Sebab-sebab Tidak Dikabulkannya Do'a
Setiap kita tentunya biasa berdoa kepada Allah.  Kita memohon kepada-Nya
 agar hajat dan keinginan kita Ia kabulkan.  Ketika kita benar-benar 
butuh, tidak jarang kita berdoa sambil mengiba  kepada Allah. Namun 
barangkali tidak jarang kita merasa doa kita tidak  dikabulkan, atau 
setidak-tidaknya tidak segera dikabulkan.
Ketika  seseorang merasa doanya tidak kunjung dikabulkan, tidak 
jarang sejak  saat itu ia pun tidak lagi berdoa dan tidak punya harapan 
bahwa doanya  akan dikabulkan oleh Allah. Padahal sikap seperti ini 
dilarang oleh  Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda, 
“Doa salah  seorang dari kalian akan dikabulkan selagi ia tidak 
buru-buru. (Yakni  jika) ia berkata, ‘Aku telah berdoa kepada Tuhanku, 
tapi doaku tidak  dikabulkan’.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, 
At-Tirmidzi, Ibnu  Majah, dan Ahmad). Dalam lafazh Muslim disebutkan: 
“Ditanyakan, ‘Wahai  Rasulullah, apa yang dimaksud dengan minta agar doa
 segera dikabulkan?’  Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 
’(Yakni) hamba itu  berkata, ‘Aku berdoa dan berdoa, tapi doaku tidak 
dikabulkan’.” (HR  Muslim)
Kita semestinya menyadari bahwa ada banyak sebab  mengapa sebuah doa 
tidak segera dikabulkan oleh Allah. Kita juga  hendaknya paham bahwa 
hikmah besar pasti selalu ada di balik tidak  dikabulkannya doa dalam 
waktu cepat. Di antara sebab dan hikmah itu  adalah sebagai berikut.
Pertama, bisa jadi  penyebab tertundanya pengabulan 
doa kita adalah karena kita belum  memenuhi syarat-syarat diterimanya 
doa. Misalnya, kita tidak  menghadirkan hati, tidak khusuk dan tidak 
merendahkan diri saat berdoa,  kita berdoa bukan pada waktu dimana doa 
akan mudah dikabulkan, atau kita  belum memenuhi syarat-syarat doa 
penting lainnya.
Kedua, terkadang doa tidak terkabul dikarenakan 
sebab tertentu seperti karena  dosa yang kita belum bertaubat darinya, 
karena dosa di mana kita tidak  bertaubat dengan jujur darinya, karena 
makanan kita mengandung syubhat,  atau karena ada hak milik orang lain 
pada diri kita dan kita belum  mengembalikannya. Karena itu, kita 
hendaknya bertaubat dengan taubatan  nashuhah, dengan melengkapi 
syarat-syaratnya dan mengembalikan hak orang  lain kepada pemiliknya 
terlebih dahulu hak orang lain tersebut masih  ada pada diri kita. 
Inilah sebab terpenting tidak dikabulkannya doa.  Disebutkan dalam 
hadits bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam  bersabda,“Hai 
Sa’ad (bin Abu Waqqash), makanlah makanan yang baik-baik,  niscaya 
engkau menjadi orang yang doanya dikabulkan.” Juga disebutkan  dalam 
sebuah hadits shahih bahwasanya Rasulullah mengisahkan seseorang  yang 
rambutnya acak-acakan dan berdebu lalu menengadahkan tangannya ke  
langit untuk berdoa, ‘Ya Allah, ya Allah.’ Padahal, makanannya haram,  
minumannya haram, pakaiannya haram dan keluarganya diberi makan dari  
sumber yang haram. Bagaimana doanya akan dikabulkan?” (HR Muslim,  
At-Tirmidzi, dan Ahmad). Oleh karena itu, kita harus berusaha  
membersihkan diri dari segala kotoran dosa yang bisa menjadi menghalangi
  ‘jalan-jalan’ terkabulnya doa.
