Sifat Shalat Nabi
Tangan Dulu ataukah Lutut Saat Turun Sujud?
Manakah yang lebih didahululan, lutut ataukah tangan saat turun sujud?
Pertama, yang
mesti dipahami adalah kedua cara tersebut dibolehkan berdasarkan
kesepakatan para ulama. Namun para ulama berselisih pendapat manakah
yang lebih afdhol di antara keduanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أما
الصلاة بكليهما فجائزة بإتفاق العلماء إن شاء المصلى يضع ركبتيه قبل يديه
وإن شاء وضع يديه ثم ركبتيه وصلاته صحيحة فى الحالتين بإتفاق العلماء ولكن
تنازعوا فى الأفضل
“Adapun shalat dengan kedua cara tersebut maka diperbolehkan dengan
kesepakatan ulama, kalau dia mau maka meletakkan kedua lutut sebelum
kedua telapak tangan, dan kalau mau maka meletakkan kedua telapak tangan
sebelum kedua lutur, dan shalatnya sah pada kedua keadaan tersebut
dengan kesepakatan para ulama. Hanya saja mereka berselisih pendapat
tentang yang afdhal.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 449).
Kedua, yang
paling afdhol adalah dilihat dari kondisi orang masing-masing, tidak
katakan yang paling afdhol adalah tangan dulu ataukah lutut dahulu.
Karena hadits yang membicarakannya hanyalah mengatakan,
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ
“Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum.” (HR. Abu Daud no. 840 dan An Nasai no. 1092. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Namun ada tambahan,
وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
“Hendaknya dia letakkan tangannya sebelum lututnya.”
Versi lain mengatakan,
وَلْيَضَعْ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ
“Hendaknya dia letakkan dua lututnya sebelum dua tangannya.”
Para ulama berselisih pendapat manakah riwayat tambahan ini yang shahih.
Pendapat yang tepat, kedua versi tambahan tersebut adalah riwayat
yang goncang, tidak ada satu pun yang sahih. Keduanya idhtirob (goncang)
[baca: lemah]. Sehingga riwayat yang valid hanyalah bagian awal hadits
yang berbunyi, “Janganlah salah satu kalian turun untuk sujud
sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak menderum”.
Sehingga zhahir hadits menunjukkan bahwa orang yang sedang
mengerjakan shalat dilarang turun sujud sebagaimana bentuk turunnya unta
ketika mau menderum. Turunnya unta untuk menderum itu memiliki bentuk
yang khas, bentuk khas ini bisa terjadi baik kita turun dengan
mendahulukan tangan dari pada lutut ataupun kita mendahulukan lutut dari
pada tangan. Sehingga makna sabda Nabi, “janganlah salah satu kalian
turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya unta ketika hendak
menderum” adalah ketika hendak sujud hendaknya kepala tidak dibuat
merunduk sampai ke lantai semisal unta ketika hendak turun sedangkan
punggung masih dalam posisi di atas. Inilah bentuk turunnya unta untuk
menderum dan bentuk semacam ini berdampak negatif bagi orang yang
mengerjakan shalat.
Ringkasnya,
terdapat diskusi yang panjang tentang perselisihan ini di kalangan
ulama. Pendapat yang paling baik, manakah yang mesti didahulukan apakah
tangan ataukah lutut, ini menimbang pada kondisi masing-masing orang.
Mana yang lebih mudah baginya, itulah yang ia lakukan. Ada orang yang
berat badannya, ada orang yang ringan. Intinya, tidak ada hadits shahih
yang marfu’ sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
membicarakan hal tadi. (Lihat Shifat Shalat Nabi karya guru kami, Syaikh Abdul ‘Aziz Ath Thorifi, hal. 129).
Semoga bermanfaat, wa billahit taufiq.
0 komentar:
Posting Komentar