Menjadi Anak Shaleh
Like father like son. Istilah ini tidak berlaku bagi
keluarga yang satu ini. Kebiasaan sang ayah yang suka berjudi, mabuk,
dan berperilaku buruk lainnya, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh
sang anak. Diantara anak - anaknya, anak bungsunya yang masih
duduk dibangku SMP inilah yang dinilai paling saleh. Walaupun dianggap
anak yang paling baik dan penurut, tapi tidak jarang sibungsu ini
mendapatkan cipratan amarah dari ayahnya. Namun, yang patut dicontoh
adalah sikap si bungsu yang tetap sabar terhadap perlakuan ayahnya.
Suatu
saat Allah menakdirkan ayahnya menderita sakit yang cukup parah. Setiap
hari sang ayah hanya bisa berbaring ditempat tidur. Semua kebutuhannya
dilayani oleh orang lain. Dan si bungsulah yang melakukan semuanya sejak
awal dengan penuh kesabaran. Karena
kesabaran si bungsu, ayahnya bertanya : kenapa kamu masih mau merawat
ayah ?? mendengar pertanyaan seperti itu, si bungsu menjawab dengan
sopan : inilah yang diajarkan oleh islam, yaitu memuliakan orang tua.
Dialog antara anak dan orang tua terus berlanjut, hingga sang ayah
tersadar akan sikapnya selama ini yang salah .. Namun
sang anak merasa dirinya belum cukup pantas disebut sebagai anak yang
shaleh. Dirinya merasa baru belajar untuk berbakti kepada kedua orang
tua. Mendegar itu, berlinanglah airmata sang ayah. Pelukan
erat sang ayah seolah tak ingin dilepaskannya dari anaknya. Tidak
tampak lagi raut muka yang sinis dari wajahnya. Saat itu pula pintu hati
sang ayah terbuka, Allah memberikan hidayah kepadanya melalui sang
anak.
Kisah
sejati yang pernah terungkap dalam sebuah dialog ini mungkin banyak
terjadi dikehidupan nyata kita. Semoga kita semua dapat mengambil
hikmahnya dan terus belajar dan memahami bahwa hidup adalah sebuah proses. Dan
setiap orang berproses. Ada orang yang pada awalnya kurang ilmu, namun
lambat laun terus bertambah ilmunya karena memiliki kemauang dan
semangat belajar. Disisi lain, ada juga orang yang pada awalnya penuh
kebencian kepada anaknya, seperti kisah diatas, lambat laun kebenciannya
berkurang dan hilang karena keshalehan sang anak. Demikian pula dengan
masalah hidayah yang sepenuhnya adalah Hak Allah SWT …
Bagimanapun
keadaan orang tua kita, darah dagingnya melekat pada kita. Kalau
keduanya belum shaleh, kita sebagai anaklah yang harus mati-matian
memohon kepada Allah SWT agar orang tua kita dibukakan hatinya. Kalau
orang tua masih bergelimang dosa, kitalah yang harus berjuang keras
untuk membantu menyadarkannya.
Serta
berdoa tanpa kenal putus asa supaya Allah mengampuni dosa dosa mereka.
Jika orang tua kita belum taat, kitalah yang harus membuktikan bahwa
kita anaknya telah mengenal agama dan menaatinya.
Sikapi
kekurangan orang tua kita dengan kelapangan hati. Bagemanapun juga
tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, mudah-mudahan dengan kisah diatas, tekad kita semakin kuat untuk memuliakan orang tua.
Wallahu’alam ….(by homepi)
0 komentar:
Posting Komentar