Ketiga, bisa jadi  Allah tidak mengabulkan doa kita 
karena Ia sengaja hendak menyimpan  pahala doa kita tersebut untuk Ia 
berikan kepada kita di akhirat kelak  atau karena Ia hendak 
menghilangkan keburukan dari kita. Diriwayatkan  dari Ubadah bin 
Ash-Shamit radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah  shallallahu alaihi 
wasallam bersabda,“Jika di atas bumi ada seorang  muslim berdoa kepada 
Allah dengan satu doa, maka Ia akan mengabulkan doa  itu atau 
menghilangkan keburukan darinya, selagi ia tidak mengerjakan  dosa atau 
memutus hubungan kekerabatan.” Seseorang berkata, “Bagaimana  kalau kita
 memperbanyak doa?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  bersabda, 
“Allah akan lebih banyak lagi mengabulkan doanya atau  menghilangkan 
keburukan darinya.” (HR At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Hakim).  Dalam 
riwayat Al-Hakim ada tambahan: “Atau Allah akan menyimpan pahala  
seperti doanya itu untuknya.” (HR Al-Hakim). Bisa jadi, ini lebih baik  
bagi kita, sebab dengan disimpannya pahala doa kita di akhirat dan baru 
 diberikan kepada kita saat itu, maka hal itu akan mengangkat derajat 
dan  martabat kita di akhirat. Saat itu, kita akan berbahagia dan bahkan
  berharap sekiranya seluruh pahala doa kita disimpan dan baru dibagikan
  di akhirat.
Keempat, penundaan terkabulnya doa  merupakan salah 
satu bentuk ujian dari Allah kepada seseorang. Allah  ingin menguji iman
 orang itu. Ketika doa tidak segera dikabulkan, syetan  membisikkan 
pikiran jahat kepada seseorang, dengan berkata kepadanya,  “Apa yang 
kita minta itu ada pada Allah. Tetapi mengapa doa kita tidak  segera 
dikabulkan?” Begitu pula, syetan akan menyusupkan bisikan-bisikan  jahat
 lainnya. Setiap muslim harus melawan bisikan-bisikan jahat  seperti itu
 dan mengusirnya dari dirinya, dengan segala sarana. Ia harus  sadar 
bahwa bisa jadi Allah tidak segera mengabulkan doanya karena  Allah 
hendak menguji imannya. Ketika doa tidak segera dikabulkan, maka  iman 
seseorang teruji dan terlihatlah perbedaan antara orang beriman  sejati 
dengan orang beriman gadungan. Sikap seorang mukmin tidak akan  berubah 
terhadap Tuhannya hanya karena doanya tidak segera dikabulkan  dan malah
 ia semakin rajin beribadah kepada-Nya.
Kelima, tidak segera dikabulkannya doa semestinya 
membuat seorang muslim tahu  dan menyadari sebuah hakikat penting. Yaitu
 bahwa ia adalah hamba Allah,  sementara Allah iadalah pemilik 
segala-galanya. Pemilik berhak berbuat  apa saja terhadap miliknya, baik
 memberi ataupun tidak memberi. Jika  Allah mau memberi, maka itu salah 
satu bentuk keadilan-Nya dan Ia pasti  punya alasan yang kuat untuk itu.
 Sedangkan jika Ia tidak memberi,  itupun salah satu bentuk keadilan-Nya
 dan Ia juga pasti punya alasan  yang kuat untuk itu. Ada baiknya kita 
merenungkan sabda Rasulullah  shallallahu alaihi wasallam setelah 
Perdamaian Hudaibiyah yang sepintas  lalu merugikan Rasulullah dan kaum 
muslimin. Ketika itu beliau  bersabda,”Aku Rasulullah dan Allah tidak 
akan pernah akan menelantarkan  aku.” (HR Al-Bukhari, Muslim, dan 
Ahmad).
Keenam, terkadang doa yang tidak segera dikabulkan 
justru akan membuat kita  semakin dekat kepada Allah, terus bersimpuh di
 hadapan-Nya, selalu  merendahkan diri dan berlindung diri kepada-Nya. 
Sebaliknya, tidak  jarang jika permintaan kita dikabulkan, maka kita 
menjadi lebih sibuk,  lalu kita tidak lagi ingat kepada Allah, tidak 
meminta dan berdoa  kepada-Nya, padahal keduanya adalah inti ibadah. 
Inilah realitas  sebagian besar kita. Buktinya, jika tidak ada cobaan 
maka kita tidak  berlindung kepada Allah.
