Enakkah Bangkai Saudaramu?
“…ih sadis !, Masak sih ? “, mungkin itu komentarmu setelah membaca
judul diatas. Eh… jangan salah, fenomena tersebut bisa dibilang hal yang
wajar bagi anak Adam lho !. “ kok bisa ? “
Hal ini terjadi ketika kita udah nggak bisa ngontrol pembicaraan kita. “ Lalu apa hubungannya ? “
NGERUMPI
Kegiatan yang satu ini bisa dibilang kegiatan yang paling menarik dan
murah. Karena asal kita udah ngumpul bareng teman, tetangga, rekan
kerja, teman arisan, dan sobat laennya, yang namanya ngerumpi kebanyakan
pasti menjadi acara favorit. Dan rasanya wagu dan kaku kalo nggak
ngerumpi, iya tho ?. Dan sesuatu yang “wajib” ada didalam setiap rumpian
adalah: membicarakan orang lain, entah kawan maupun lawan. Nggak
percaya ?, silahkan survey…
EMANG NGGAK BOLEH ?
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Ghibah adalah engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh
saudaramu. Nabi ditanya : “ Bagaimana pendapat anda, jika hal itu memang
benar ada padanya ? “. Nabi menjawab : Kalau memang sebenarnya begitu,
berarti kamu telah meng – ghibah – inya. Tetapi jika apa yang kamu
sebutkan itu tidak benar, maka berarti engkau telah berdusta atasnya ! “
(dari Abu Hurairah, riwayat Imam Muslim no. 2589)
Ghibah adalah kamu menyebutkan sesuatu yang ada pada orang lain,
dimana seandainya ia tahu hal tersebut, maka ia akan membencinya.
Sesuatu tersebut bisa berupa kekurangan pada fisik, nasab / keturunan,
agama, tingkah laku, dan semacamnya. Ungkapannya bisa berupa perkataan
yang jelas, ataupun tersamar, seperti isyarat perkataan, isyarat bibir,
isyarat mata, raut muka, dan lainnya. Sedangkan orang yang dighibahi itu
hadir diantara kita maupun tidak. Jadi ghibah (alias ngerumpi) tetep
dilarang oleh agama Islam walaupun orangnya berada di antara kita.
BENTUK – BENTUK GHIBAH
Ghibah pada kekurangan badan / fisik. Contohnya, tatkala ghibah kita
mengucapkan : “dia buta“, “dia tuli”, “dia juling”, “dia hitam”, “dia
pendek”, dan semacamnya. (apalagi jika “dia juling, hitam, pendek,
keriting !”)
Ghibah pada nasab / keturunan. Seperti : “dia dari kalangan
rendahan”, “dia anak narapidana”, “dia keturunan maling”, dan
semacamnya.
Ghibah pada akhlaq / perilaku. Contohnya : “dia pelit”, “dia sombong”, “dia suka marah”, dan sebagainya.
Ghibah pada agamanya. Seperti : “dia pendusta (kadzab)”, “dia
pengkhianat”, dan semacamnya. Contoh no. 4 ini hampir sama dengan yang
no. 3.
Ghibah tentang keduniaan. Seperti : “si A lebih baik dari si B”, “dia tukang tidur”, “dia tukang makan”, dan lainnya.
Dikatakan ghibah ketika kita meniru – niru orang lain (yang kita
nggibahi). Seperti pura – pura pincang, pura – pura bicaranya sumbing,
dan bentuk lainnya dalam rangka merendahkan orang tersebut.
CELAAN TERHADAP GHIBAH
Pelaku ghibah seperti orang yang memakan daging bangkai manusia yang telah mati, sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa ta’ala :
“Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian lainnya. Sukakah
salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah
mati ?. Pasti kalian membencinya“ (Al Hujurat : 12)
Dalam ayat tersebut, kita dikatakan melakukan ghibah jika menyebutkan
aib orang lain yang tidak ada dihadapan kita. Maka orang yang dighibahi
tersebut diumpamakan mayat karena tidak mampu untuk membela diri,
demikian halnya mayat yang tidak tahu bila daging tubuhnya telah
dimakan. Seperti itulah keadaan orang dighibahi, yang tidak akan tahu
jika dirinya telah dighibahi.
