10 Kebiasaan Buruk Wanita
Wanita adalah makhluk yang identik dengan keindahan dan kelembutan.
Allah SWT menciptakan wanita sebagai mitra bagi laki-laki untuk bisa
bersama-sama mencapai ridho-Nya dengan cara mengabdi sebaik mungkin kepadaNya.
Keridhoan Allah tentu tidak bisa kita capai hanya dengan cita-cita atau angan-angan belaka, melainkan tindakan nyata yang didasari keimanan. Keimanan akan melahirkan ketakwaan, dan ketakwaan tak lain adalah menjalankan segala perintah agama dan menjauhi segala larangannya.
Keridhoan Allah tentu tidak bisa kita capai hanya dengan cita-cita atau angan-angan belaka, melainkan tindakan nyata yang didasari keimanan. Keimanan akan melahirkan ketakwaan, dan ketakwaan tak lain adalah menjalankan segala perintah agama dan menjauhi segala larangannya.
Khusus untuk kaum perempuan ada beberapa
kebiasaan tidak baik yang kerap membudaya di tengah-tengah mereka. Yang kadang
tidak mereka sadari bahwa hal itu merupakan bentuk perilaku yang sebenarnya
kontra terhadap nilai-nilai ketakwaan. Oleh karena itu, jika kita ingin
mengoptimalkan ketakwaan, maka kita harus senantiasa menjauhi serta
mewaspadainya. Sepuluh kebiasaan buruk itu adalah :
Pertama, kebiasaan gibah. Ghibah atau menggunjing kejelekan atau
kesalahan orang merupakan larangan agama. Kebiasaan ngerumpi di antara kaum
perempuan kerap menjebak mereka pada tindakan menggunjing orang. Ghibah bisa
mengurangi pahala kebaikan seseorang dan pahala itu berpindah kepada orang yang
digunjing. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa menggunjing orang sama saja dengan
makan bangkai orang yang digunjing itu. Jika ngerumpi tak terhindarkan, maka
hindarilah berbuat ghibah yang tak ada manfaatnya itu.
Kedua, hasut akan nikmat orang lain. Tak jauh berbeda dengan ghibah
adalah sikap hasut. Bahkan ini lebih buruk lagi. Bagi kaum wanita, khususnya,
tak perlu iri (dengki) dengan perhiasaan atau harta-benda milik tetangga atau
orang lain. Hasut (dengki) bisa melenyapkan pahala amal baik bagaikan api yang
melahap kayu bakar. Konon orang yang suka hasut sulit jadi penguasa. Salah satu
tanda orang yang hasut adalah senang menghibah orang yang menerima nikmat. Yang
pasti, hatinya tidak suka atau merasa sakit setiap melihat orang lain mendapat
nikmat.
Alangkah baiknya jika perempuan
memilih bekerja untuk memperoleh pemasukan yang lebih baik di samping
pendapatan suaminya daripada kesana-kemari meneliti kekayaan orang lain. Hasut
merupakan sifat orang-orang Yahudi dan munafik. Jika rasa iri itu berupa
motivasi diri untuk bisa sama dengan orang lain boleh-boleh saja. Tetapi sakit
hati kepada orang lain atas nikmat yang diterimanya itulah hasut. Apalagi jika
ini sampai diwujudkan dalam tindakan makar terhadap orang yang dihasut., maka
akan lebih berbahaya lagi. Biasanya sifat hasut timbul dari kesombongan
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Iblis terhadap Nabi Adam AS.
Ketiga, kufur terhadap nikmat atau pemberian suami. Tidak sedikit
perempuan yang terjebak dalam sikap ini. Panas setahun seolah hilang oleh hujan
sehari. Bertahun-tahun suami memberi nafkah dan lain-lain, namun di suatu saat ketika
istri meminta sesuatu dan suaminya tak sanggup memenuhi, maka si perempuan
cenderung berkata bahwa suaminya tak pernah memberinya apapun. Sikap demikian
itu yang menjadikan mereka penuh dengan kaum perempuan melebihi laki-laki.
Tidak sedikit perempuan yang terjebak pada sikap lebih bisa melihat kekurangan
suami daripada pemberian yang telah diterimanya. Itu bertentangan dengan nilai
ketakwaan.
Keempat, suka kelayap atau keluyuran. Perempuan beda dengan
laki-laki. Begitu pula resiko-resiko rentan yang ditanggungnya. Perempuan lebih
baik tinggal di rumah, tidak sering keluar rumah apalagi ngelayap. Islam tidak
melarang perempuan mencari nafkah asal tidak beresiko membahayakan keselamatan
dan kehormatannya. Karena itulah Islam membebankan kewajiban mencari nafkah
atas kaum laki-laki. Begitu pula dengan jihad di jalan Allah. Jika perempuan
keluar rumah, apalagi dalam usia-usia disyahwati laki-laki, maka setan
mengepungnya dari segala arah. Imej perempuan yang suka keluyuran juga jauh
dari kategori perempuan bertakwa atau soleha.
