Kisah Ayah, Anak dan Keledai
Suatu hari ada seorang ayah dan anaknya yang bepergian menuju ke
pasar dengan menaiki keledai. Tujuannya untuk menjual keledai tersebut.
Karena jaraknya yang cukup jauh diperlukan waktu hampir setengah hari.
Mereka membawa keledainya dengan dituntun. Di tengah perjalanan
mereka bertemu dengan orang yang baru kembali dari pasar. Orang
tersebut kemudian berkata “ Kenapa kalian capek-capek berjalan kaki.
Bukankah keledai dapat dinaiki? Alangkah enaknya jika kalian naik saja
keledai itu”
Mendengar perkataan itu, ayah dan anaknya kemudian menaiki keledai
itu. Keledai itu ternyata tak cukup besar sehingga terlihat kepayahan.
Tetapi karena lebih menghemat tenaga maka mereka tetap menaikinya.
Tak berapa lama, bertemulah mereka dengan penjual sayuran yang
sedang menunggu pembeli memilih-milih sayurannya. Kemudian penjual
sayuran itu melihat keledai yang kepayahan membawa ayah dan anaknya di
punggungnya. “ Ah betapa kasihannya keledai itu, sudah badannya kecil
dinaiki oleh ayah dan anaknya yang berat. Benar-benar tidak memiliki
kepedulian kepada hewan.”
Mendengar perkataan tersebut, ayah dan anaknya turun dari keledai.
Kemudian memutuskan bahwa sebaiknya satu orang saja yang menaiki
keledai, satu orang yang menuntun keledai. Maka diputuskanlah anaknya
yang naik keledai sementara ayahnya menuntun keledai.
Di tengah perjalanan, di sebuah persimpangan bertemulah mereka
dengan penjual sapi dan anaknya. Si penjual sapi berceletuk “ Lihatlah
nak, itu contoh anak yang tidak berbakti kepada orangtuanya. Sang ayah
bercapek-capek sementara ia ber-enak-enak di atas keledai.”
Mendengar perkataan tersebut sang anak berkata kepada ayahnya “Yah
sebaiknya ayah yang naik dan aku yang menuntun, aku tak mau dikatakan
tidak berbakti.” Sang ayahpun menyetujuinya. Sekarang bergantian sang
anak yang menuntun sementara sang ayah naik keledai.
Sepertiga jalan dari pasar, mereka bertemu dengan seorang kakek dan
cucunya yang sedang berjalan-jalan. Sang kakek berkata “ Lihatlah
cucuku, itulah contoh ayah yang tidak sayang kepada anaknya. Si anak
bersusah payah berjalan sementara ayahnya naik keledai.”
Mendengar perkataan itu sang ayah menjadi merenung. Benar juga,
pikirnya. Kemudian dia turun dan mengajak musyawarah anaknya. “ Nak
kelihatannya kita sellau serba salah, kita tuntun keledai salah, naik
berdua juga salah. Kamu yang naik, aku yang menuntun salah. Apalagi aku
yang naik sementara kamu menuntun. Sebaiknya kita apakan keledai ini?”
Anaknya berpikir sejenak. “ Ayah bagaimana kalau kita pikul saja keledai ini. Siapa tahu memang itu cara terbaik.”
Sang ayah setuju. Kemudian mulai mengikat kaki keledai kemudian
memanggul keledai itu bersama anaknya. Merasa sudah benar mereka dengan
penuh percaya diri memasuki pasar. Tetapi banyak orang
menertawakannya. Banyak yang bilang “ Keledai bisa berjalan sendiri kok
dipanggul. Kan jadi memberatkan. Dasar orang yang aneh.”
Mendengar perkataan tersebut sang ayah kehabisan akal. Mau gimana lagi biar tidak salah membawa keledai itu.
Pesan Moral :
Adakalanya kita tidak selalu harus mendengarkan perkataan orang lain
yang selalu menyalahkan tindakan kita. Jika kita sudah mengambil
keputusan yang dirasa tepat dan terbaik maka lakukanlah dan jangan
hiraukan perkataan orang lain yang pada akhirnya akan melemahkan
semangat kita. Meski begitu kritik dan saran orang lain perlu menjadi
pertimbangan kita, tetapi tidak menjadi pengendali tindakan kita.
Dalam kehidupan sehari-kita kita pasti tidak terlepas dari
berinteraksi dengan orang lain. Dimana hal yang biasa ada yang memuji
ada yang mencela, mencaci maki ada yang setuju ada yang tidak setuju
ada yang membantu, menolong , mendukung dan ada yang berusaha
menghalangi dan juga tidak peduli Komentar / nasihat yang disampaikan
oleh orang lain memang penting untuk kita. Karena komentar / nasihat
yang baik perlu kita lakukan sedangkan komentar yang tidak baik perlu
kita tunjukkan bahwa komentar itu salah dengan menjawabnya melalui
tingkah laku kita. Satu perbuatan bisa bermakna 1000 perkataan. Dan kita perlu mengetahui bahwa sebagai manusia kita memiliki
kemampuan yang terbatas kita tidak mungkin memuaskan semua orang. Pasti
ada orang yang tidak suka atau benci bahkan mungkin cinta kepada
kita.Yang penting bagaimana caranya agar orang yang mendapat manfaat /
keuntungan / kebaikan dari kita lebih banyak daripada orang terluka
karena sikap kita. Kisah ini memberi kita inspirasi untuk melakukan yang lebih dan lebih baik lagi.
Semoga bermanfaat
Saya pribadi mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati sahabat sekalian terimakasih.
0 komentar:
Posting Komentar