Oleh karena itu sungguh buruk perbuatan ghibah tersebut.
Celaan ghibah juga ada di dalam sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wa sallam ketika ‘Aisyah radhiyallhu ‘anha berkata kepada nabi :
“Cukup bagimu dari Shofiyah ini dan itu !” (sebagian rawi lainnya
berkata) “Shofiyah pendek !“ Maka Nabi berkata: “Sungguh!, engkau telah
mengucapkan suatu kalimat yang seandainya kalimat yersebut dicampur
dengan air laut, niscaya akan mengubahnya!“ (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan
Imam Ahmad) … yaitu mengubah rasa / baunya, karena saking busuk dan
kotornya perkataan itu. Sehingga hukum ghibah adalah HARAM berdasarkan
Al Qur’an, Hadits Shohih, serta ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
BAGAIMANA DENGAN JULUKAN – JULUKAN JELEK ?
Jika orang yang dipanggil dengan julukan jelek tersebut tidak
membencinya, alias mau – mau saja, maka hal tersebut bukanlah suatu
ghibah yang diharamkan. TETAPI kita telah diingatkan oleh Allah ‘Azza wa
Jalla :
“Dan janganlah kalian saling panggil memanggil dengan julukan yang buruk“ (Al Hujurat : 11)
Maka panggillah teman kita, sahabat kita, saudara kita dengan
panggilan/julukan yang baik, bukan malah seperti yang dilakukan sebagian
orang yang merasa senang dan puas jika berhasil memberikan julukan aneh
(cenderung jelek) lalu mempopulerkannya.
ADAKAH GHIBAH YANG DIBOLEHKAN ?
Jawabnya adalah : ada!
Ghibah dibolehkan ketika kita butuh dan harus membicarakan seseorang
karena kebutuhan yang sangat penting (darurat). Misalnya, Ketika hendak
menghentikan perbuatan dzalim seseorang. Tetapi kita tidak mampu secara
langsung, maka kita melaporkan / mengghibahkan (kedzaliman / kejelekan /
kemungkaran orang tersebut) kepada orang yang kita anggap mampu untuk
menghentikannya (polisi, hakim / qadhi, dan lainnya).
Contoh lainnya tatkala dimintai pendapat oleh orang yang hendak
menikahinya. Orang yang hendak menikah tentunya butuh informasi yang
lengkap (tidak cuma kebaikan, tetapi juga kejelekan) calon istri /
suaminya. Dan kita yang tahu informasi tersebut dibolehkan untuk
menceritakannya.
Namun perlu diingat, pembolehan disini dalam keadaan darurat,
dibolehkan seperlunya saja. Jika masalah telah selesai, maka harus
segera dihentikan. Dan dikembalikan kepada hukum asal, yaitu haram.
BAGAIMANA KITA BERSIKAP
Tentu kita tidak ingin memakan daging bangkai saudara kita khan?.
Makan daging bangkai hewan saja sudah jijik, apalagi manusia. Namun
untuk terbebas dari ghibah ini sangatlah berat. Oleh karena itu kita
harus menghindari suasana – suasana kondusif untuk berghibah ria,
seperti kumpul – kumpul yang nggak jelas tujuan baiknya, kongkow –
kongkow, dan semacamnya. Kemudian kesadaran dari diri kita untuk tidak
ghibah perlu ditumbuhkan mulai sekarang dan terus dibiasakan. Insya
Allah, hal yang kayaknya sudah mendarah daging alias mbalung sungsum
tersebut dapat hilang dari diri kita. Amin
0 komentar:
Posting Komentar