Kecerdasan Spiritual: Kecerdasan Tertinggi
Menurut para ahli, ada banyak kecerdasan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia.
yakni kecerdasan abstrak (kemampuan
dalam memahami simbol matematis dan bahasa),
keceradasan konkret
(kemampuan dalam memahami objek yang nyata),
dan kecerdasan sosial
(kemampuan dalam memahami dan mengelola sebuah hubungan sosial).
yakni kecerdasan logika (kemampuan dalam
menalar dan menghitung),
kecerdasan verbal (kemampuan dalam
berkomunikasi),
kecerdasan praktik (kemampuan dalam mempraktikkan ide
yang ada dalam pikiran),
kecerdasan musikal (kemampuan dalam
merasakan/membuat nada dan irama),
kecerdasan intrapersonal (kemampuan
dalam memahami diri sendiri),
kecerdasan interpersonal (kemampuan dalam
memahami dan menjalin hubungan dengan orang lain),
dan kecerdasan
spasial (kemampuan dalam mengenali ruang atau dimensi).
Howard Gardner setidaknya membagi
kecerdasan menjadi delapan macam,
yakni kecerdasan linguistik (kemampuan
dalam berbahasa),
kecerdasan matematis-logis (kemampuan dalam berhitung
dan menalar),
kecerdasan visual-spasial (kemampuan dalam mengenali
ruang),
kecerdasan musikal (kemampuan dalam nada dan irama),
kecerdasan
natural (kemampuan dalam mengenali alam),
kecerdasan interpersonal
(kemampuan dalam bergaul),
kecerdasan intrapersonal (kemampuan dalam
mengenali diri),
dan kecerdasan kinestetik (kemampuan dalam mengelola
gerak tubuh).
Secara garis besar, setidaknya dikenal ada tiga macam jenis kecerdasan.
Yakni, pertama, kecerdasan intelektual atau Intelligence Quotient
(IQ). Kecerdasan ini adalah kemampuan potensial seseorang untuk
mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat-alat berpikir. Kecerdasan
ini bisa diukur dari sisi kekuatan verbal dan logika seseorang. Secara
teknis, kecerdasan intelektual ini pertama kali digagas dan ditemukan
oleh Alfred Binet.
Kedua, kecerdasan emosional atau Emotional Quotient
(EQ). Kecerdasan ini setidaknya terdiri dari lima komponen pokok, yakni
kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengatur sebuah
hubungan sosial. Kecerdasan emosional ini, secara teknis, pertama kali
digagas dan ditemukan oleh Daniel Goleman.
Ketiga, kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient
(SQ). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa
sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan
dalam melihat makna yang ada di balik sebuah kenyataan atau kejadian
tertentu. Secara teknis, kecerdasan spiritual yang sangat terkait dengan
persoalan makna dan nilai ini pertama kali digagas dan ditemukan oleh
Danah Zohar dan Ian Marshall.
Danah Zohar, dalam bukunya yang berjudul SQ: Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence,
menilai bahwa kecerdasan spiritual merupakan bentuk kecerdasan
tertinggi yang memadukan kedua bentuk kecerdasan sebelumnya, yakni
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Kecerdasan spiritual
dinilai sebagai kecerdasan yang tertinggi karena erat kaitannya dengan
kesadaran seseorang untuk bisa memaknai segala sesuatu dan merupakan
jalan untuk bisa merasakan sebuah kebahagiaan.
Apa yang disampaikan oleh Danah Zohar
sebagaimana tersebut sebenarnya tidak berlebihan. Bila ditinjau dari
segi kebutuhan manusia, Abraham Maslow juga menggolongkan kebutuhan
spiritual sebagai kebutuhan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Selengkapnya, urutan kebutuhan manusia menurut Maslow adalah
(1)
kebutuhan fisiologis, meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, maupun
kebutuhan biologis;
(2) kebutuhan keamanan, meliputi bebas dari rasa
takut dan merasa aman di mana pun berada;
(3) kebutuhan rasa memiliki
sosial dan kasih sayang, meliputi kebutuhan berkeluarga, persahabatan,
dan menjalin interaksi serta berkasih sayang;
(4) kebutuhan akan
penghargaan, meliputi kebutuhan akan kehormatan, status, harga diri,
maupun mendapatkan perhatian dari orang lain;
(5) kebutuhan aktualisasi
diri, meliputi kebutuhan untuk eksistensi diri dalam kehidupan.
