Rabu, 04 September 2013

Kita Semua Sedang Menjalani Proses

Keikhlasn & Kepasrahan Diri 
Lihatlah bagaimana semesta hadir dalam geraknya yang harmonis, meski kadang ditingkahi gejala-gejala gerak yang sepertinya “dissorder” (menyimpang) seperti fenomena gempa bumi, perubahan cuaca yang ekstrim, tanah longsor . dan sebagainya yang dilatar-belakangi ulah segelintir manusia juga.


Semesta berdenyut dalam sebuah gerak ketaatan pada fitrahnya tanpa syarat (ikhlasnya alam semesta). Sebuah kepatuhan pada system yang berangkat dari keikhlasan mutlak kepada kodratnya. Bahasa alam yang penuh misteri, bagaimana mereka semua bertasbih hanya kepada sesembahan tunggalnya, Allah ya Rabbal’alamiin. Bayangkan seandainya satu saja komponen semesta ini keluar dari kepatutannya (ketaatan), bencana besar akan terjadi. Sunatullah diselenggarakan serta dibingkai oleh Allah SWT dengan segala kemaha-an sifat dan asmaNYA.

Analogi dengan uraian diatas,
demikian halnya yang terjadi pada sosok anak manusia. Saat diri dihadapkan dengan problematika di keseharian hidup dan “kehidupan”nya, pencapaian “top performance nya diri” ditentukan oleh seberapa besar kwalitas peraihan keihlasan dalam menyikapi sebuah permasalahan. Betapa sebuah keikhlasan akan mengantar diri manusia pada fitrahnya sehingga mencapai apa yang disebut keseimbangan diri dalam absis dan ordinat (maqom) penghambaan kepada sang Khalik! Disaat inilah diri telah menemukan harmonisasi antara diri yang makhluk dengan Allah yang pemilik segenap cipta. Sebuah kondisi harmonis antara diri fisik/materi dengan diri spiritual, dalam proses interaksi diri-sekitar/semesta-Pencipta.

Persoalannya bagaimana meraih, membangun, meningkatkan/mengembangkan serta mempertahankan keikhlasan tersebut?

Banyak definisi dan deskripsi tentang keikhlasan yang telah ditulis, dikumandangkan lewat berbagai event. Saya tidak dalam kapasitas/kompetensi menguraikan tentang hal ini. Yang ingin saya sharing adalah ’salah satu’ cara meraih keikhlasan dengan sebuah proses mengalami bukan sekedar kata si anu, menurut tulisan anu dan sebagainya, tetapi berdasarkan pengalaman keseharian dalam hidup saya dan anda sendiri.

Mengalirlah….mengalirlah dijwa
yang tiada pamrih,
demi memberi dan melayani kehidupan…
semangat yang jernih akan mewujud kedahsyatan Daya.
Daya Cinta yang mengayomi persada Ibu Pertiwi tercinta.
Exposse dari tulisan ini adalah keikhlasan merupakan bagian terpenting untuk menemukan kebahagiaan sejati.

Betapa seseorang tergerak (”digerakkan”) oleh sebuah energi yang berkarakter cinta kasih. Cinta kasih adalah salah satu sifat dan asmaNYA yang agung. ketika gerak terbebas dari kendala-kendala keluh kesah, tidak berhitung-hitung. Karena apa? karena diri teradiasi penuh oleh sebuah rasa syukur yang dalam atas karunia-karuniaNYA yang selama ini begitu tak terhingga besarnya. Jadi yang terlihat adalah pemberianNYA yang tanpa pamrih karena…Cinta! Shortcutnya adalah, ketika musibah atau problema dihadirkan didepan diri, cobalah men”set-up mata jiwa” focus pada kasih sayang Allah yang tak terhingga kepada diri. Hentikan sejenak pikiran, hadirkan rasa yang hanya menerima kasihNYA. Tanpa ini, amat sangat sulit melihat musibah sebagai bagian dari cintaNYA.

Coba rasakan dengan sepenuh hati, udara yang dihirup lewat nafas! oksigen yang tidak satu manusiapun sanggup membuatnya, gratis pula (kecuali di UGD/Rmh sakit..kudu bayar). nikmati ini mengaklir kedalam diri lewat sebuah tata pernafasan tubuh. lafazkan…ya Allah…….

Hembuskan Alhamdulillah….! terima realitas diri dengan rasakan kasih sayangNYA yang unlimited! Kedepankann rasa syukur sebagai background, rasakan relaxasi yng muncul…biarkan semua mengalir bersama rasa syukur kepada Allah.
Tips: jangan menkonsentrasikan bobot pikiran (pada otak kiri), lebih kedepankan otak kanan yang holistik….rasa…! biarkan pikiran datang dan pergi.

Amati saja dalam rasa…semakin dalaaaam…..terus…hirup lembut…ya Allah…hembuskan…lafazkan Alhamdulillah sambil mulai perlahan membayangkan problem dan menyerahkan kehadirat Alllah.

Inilah momentum diri yang “melihat” realitas diri serta menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Sebuah momentum penting saat “maunya diri” dipertemukan dengan “KEHENDAK DIRI” dan lalu diri fana, maka tunduklah diri menerima KEHENDAK DIRI. inilah moment tawwakal (berserah diri total). Seketika diri menemukan keseimbangan, harmonis dengan KEHENDAK sehingga insyaALLAH harmonis dengan peristiwa sekitar.

Maka ikhlaslah tubuh materi dan spiritual, karena diri merima tanpa “gemrungsung”, realitas fitrah diri yang sunatullah; Ruh-jiwa-tubuh makhluk sekitar alam sekitar/semesta dalam sebuah keseimbangan (harmony). Mengalir…mengalirlah diri dalam “gerak Cinta”NYA!
Subhanallah!

Karena nafas adalah sesuatu yang otamtis dan bagian dalam hidup didunia ini, maka Pernafasan dalam irama dan nuansa ini juga dapat diaplikasikan saat melakukan ritual ibadah. Jadikanlah olah nafas sebagai bagian aktivitas “kehidupan” yang Dzikrullah. InsyaAllah mengantarkan kita pada kearifan menyikapi hidup dalam meraih “kehidupan” (hijrah).

Kita semua sedang menjalani proses, proses hijrahnya diri yg melalui ‘ladang-ladang maknawi’ untuk menanam kebajikan berbuah ridho’NYA , dari orang menuju manusia hingga masuk dimensi ke-hambaa-an, yg juga masih terus terproses untuk bisa istiqomah.

InsyaALLAH terlindung dari badai keresahan kebanyakan umat manusia yang ‘bingung’ dalam pencarian kebahagiaan hidupnya, sehingga acap tergelincir dalam ‘ladang persepsi sepihak’ berbuah kesombongan dalam deklarasinya yang ‘merasa’ jadi pemilik otoritas atas kebenaran “wangsit” yang sebenernya diperoleh dari penjelajahan hawa nafsu dalam fikir yang bukan tafakur.  

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution