Shirothol Mustaqim Jalan yang Lurus Itu Islam
Setiap kali shalat atau tiap kali kita membaca QS Al-Fatihah, kita berdoa agar ditunjukkan kepada Ash-Shirothol Mustaqim. Ihdinash shirothol mustaqim, tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus. Demikian arti harfiyahnya. Menurut Tafsir Al-Quran Departemen Agama,
“Ihdi” = pimpinlah, tunjukilah, berilah hidayah.
Arti “hidayah” ialah
menunjukkan sesuatu jalan atau cara menyampaikan orang kepada orang yang
ditujunya dengan baik. Allah telah memberi manusia bermacam-macam
hidayah, yaitu hidayah naluri (garizah) seperti naluri mempertahankan
hidup, hidayah pancaindra sebagai “pintu-pintu pengetahuan”, hidayah
akal (pikiran) untuk membedakan baik dan buruk, dan hidayah agama
(Islam).
Hidayah dalam ayat “ihdinash shiratal mustaqim” berarti
“taufik” (bimbingan) dan taufik itulah yang dimohonkan kepada Allah.
Menurut Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di, Shirathal Mustaqim
adalah jalan terang yang akan mengantarkan hamba menuju Allah dan masuk
ke dalam Surga-Nya. Hakikat jalan itu adalah mengetahui kebenaran dan
mengamalkannya (Taisir Karimir Rahman).
Allah memperjelas
hakikat Shirathal Mustaqim ini di dalam ayat berikutnya, “Yaitu jalan
orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan
orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”
Menurut Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di, “jalan orang-orang yang
Engkau beri nikmat” (shirathalladziina an’amta ‘alaihim)
adalah jalan para nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada’ dan
orang-orang shalih. “Bukan jalan orang-orang yang dimurkai” yaitu bukan
jalan orang-orang yang telah mengetahui kebenaran, tapi tidak mau
mengamalkannya, seperti orang Yahudi. “Bukan pula jalan orang-orang yang
sesat” yaitu orang-orang yang meninggalkan kebenaran di atas kebodohan
dan kesesatan, seperti orang Nasrani dan orang lain yang memiliki ciri
seperti mereka (Taisir Karimir Rahman).
“Orang yang berbahagia
adalah orang yang diberi taufik oleh Allah Ta’ala untuk selalu meminta
petunjuk karena Allah menjamin akan mengabulkan permintaan orang yang
berdoa kepada-Nya. Terlebih lagi bila orang yang meminta sedang berada
dalam keadaan terjepit dan sangat merasa butuh kepada Allah, siang
ataupun malam” (Tafsir Ibnu Katsir). Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin mengatakan, Shiratal Mustaqim
adalah syariat Islam dan ada yang mengartikan sebagai “jembatan
penghubung antara dan surga yang ada di atas neraka”.
Cara dan ciri
orang yang melewati Shiratal Mustaqim itu tergantung amal di dunia.
Kalau amalnya baik, maka tidak terpeleset ke neraka. Sebaliknya, bila
amal perbuatannya di dunia sering melanggar syari’at, maka ia sangat
mudah terpeleset ke neraka. Imâm Al-Qurthubî menyatakan, Shirâthal-Mustaqîm artinya “Jalan yang terang, yang tidak ada penyimpangan dan pembelokan di dalamnya”. (Tafsîr Al-Qâsimî).
Para ulama ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud dengan Shirâthal-Mustaqîm. Sebagian mengatakan bahwa itu ialah “Kitâbullâh (Al-Qur-ân)”. Sebagian lain mengatakan itu adalah “Dînul-Islâm”. Sebagian ada yang berpendapat bahwa itu adalah jalan hidup Nabi Saw dan para shahabatnya (Tafsîr Ibnu Katsîr). Ada juga yang mengatakan bahwa itu adalah “As-Sunnah wal Jama’ah”. Yang lain mengatakan “Jalan (thariqat) Keta’atan” atau “Jalan untuk mencapai rasa takut (khauf), ridha dan cinta kepada Allâh”.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar