Yuk! Biasakan Berkata Positif Setiap Hari
Berkatalah yang baik-baik saja atau diam!
JIKA diperhatikan secara seksasama, kata-kata kurang
positif yang tidak layak belakangan ini sering sekali mewarnai media
massa tanah air. Entah itu di televisi maupun media cetak. Ironisnya,
mereka yang mengeluarkan kata kurang pantas itu kadang-kadang justru
orang-orang terpandang.
Tidak saja itu, saling ‘serang’ pun sering terjadi di media. Satu
dengan pihak lainnya saling menyudutkan dan saling menjatuhkan.
Boleh jadi, cerminan buruk semacam itu tidak saja terjadi di media,
tetapi dalam kehidupan sehari-hari dalam tubuh masyarakat. Ada banyak
faktor penyebabnya, boleh jadi karena emosi, benci atau rasa kesal yang
membelit hati. Akan tetapi, bagaimanapun berkata tidak positif adalah
kerugian.
Oleh karena itu, Islam memberikan panduan praktis, bahwa siapa yang tidak bisa berkata baik, maka diperintahkan untuk diam. “Berkatalah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari).
Rasulullah pun memberikan keteladanan konkrit akan hal ini. Jangankan
kepada manusia, bahkan mencela makanan saja Rasulullah melarang.
Abu Hurairah bertutur, “Rasulullah itu tidak pernah mencela
samasekali pada sesuatu makanan. Jika beliau ingin pada makanan itu
beliau pun memakannya dan jika tidak menyukainya, maka beliau tinggalkan
– tanpa mengucapkan celaan padanya.” (Muttafaq ‘alaih).
Rasulullah mengajarkan umatnya menjaga diri dari berkata yang tidak
baik. Tidak saja kepada manusia, kepada benda atau makanan pun beliau
benar-benar menjaga diri dari berkata buruk. Artinya, kita sebagai
umatnya juga harus bersikap yang sama seperti beliau, yakni tidak
mengeluarkan kata-kata buruk kepada apa pun, lebih-lebih kepada manusia.
Haram Berkata Buruk
Dalam al-Qur’an Allah Ta’ala malah cantumkan secara gamblang bahwa
tidak boleh seorang Muslim berkata buruk terhadap Muslim lainnya. Dalam
konteks ini adalah mengolok-olok atau menghina saudara Muslim lainnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى
أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن
يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا
تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ
وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman[ dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Hujurat
[49]: 11).
Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menguraikan bahwa haram bagi seorang
Muslim berkata buruk, menghina, mengolok atau apa pun yang negatif
terhadap Muslim lainnya. Dan, siapa yang sering berkata buruk, maka ia
termasuk kelompok pengumpat lagi pencela yang pasti akan menerima
kecelakaan (QS. Al-Humazah: 1).
Dengan demikian, berkata positif adalah kewajiban. Karena pada
hakikatnya di dunia ini tidak ada kesempurnaan. Oleh karena itu Basyar
bin Burd (Wafat 167 H) memberikan nasehat penting bagi seluruh Muslim.
“Kalau kau selalu melihat cela pada diri sahabatmu, maka kau tak akan
menemui seorang sahabat pun yang tanpa cela. Dan manusia manakah yang
sama sekali bersih dari kesalahan? Adakah orang yang semua perangainya
bisa engkau terima? Seseorang cukup disebut mulia bila aibnya bisa
dihitung.”
Artinya, dalam pergaulan, termasuk dalam kehidupan rumah tangga,
kekurangan dan cela atau aib pada diri saudara, istri, anak, orang tua
dan siapa pun, pasti akan selalu ada. Pun, demikian jangan jadikan itu
sebagai ejekan, olokan atau hinaan. Hal itu haram, sekali lagi haram.
Selain dosa juga akan menumbuhkan bibit kebencian hingga permusuhan.
Pepatah Arab mengatakan, “Janganlah meremehkan sesuatu yang kecil dan terhina, mungkin saja jarum itu menumpahkan darah.”
Artinya, tidak jarang, perkataan buruk menjadi sebab terjadinya
perkelahian hingga pembunuhan. Maka dari itu, biasakanlah diam dan
jangan berkata keji. Hormatilah siapa pun dan jangan merendahkan
martabatnya.
Ahli hikmah berkata, “Janganlah ada ucapan kotor ketika engkau marah,
sebab itu hanyalah menambah cela dan kekurangan, dan menimpuki
kenegatifan dan kejelekanmu, serta mendatangkan dosa dan siksa atasmu.”
Bukti Kesempurnaan Iman
Perkataan positif hanya bisa keluar dari orang-orang yang kuat
imannya, jernih hatinya dan panjang visinya. Mustahil oang yang lemah
imannya, kotor hatinya dan pendek visinya bisa membiasakan diri berkata
baik (positif). Sebaliknya, akan sangat mudah berkata negatif.
Jika mengacu pada matan hadits secara utuh dari perintah berkata baik
atau diam ini akan kita dapati bahwa ternayta berkata baik atau diam
itu adalah bukti dari kualitas keimanan seorang Muslim. “Siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau
diam” (HR. Bukhari).
Dengan kata lain, orang yang suka mengumpat, mencaci, menghina atau
pun perkataan buruk lainnya adalah orang yang imannya kurang sempurna
bahkan mungkin sudah tak berdaya. Dengan demikian, membiasakan diri
berkata positif, menjaga lisan dari berkata keji adalah bagian penting
dari kehidupan, karena semua itu secara keseluruhan merupakan bukti
kesempurnaan iman.
Dalam rangka menyempurnakan iman ini Abdullah bin Mas’ud sampai
berkata, “Tidak ada yang lebih perlu untuk lebih lama dipenjara daripada
lidahku.” Lidah memang tidak bertulang, tapi seringkali iman jadi
berantakan karena lidah yang tidak terkendali.
Lebih lanjut Abdullah bin Mas’ud berkata, “Jika kau lihat temanmu
melakukan dosa, jangan engkau malah menjadi teman setan mengalahkan
dirinya. Maksudnya kau katakan, ‘Ya Allah, hinkanlah dia, laknatilah
dia.’ Tetapi, mintalah kepada Allah agar dia peroleh ampunan.”
Bahkan, Fudhail bin Iyadh berkata, “Usahakanlah engkau pertahankan
saudaramu, meski ia mempunyai tujuh puluh kesalahan. Artinya, kekurangan
teman, atau siapa pun, termasuk diri sendiri, hendaknya tidak menjadi
perangkap hati berkata buruk. Tetapi sebaliknya, jadikanlah semua itu
sebagai bank kebaikan.
Oleh karena itu, mari senantiasa berupaya untuk mampu berkata baik
(positif) dan menjauhi perkataan keji (negatif). Kalau pun ada
kekurangan pada orang lain kita temukan, jangan terjebak setan untuk
memperolok-olokkannya, tapi mari jadikan sebagai cara untuk meningkatkan
rasa persaudaraan, cinta serta rasa kasih dan sayang.
Karena Rasulullah berpesan bahwa, “Seorang hamba tidak beriman hingga
mencintai kebaikan untuk saudaranya seperti mencintai untuk dirinya
sendiri” (HR. Ahmad).
Sebagaimana kita senang dengan perkataan yang
baik, demikian pula saudara Muslim kita seluruhnya, mereka juga mendamba
perkataan positif dari mulut atau lidah kita. Dan Muslim yang baik seharusnya banyak berbuat baik daripada banyak bicara
Jangankan kepada manusia, bahkan mencela makanan saja Rasulullah melarang.
0 komentar:
Posting Komentar