Kebutuhan aktualisasi diri ini adalah kebutuhan yang berkaitan erat
dengan kejiwaan dan merupakan kebutuhan spiritual seorang manusia.
Meskipun kecerdasan spiritual dinilai
sebagai kecerdasan yang paling tinggi, ternyata ia juga dibangun dari
dua kecerdasan sebelumnya, yakni kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional. Menurut penulis, memang ketiga jenis kecerdasan tersebut
jangan sampai kita abaikan salah satunya karena kita lebih memilih
kecerdasan yang lainnya.
Peran Orangtua
Kecerdasan intelektual anak-anak kita
sudah dikembangkan sedemikian rupa dalam lembaga pendidikan formal atau
reguler di negeri tercinta ini, maka tugas orangtua hanya tinggal
membantu dan mendampingi sang anak ketika belajar di rumah. Selanjutnya,
orangtua berupaya untuk mempunyai perhatian yang besar dalam
mengembangkan kecerdasan emosional, lebih khusus kecerdasan sosialnya.
Selanjutnya, kecerdasan yang harus
mendapatkan perhatian dari orangtua adalah mengembangkan kecerdasan
spiritual pada anak-anak kita. Mengingat betapa penting kecerdasan
spiritual anak kita untuk dikembangkan karena hal ini berkaitan dengan
kemampuan dalam memahami makna hidup dan kebahagiaan.
Sebagian besar orangtua tidak segan
bekerja siang dan malam agar kebutuhan anak-anaknya terpenuhi.
Tidak
sedikit orangtua yang berusaha sekuat tenaga agar anak-anaknya dapat
belajar di sekolah yang terbaik; meskipun untuk urusan ini kemungkinan
besar membutuhkan biaya yang mahal. Orangtua juga berusaha bagaimana
bisa menemani anak-anaknya ketika belajar di rumah. Ketika orangtua
tidak mampu terhadap pelajaran tertentu, tak segan pula memanggilkan
guru privat untuk anak-anaknya. Itu semua dilakukan orangtua agar
anak-anaknya pandai dan mendapatkan nilai yang baik. Inilah bentuk
kepedulian orangtua dalam mengembangkan kecerdasan intelektual
anak-anaknya.
Tidak hanya pandai, orangtua juga
menginginkan agar anak-anaknya dapat mencapai kesuksesan, baik itu dalam
karier maupun dalam hidup bermasyarakat. Untuk harapan yang baik dan
mulia ini orangtua dapat mengembangkan kecerdasan emosional, atau lebih
khusus lagi juga kecerdasan sosial dari anak-anaknya.
Namun, kepandaian dan kesuksesan yang
dapat diraih oleh seseorang seakan menjadi tidak berarti bila seseorang
dalam hidupnya tak juga bisa merasakan kebahagiaan. Di sinilah
sesungguhnya posisi kecerdasan spiritual dinilai sebagai kecerdasan yang
paling tinggi bila dibandingkan dengan kecerdasan yang lainnya karena
terkait erat dengan kemampuan memaknai segala sesuatu dan kebahagiaan.
Apakah gunanya kepandaian dan kesuksesan
apabila seseorang tidak dapat merasakan kebahagiaan dalam hidupnya?
Barangkali pertanyaan demikian yang membuat kita lebih serius dan
memperbesar perhatian terhadap pentingnya untuk mengembangkan kecerdasan
spiritual pada anak-anak kita. Apalagi, roda zaman terus berputar
sehingga persoalan kehidupan di masa mendatang akan semakin kompleks.
Tidak ada alasan bagi orangtua untuk tidak memerhatikan masalah
kecerdasan spiritual ini. Dengan demikian, semoga anak-anak kita kelak
dapat menjadi orang yang dapat menghadapi tantangan kehidupan dengan
baik dan dapat meraih kebahagiaan.
Salam keluarga bahagia,
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Muhaimin Azzet
0 komentar:
Posting Komentar