah Yang Maha Rahman Yang Maha Mengampuni sebesar dan
sebanyak apapun kesalahan.
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. dan Barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab:
70-71)
Jadi, bagaimana manajemen rasa bersalahmu?
Wallahu a’lam bishshawab
0 komentar:
Posting Komentar