Selasa, 13 November 2012

Manfaatkan Waktu Agar Tidak Sia-sia

Waktu Adalah Pusaka Penuntut Ilmu

Dalam semenit saja seseorang dapat menghasilkan bermacam-macam kegiatan, pedagang dapat mendapatkan keuntungan yang banyak dalam waktu sekejab, begitupula sebaliknya. Pemuda dapat mendapatkan kesenangannya dalam waktu yang tak lama, begitupula sebaliknya. Penuntut ilmu juga demikian bisa mendapatkan pengetahuan dan maklumat yang banyak dalam waktu yang sedikit. Semua ini disebabkan satu hal, yaitu menjaga waktu dengan sangat hati-hati, karena jikalau dibiarkan begitu saja maka akan lewat tanpa arti.


Manusia diciptakan Allah untuk berfikir, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam ayat-ayatnya, di antaranya:

(وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُون*﴾ ( الحشر: 21]

Artinya: "Dan itu adalah perumpamaan-perumpamaan yang kami tujukan kepada manusia agar mereka mau berfikir."

Dan ayat-ayat lain yang memotivasi manusia agar senantiasa berfikir dan mau memikirkan orang lain. Sebelum itu, Allah swt dalam QS. Al-Ashr ayat 1-3 bersumpah atas al-Ashr yang berarti masa atau waktu. Allah tidak menggunakan kata untuk bersumpah kecuali dalam kata itu ada makna yang dalam. Waktu adalah hal yang paling berharga bagi manusia. Kita bayangkan, jika seseorang mempunyai umur seribu tahun hanya melakukan maksiat dan selalu melanggar perintah-perintah Allah. Namun pada akhir umurnya dia kembali kepada Allah dan bertubat kepada-Nya, maka dia akan dimasukkan kedalam surga-Nya dalam keadaan kekal abadi. Maka hal yang paling berarti dan berharga bagi manusia adalah waktu.

Ilmu adalah benda yang tak ternilai harganya, Asy-Syeh abdul Fattah Abu Ghuddah dalam karyanya yang sangat menarik bagi thullabul ilmi, Qimatuzzaman 'Indal Ulama, berkata: "Termasuk pondasi/asas nikmat adalah nikmat ilmu, ia merupakan nikmat yang paling agung karena berkaitan dengan tingginya derajat dan martabat manusia, serta kebahagiaannya di dunia, pencariannya adalah nikmat, memanfaatkannya adalah nikmat, mengabadikannya adalah nikmat, memberikannya kepada generasi yang selanjutnya juga merupakan kenikmatan yang luar biasa".  Hanya saja, sedikit sekali dari mereka yang sadar akan berharganya waktu. Padahal kalau kita bandingkan dengan ulama'-ulama' sebelum kita, maka kita tau bahwa jarang sekali bahkan tak ada yang bisa membadingi mereka, karena mereka sangat berhati-hati sekali dalam membagi waktu. Tak sedikitpun waktu yang mereka luangkan untuk bersantai-santai apalagi membuangnya dengan sia-sia tanpa ada manfaatnya. Bayangkan saja, waktu membuang air saja mereka masih menyempatkan diri untuk istifadah dengan menyuruh temannya membaca buku bacaan di luar kamar mandi dengan suara yang keras agar ia bisa mendengarnya, sebagaimana dalam kisah al-Habib Abdullah bin Husin bin Thohir dan saudaranya al-Habib Thohir bin Husin bin Thohir. Sehingga, tak heran kalau mereka berdua menjadi ulama' terkemuka pada masanya dan namanya terdengar dimana-mana sampai sekarang. Bukan tujuan kita untuk menjadi orang yang terkenal, namun kita berusaha agar waktu kita tidak terbuang sia-sia tanpa manfaat, dan kita tidak menyesal kelak.

Diantara kisah-kisah yang disebutkan dalam qimatuz zaman adalah sebagai berikkut:

Abu Yusuf, salah satu murid imam Abu Hanifah dan penerus perjuangannya dalam menyebarkan madzhab hanafi, ketika waktu naza' (sakaratul maut) masih menyempatkan diri untuk menjelaskan permasalahan yang ditanyakan oleh salah satu muridnya, karena ingin memberikan faidah kepada yang membutuhkan. Dari kisah ini kita tau dan yakin bahwa mereka benar-benar mengamalkan pepatah yang mengatakan tholabul ilmi minal Mahdi ilal lahdi, tidak seperti orang zaman sekarang yang mengaku lebih alim dan pintar dari ulama tempo dulu, padahal ilmu mereka tak sebanding dengan ilmu ulama salaf walaupun seujung kukunya sekalipun.

Dan suatu ketika imam Ibnu Jarir At-Thobari berkeinginan mengarang sejarah di mulai dari penciptaan Nabi adam sampai masanya sebanyak 30.000 lembar, beliau bertanya kepada murid-muridnya: "Apa pendapat kalian jika aku mengarang buku sejarah yang berjumlah 30.000 lembar?" Mereka jawab: "Wahai imam, semangat para penuntut ilmu sudah pudar, tak mungkin ada yang mampu membacanya". Ketika mendengarnya beliaupun meringkasnya dengan kadar sepersepuluh dari kitab aslinya. Kejadian ini terjadi pada tahun 308 H yang merupakan masa keemasan bagi umat Islam, bagaimana dengan masa sekarang yang ilmu hanya tinggal nama, tanpa ada hakekatnya.

Jika kita telaah kisah-kisah mereka, akan terbayang dibenak kita bahwa hal semua itu seakan-akan mustahil. Namun, begitulah adanya dan itulah yang tertera dalam buku-buku sejarah. Karena sejarah tak mungkin di tutup-tutupi. Itulah perbedaan antara kita dengan ulama'-ulama' terdahulu yang tak tertandingi oleh siapapun. Mereka mengabdikan diri untuk agama ini seumur hidupnya, rela mengorbankan semua waktu, harta, bahkan nyawa sekalipun untuk berkhidmat di jalan Allah SWT, dan mencari ridho-Nya. Jadi sangatlah salah jika kita tinggalkan mereka dengan alasan kalau mereka hanya membawa kita ke jurang ketertinggalan, dan perlu diingat bahwa merekalah yang menemukan penemuan-penemuan baru seperti angka latin 1,2,3, dan seterusnya. Pertama kali yang menemukannya adalah ulama muslim yang berada di Andalus atau yang lebih dikenal dengan Asbania atau spanyol sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Ghumari dalam salah satu karyanya. Hanya saja muslimin sekarang hanya tidur dan diam dengan ketertinggalannya serta diam dengan cacian yang dilontarkan kepada islam.

Semoga ini bisa bermanfaat bagi kita, dan menyadarkan semua bahwa waktu adalah pusaka yang harus dijaga dengan ketat agar tidak lewat begitu saja  tanpa manfaat sedikitpun, serta selalu menghormati salafus sholih yang telah rela mengorbankan segalanya untuk agama Islam, sedangkan apa yang sudah kita suguhkan pada orang lain, Islam, dan muslimin? Anda yang lebih tau jawabannya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution