Kematian yang Indah
“Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka,
maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula
mendahulukan (nya)” (QS Yunus:49)
Sungguh tak ada yang abadi di dunia ini kecuali sang pencipta. Semua
makhluk pasti binasa. Kapan pun waktunya. Kekayaan, ketenaran dan
jabatan tak akan membuat orang kekal, semua mengalami kepunahan.
Akhir kehidupan merupakan awal kehidupan akherat. Semua yang ingin
mendapat surga harus punya tiket, seperti yang diketahui untuk
mendapatkan tiket menuju surga tidaklah mudah. Sahabat Rasulullah sampai
harus berjibaku untuk memperbagus amalannya, pegang senjata di garda
terdepan hanya ingin ridha Allah, mati sebagai Syuhada yang berarti
tiket menuju surga menjadi permudah. Sakit, derita intimidasi, perlakuan
yang bengis dari pihak yang tak menyukai Islam, diterima dengan lapang
dada dan hati Ikhlas. Semua menuju ke satu titik Surga yang dijanjikan
Allah.
Jika kematian itu dapat diprediksi, maka yang terjadi banyak orang
berlomba-lomba memperbagus amalan diakhir hidupnya. Dan hampir
dipastikan dunia ini benar-benar rusak. Walaupun kemajuan jaman sudah
pada titik yang gilang gemilang, canggih, namun yang namanya kematian
tak dapat diprediksi.
Karena kematian tidak dapat diprediksi setiap saat, maka kita harus
selalu berada dijalan kesuksesan; berguna bagi orang lain, bersyukur
dengan menerima setiap pemberian Allah dan berusaha untuk hidup selalu
dijalannya. Tak lupa seimbangkan kehidupan dunia dan akherat.
Mereka yang bisa hidup dalam kesuksesan dalam tataran seperti itu,
mempunyai peluang besar untuk mendapatkan akhir yang baik (khusnul
khatimah). Sebaliknya mereka yang hilang kendali, jauh dari dien Allah
dan selalu melanggar semua perintahNya, dan sangat sedikit pahalanya,
maka hampir dipastikan ia akan Shu’ul khatimah, bila sebelum ajal tak
tobat, apalagi menyebut Asma Allah.
Khusnul khatimah tidak selalu ditandai dengan bentuk fisik yang baik.
Posisi saat meregang nyawa seperti tanda-tanda orang beriman, misalnya
saat bersujud, memegang Al qur’an, atau ditandai dengan penampilan
“baik”, tersenyum atau berpakaian indah atau dapat diperjelas, sebentuk
lahiriyah saja yang nampak.
Bahkan tak jarang orang yang sudah dinyatakan khusnul khatimah karena
berjihad dijalan Allah dan telah dijanjikan masuk surga, mati dalam
keadaan mengenaskan. Beberapa sahabat Rasulullah, bahkan meninggal dalam
keadaan hancur, seperti Hamzah bin Abdul Muthalib, wafat dalam keadaan
usus terburai dan jantung terkoyak. Mush’ab bin Umair gugur di medan
jihad dengan pakaian yang terkoyak-koyak seakan tak bisa menutupi
tubuhnya lagi.
Padahal mereka itu, adalah orang-orang yang sukses dan
bahagia dengan jaminan surga Allah.
Khusnul khatimah, juga tak bisa ditandai dengan jumlah pelayat yang
melimpah, beribu-ribu orang menshalatkannya, atau karangan bunga yang
berjejer memenuhi rumah daan kuburannya. Sama sekali itu bukan ukuran
orang yang akan sukses diakherat kelak. Tak sedikit orang yang mempunyai
tiket di surga meninggal dalam keadaan terkucil, sendirian, dan dalam
keadaan yang teramat menyedihkan.
Abu Dar al-Ghifari, salah seorang sahabat Rasulullah, meninggal dunia
tanpa diketahui banyak orang. Ia meninggal dipadang sahara yang panas
dan dimakamkan oleh Abdullah bin Mas’ud serta rombongan kecilnya yang
kebetulan lewat di tempat itu. Meski terlihat sunyi, sesungguhnya ia
merasakan gemerlap hatinya yang sudah mendapat cinta dari Illahi.
Untuk itu diharapkan setiap muslim memiliki warisan agar sukses
menuju khusnul khatimah, surgaNya. Warisan itu bukan berupa harta,
kedudukan atau ketenaran. Tapi seperti sabda Rasulullah ada tiga hal
yang merupakan warisan, yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain,
yakni, amal jariyah, ilmu bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan
orang tuanya. Warisan itu mengiringi walau orangnya telah meninggal.
Kata kuncinya, bagi seseorang yang tak dapat menabung amal jariyah
dengan kekayaan, ia bisa melahirkan generasi shalih. Bagi yang tak bisa
melahirkan generasi shalih ia bisa berbagi ilmunya. Islam tidaklah sulit
bagi orang yang mau berusaha untuk sukses diakherat. Menjadi khusnul
khatimah adalah pilihan, bukan pemberian. Pilihan yang bisa dicapai
dengan usaha keras. Hidup yang berakhir baik, adalah suatu kematian yang
indah.
-------------
Referensi:
- Candra Nila Murti Dewojati, Masuk Surga Walau Belum Pernah Shalat, Penerbit Khalil, Jakarta, 2012
- Candra Nila Murti Dewojati, Masuk Surga Walau Belum Pernah Shalat, Penerbit Khalil, Jakarta, 2012
0 komentar:
Posting Komentar