MENJAGA LISAN
Lisan merupakan salah satu nikmat panca indra yang dikaruniakan Allah
kepada kita. Dengan lisan manusia bisa berbicara, berkomunikasi, dan
berinteraksi dengan sesamanya. Begitu besar manfaat lisan itu, tapi
sebaliknya besar pula bahaya yang ditimbulkan dan disebabkan olehnya
kalau dipergunakan kepada jalan yang salah.
Setiap gerak-gerik dan ucapan manusia selalu tidak lepas dari pengawasan Allah dan dicatat oleh malaikat Raqib dan ‘Atid, firman Allah :
“ Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi”. (QS 89:14).
Karena selalu diawasi, bagaimanakah manusia menjaga lisan itu sesuai dengan fitrahnya ?
1. Selalu berkata yang baik.
Selalu berkata yang baik harus menjadi sikap hidup bagi orang yang beriman. Dari Abu Hurairah t Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُتْ
“ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. (Bukhari dan Muslim).
Menurut Imam Syafi’i apabila seseorang hendak berbicara pikirkanlah
sebelumnya, seandainya sudah jelas kemashlahatannya maka ucapkanlah
namun apabila ragu dengan perkataannya itu jangan disampaikan hingga
jelas kemashlahatannya.
2. Tidak berdusta.
Para ahli bahasa telah bersepakat bahwa dusta atau bohong ialah
menyampaikan informasi (laporan, data, pertanggung jawaban) yang tidak
sesuai dengan yang sebenarnya. Firman Allah :
” Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu katakan”. (QS 61:3).
Rasulullah bersabda:
أَرْبَعٌ
مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا, وَمَنْ كَانَ فِيْهِ
خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ الّنِفَاقِ حَتَّى
يَدَعَهُنَّ: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ, وَإِذَا حَدَثَ كَذَبَ,
وَإِذَاعَاهَدَ غَدَرَ, وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ ( متفق عليه )
Empat perkara apabila ada
pada diri seseorang, maka ia adalah seorang munafik tulen, dan barang
siapa yang ada dalam dirinya salah satunya, maka ia telah memiliki salah
satu sifat kemunafikan sampai ia meningalkannya : Apabila diberi
kepercayaan ia berkhianat, apabila berbicara ia bohong, apabila berjanji
ia melanggarnya, dan apabila berbantahan (bermusuhan ) ia berbuat
fasik. (muttafaqun ‘alaih ).
3. Tidak menggunjing.
Firman Allah yang artinya:
“ Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.(QS 49:12).
Sedangkan yang dimaksud dengan menggunjing ialah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah :
اَلْغِيْبَةُ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
“Ghibah ialah engkau menyebut saudaramu tentang apa-apa yang tidak disenanginya”. (H.R Muslim).
Menurut An-Nawawi, bahwa yang dimaksud oleh hadits tersebut diatas
ialah menyebut kekurangan dan keburukan seseorang dalam hal dunianya,
agamanya, akhlaknya, istri dan anaknya, suaminya, hartanya, rumah
tangganya, pakaiannya, gaya jalannya, pembantu rumah tangganya, baik
menyebut dengan lisan maupun dengan bahasa isyarat kedipan mata, tangan
dan sebagainya.
4. Tidak menghina sesama muslim.
Sebagai orang yang beriman kita tidak boleh menghina, mencela dan
melaknat seseorang, sebagaimana firman Allah I yang artinya: “Hai
orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum memperolok kaum yang lain,
karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka yang
mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok)
wanita-wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olok
itu) lebih baik dari wanita yang mengolok-olok, dan janganlah kamu
mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar
yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan buruk sesudah iman
dan barang siapa tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang
zalim”.(QS 49 :11).
Adapun yang dimaksud dengan mencela diri sendiri pada ayat di atas
ialah mencela sesama muslim. Sebab orang Islam itu bersaudara seperti
satu badan, jadi menghina seorang muslim berarti menghina diri sendiri. Sedangkan panggilan buruk yang dimaksud ialah memanggil seseorang
dengan panggilan/gelar yang tidak ia sukai, seperti pangilan kepada
seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata: Hai fasik, dan kata-kata
sejenisnya.
5. Tidak berkata kotor.
Yaitu perkataan yang tidak sopan, tidak pantas didengar dan jorok,
hal tersebut bisa mengakibatkan orang yang mendengarnya menjadi
tersinggung dan sakit hati. Allah I tidak menyukai orang yang
berkata-kata kotor. Sabda Rasulullah :
إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْفَاحِشَ الْمُتَفَحِّشَ
“ Sesungguhnya Allah
tidak suka kepada orang yang kotor perkataannya menyebabkan orang lain
berkata kotor pula”. (Lihat : Ibnu Hibban 5177, Mawaridu Al-Dzam’an
1566, Ahmad 6514, Kasyfu Al-Khafa 736, Hadits Hasan).
6. Menjauhi pertengkaran dan perdebatan
Dalam suatu riwayat, Nabi pernah mendatangi sahabat beliau yang
sedang berdebat, seraya beliau menegur dan melarang perbuatan itu, lalu
beliau bersabda :
مَنْ
تَرَكَ اْلكَذِبَ وَهُوَ بَاطِلٌ بُنِيَ لَهُ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ
وَمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بُنِيَ لَهُ فِي وَسَطِهَا
وَمَنْ حَسُنَ خُلُقُهُ بُنِيَ لَهُ فِي أَعْلاَهَا
“Barang siapa yang meninggalkan dusta sedang dia dalam keadaan salah, dibangunkan )(oleh Allah) I
untuknya (sebuah rumah) dipinggir surga. Dan barang siapa meninggalkan
perdebatan sedangkan dia dalam keadaan benar, dibangunkan (oleh Allah)
untuknya dipertengahannya dan barangsiapa yang baik akhlaknya
dibangunkan untuknya (rumah) yang paling tinggi”. (H.R Tirmidzi dan berkata: Hadits Hasan).
Apalagi pada masa kini, pertengkaran dan perdebatan semakin meningkat
dan banyak terjadi baik di pasar, di kantor, maupun di perusahaan.
Karena itu bagi orang-orang yang niat hidupnya untuk ibadah kepada
Allah , sudah tentu ia akan menghindari dan menjauhkannya baik dalam
keadaan bersalah ataupun benar.
Wallahua’lam bisshawab
Sumber : -Al-Adzkaar - Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimisyqa kitab Hifdzulisaan.
0 komentar:
Posting Komentar