Ketujuh, bisa jadi  terkabulnya doa kita justru akan
 menjadikan kita berbuat dosa, akan  berdampak buruk pada agama kita, 
atau akan menjadi fitnah bagi kita.  Atau bisa juga apa yang kita minta 
itu sepintas lalu baik bagi kita  padahal sebenarnya tidak baik bagi 
kita. Yang demikian ini terutama bagi  seseorang yang mengajukan 
permintaan tertentu yang sangat spesifik  kepada Allah dan tidak berdoa 
dengan doa-doa yang telah dituntunkan  dalam Al-Qur’an atau yang 
diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu  alaihi wasallam. Karena itu 
hendaknya kita memperhatikan doa-doa yang  ada dalam Al-Qur’an dan 
Sunnah Rasulullah.
Kedelapan, setiap doa punya ketentuan dan takaran. 
Adalah tidak masuk akal, hari  ini seseorang yang amat miskin dan tidak 
melakukan usaha yang signifikan  berdoa agar ia menjadi milyarder kaya 
raya pada esok paginya. Doa  memiliki takaran, syarat, sebab, prolog, 
kerja keras, dan bahkan  pengorbanan yang besar.
Kita harus ingat bahwa ketika Nabi Ya’qub  ‘alaihissalam kehilangan 
anak kesayangannya, Nabi Yusuf ‘alaihissalam,  beliau tidak 
henti-hentinya berdoa dan berdoa. Tapi pengabulan doa  beliau tertunda 
hingga waktu yang lama, hingga ada yang mengatakan,  “Nabi Ya’qub berdoa
 selama empat puluh tahun.” Penderitaan dan cobaan  yang dialami Nabi 
Ya’qub ‘alaihissalam semakin meningkat. Anaknya yang  lain, Bunyamin, 
juga hilang, sampai-sampai kedua matanya buta karena  kesedihan yang 
mendalam. Kendati demikian, beliau tetap optimis bahwa  semua 
penderitaan tersebut suatu saat akan berakhir. Ketika itulah,  beliau 
berkata,“Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semua kepadaku,  
sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (Yusuf: 83).
Demikian  pula, Nabi Musa ‘alaihissalam pernah berdoa kepada Allah 
“Ya Tuhan  kami, sesungguhnya Engkau memberi kepada Fir’aun dan 
pemuka-pemuka  kaumnya perhiasan dan harta kekayaan pada kehidupan 
dunia. Ya Tuhan  kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari 
jalan-Mu. Ya Tuhan  kami, binasakan harta benda mereka, dan kuncilah 
mati hati mereka,  karena mereka tidak beriman hingga mereka melihat 
siksaan yang pedih.”  (Yunus: 88). Namun konon Allah baru mengabulkan 
doa beliau tersebut,  sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah 
“Sesungguhnya permohonan kalian  berdua dikabulkan” (Yunus: 89), setelah
 empat puluh tahun lamanya!  Padahal yang berdoa adalah Nabi Musa 
‘alaihissalam, salah seorang dari  rasul-rasul Ulul ‘Azmi, sedangkan 
yang mengamininya adalah Nabi Harun  ‘alaihissalam, seorang nabi yang 
mulia. Keduanya telah memenuhi semua  syarat dan etika berdoa. Sementara
 pihak yang didoakan celaka ialah  Fir’aun dan konco-konconya, yang 
sudah jelas manusia paling dzalim,  fasik, dan kafir saat itu. Meski 
begitu, doa Nabi Musa tidak segera  dikabulkan Allah, sebab doa tersebut
 adalah doa yang tidak sembarang  doa. Diperlukan kerja keras dan 
pengorbanan untuk mewujudkannya. Itulah  yang dimaksud dengan takaran 
doa. Dan ini harus benar-benar kita pahami.
Itulah  beberapa hal yang menjadi penyebab sebuah doa tidak terkabul,
 berikut  hikmah yang ada dibaliknya. Dengan mengetahui penyebab-peyebab
 dan  hikmah-hikmah tersebut, semoga kita menjadi orang-orang yang tidak
  pernah bosan berdoa, karena doa adalah inti ibadah. 
 Wallahu a’lam  
bish-shawab. 
12.53



0 komentar:
Posting Komentar