Kelima, suka pamer. Jika pamer amal baik saja sudah termasuk tidak
terpuji, lantas bagaimana dengan pamer kemolekan, perhiasaan apalagi aurat?
Tentu akan lebih tercela lagi. Semua itu merupakan perilaku Jahiliyah. Suka
pamer yang dilakukan kaum perempuan bisa memancing setan untuk bereaksi, baik
setan yang kasat mata maupun setan yang tak kasat mata. Perempuan soleha
bukanlah komoditas publik melainkan pendamping suami dan penghias rumah tangga.
Wanita soleha tidak akan suka pamer.
Akan lebih bermanfaat waktu yang
dimiliki oleh kaum perempuan digunakan untuk hal-hal positif, seperti mendalami
ilmu, mengajar dan mendidik anak-anaknya dengan telaten. Doa anak yang soleh
akan menjadi amal jariyah yang tak akan putus pahalanya meski seseorang sudah
meninggal dunia. Ilmu yang pernah diajarkan juga akan terus mengalirkan pahala
yang berkesinambungan (jariyah) baginya tanpa mengurangi pahala orang lain yang
meneruskan penyampaian ilmu tadi.
Keenam, latah pada tren. Ini memang bagian dari penyakit wanita
modern dan umum kita saksikan. Gaya hidup konsumtif sampai pada budaya
mengikuti tren berpakaian yang berujung pada sikap suka pamer, kerap menjadi
karakter perempuan. Jika tren itu negatif, maka tak ada alasan bagi wanita yang ingin menjaga kesalehannya
untuk latah ikut-ikutan. Sebagai contoh adalah mengikuti tren punya teman
curhat cowok lain selain suami, tren pergaulan bebas, hingga perselingkuhan.
Sungguh ironis jika ini sampai menjadi sebuah tren, asal baik dan bermanfaat.
Tren itu pengajian, atau tren berbusana muslim.
Ketujuh, suka buka rahasia. Yang namanya rahasia mestinya tidak
boleh dibuka. Jika sudah dibuka, maka bukan rahasia lagi namanya meski hanya
kepada satu orang. Jika perasaan seseorang sudah tidak kuat menjaga rahasia
yang dititipkan kepadanya, maka jangan harap orang lain bisa menjaga rahasia
yang dia buka kepadanya. Barangsiapa menutupi kejelekan saudaranya di dunia,
maka Allah akan menutupi kejelekannya kelak di hari kiamat. Membuka rahasia
hukumnya dosa. Perempuan rentan terjebak dalam tindakan buka rahasia karena
momen-momen seperti ngerumpi.
Kedelapan, bersuara keras. Jika perempuan adalah makhluk yang
identik dengan kelembutan, maka mengeluarkan suara keras sudah tentu merupakan
hal yang tidak pas. Apalagi kebiasaan
suka tertawa terbahak-bahak. Hal itu dapat menimbulkan penilaian publik yang
kurang baik atas dirinya. Sebagian ulama mengatakan bahwa suara perempuan yang
merdu juga merupakan aurat. Karenanya, maka perempuan tidak disunnahkan
mengeraskan atau menjelaskan suaranya dalam sholat berjamaah, berbeda dengan
laki-laki. Ini sama sekali bukan diskriminasi, melainkan perlindungan bagi
kepantasan kaum perempuan sendiri. Kelemah-lembutan sang istri akan menambah
kecintaan suami.
Kesembilan, hobi berkhayal. Gaya hidup konsumtif sering
mempengaruhi mental, khususnya mental kaum perempuan untuk selalu tidak
ketinggalan dengan perkembangan tren yang ada. Jika modal ada, ia bisa
merealisasikannya. Tetapi jika kebetulan modal belum ada, maka yang muncul
hanya khalayan dan angan-angan belaka. Wanita seperti ini, tidak berpikir
bagaimana agar ibadahnya lebih istiqomah dan lebih baik, melainkan bagaimana
dia segera punya barang ini dan itu. Jika seorang suami tak mampu menjadi
penegak rumah tangga yang baik (qawwam), maka ia bisa saja terjebak pada
tindakan kriminal seperti korupsi karena memaksakan kehendak menuruti
angan-angan dan keinginan istrinya yang tidak realistis dengan kemampuan
ekonominya.
Kesepuluh, bertingkah seperti pelacur. Ini juga bisa menjauhkan
perempuan dari kategori saleha. Sebagai contoh adalah kegemaran girang jika
bertemu laki-laki lain selain suaminya. Tentu lebih hebat lagi jika ini sampai
membuka pintu perselingkuhan dengan laki-laki lain. Juga kegemaran memamerkan
kemolekan agar digoda atau mendapat perhatian laki-laki lain, atau merasa
senang jika banyak mata lelaki memandang dan menikmati penampilan dan
dandanannya.
0 komentar:
Posting Komentar