Terapi Penyakit Hati
Mukaddimah
Agama
Allah Ta’ala yang hanif ini tidak hanya membimbing dan mengarahkan
umatnya agar senantiasa konsisten menjaga kesehatan tubuh dan fisiknya,
tetapi lebih dari itu; menjaga kesehatan hati dan jiwanya agar senatiasa
bersih dari berbagai jenis penyakit yang dapat menggerogotinya. Karena
pada saatnya nanti, hanya hati yang bersih saja yang sanggup menuju
Allah, yaitu masa ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna untuk
para pemiliknya di dunia dahulu. Firman-Nya:
”Pada hari itu tidak berguna lagi harta dan anak-anak, kecuali yang kembali kepada Allah dengan hati yang lurus.” (QS. Asy-Syu’araa: 88)
Sangat
banyak ayat Allah Ta’ala dan hadits Rasulullah saw. yang menyinggung
tentang hati yang semua itu tentu saja mengisyaratkan besarnya perhatian
Allah dan Rasul-Nya terhadap hati manusia yang menjadi inti dan pusat
kendali seluruh gerak dan aktivitasnya. Bersih dan kotornya hati
seseorang akan segera berdampak pada prilaku dan perbuatannya. Maka
dalam salah satu hadits Rasulullah saw. bersabda, “….Bahwa dalam
diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik
pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh
perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari)
Ada
beberapa penafsiran terkait dengan ‘hati’ pada hadits di atas. Apakah
yang dimaksud adalah gumpalan daging dengan makna sebenarnya yang juga
merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia, sehingga dada
Rasulullah saw. dibedah oleh malaikat dan dibersihkan hatinya sebelum
beliau diisra’ mi’rajkan, ataukah ‘hati’ dengan makna implicit; sesuatu
yang dapat kita rasakan kehadirannya dalam diri kita.
Terlepas
dari semua itu, kita yakin bahwa pada diri setiap kita ada hati yang
menjadi pusat control prilaku dan tindakan, serta memberi pengaruh
sangat besar terhadap apapun yang kita lakukan. Oleh karena itu, kita
harus selalu berusaha agat hati kita bersih dari titik-titik hitam yang
akan selalu menodainya seiring dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan,
sehingga hati itu menjadi hitam pekat karenanya.
Demikianlah
makna salah satu sabda Rasulullah saw., bahwa tidaklah seorang hamba
melakukan sebuah dosa kecuali ada noda hitam pada hatinya, bila ia
segera beristigfar seraya bertaubat nasuha maka noda hitam itu pun sirna
dan hatinya jadi bersih kembali. Tapi bila dosa dan kemaksiatan semakin
bertambah maka noktah hitam pun akan semakin bertambah hingga hatimnya
hitam pekat.
Inilah
yang dimaksud oleh firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an, “Di dalam hati
mereka ada penyakit, lalu Allah menambahkan penyakit itu atas mereka dan
bagi mereka siksa yang pedih perih.
Dahsyatnya Penyakit Hati
Menterapi
penyakit fisik jauh lebih mudah daripada menterapi penyakit hati, karena
penyakit yang menimpa fisik dapat dirasakan dampaknya secara langsung,
atau melalui proses diagnosa dan setelah itu dokter akan memberikan
jenis pengobatan yang tepat untuk menghilangkan penyakit tersebut.
Berbeda dengan penyakit hati yang terkadang tidak dapat diketahui dan
dirasakan oleh yang mengidapnya, dan kalau pun orang tersebut mengetahui
bahwa dirinya mengidap penyakit tersebut, maka ia butuh perjuangan
besar untuk mengatasinya.
Bila
seseorang mengidap penyakit hati maka dampaknya sungguh sangat dahsyat.
Ia tidak hanya tak mampu marasakan ketenangan, kentraman dan kebahagiaan
dalam hidupnya, tapi penyakit hati itu secara perlahan akan
menggerogoti fisiknya hingga membuatnya didera berbagai penyakit. Karena
itu, terkadang ada korelasi kuat antara penyakit hati dan penyakit
fisik yang menimpa seseorang.
Maksiat Pangkal Penyakit Hati
Berbagai
jenis penyakit hati akan dengan mudah bersarang dalam hati seseorang
yang kerap melakukan kemaksiatan. Karena itu akan membuat hatinya gelap
hingga tak dapat menyaksikan kebenaran dan kebaikan yang ada
disekelilingnya. Sehingga berbagai jenis penyakit pun bermunculan dan
menampak dalam tindakan dan prilaku sehari-hari.
Bukan
hanya itu, kemaksiatan juga membuat seseorang merasakan kehampaan jiwa,
melemahkan hati, fisik dan kemauan, menghalanginya melakukan ketaatan,
kehilangan rasa malu, hati menjadi gelap dan kehinaan dari Allah Ta’ala,
dan masihkah ada makna kehidupan bila Allah Ta’ala telah
menghinakannya? Masih
banyak dampak buruk bagi hati dan jiwa seseorang disebabkan kemaksiatan
yang dilakukan. Allah Ta’ala sendiri menambahkan penyakit dalam hati
sakit namun enggan membersihkannya dan bertaubat kepada-Nya.
Beberapa jenis Penyakit Hati
- Ujub
Tak satu
pun yang kita miliki di dunia kecuali bahwa itu milik Allah Ta’ala. Apa
yang ia anugerahkan kepada kita berupa keindahan rupa yang dapat membuat
orang lain terpesona, jangan sampai membuat kita ujub, geer
dan bangga diri yang hanya akan melahirkan sifat angkuh dan sombong.
Nikmat kesempurnaan fisik yang Allah berikan ini bahkan membuat banyak
orang lupa daratan dan bermaksiat kepada Sang Pencipta. Ia tak menyadari
bahwa suatu saat nanti tubuhnya akan renta dan rupanya menjadi buruk.
Oleh karena itu, Rasulullah saw. Mengajarkan kepada kita sebuah do’a saat bercermin:
“Ya
Allah, sebagaimana Engkau ciptakan aku dengan bentuk yang sempurna, maka
perbaiki pula akhlakku, dan haramkan wajahku dari siksa api neraka.”
Dengan doa
ini kita berharap Allah Ta’ala juga memperbaiki akhlak dan prilaku
kita, karena itulah sesungguhnya yang akan mengangkat derajat kita di
sisi Allah, dengan itu pula kita mampu meraih cinta manusia yang ada di
sekeliling kita.
- Riya
Setiap
amal shaleh yang kita lakukan hanya akan diterima Allah bila dilakukan
dengan penuh keikhlasan. Betapapun sangat banyak amal kebaikan yang
dilakukan bila disertai dengan sifat riya dan mengharap pujian manusia,
maka semua itu hanya sia-sia belaka. Maka Allah senantiasa memerintahkan
kita agar selalu ikhlas dalam beribadah kepada-Nya:
“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Allah
Ta’ala juga mengingatkan kita agar tidak membatalkan amal kebaikan kita
dengan mengungkitnya kembali agar manusia tahu bahwa kita seorang
dermawan.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya “ (QS. Al-Baqarah: 264)
- Kikir
Munculnya
sifat ini dalam diri seseorang sesungguhnya berpangkal dari
ketidaktahuannya bahwa nikmat yang ia peroleh segalanya dari Allah.
Demikian pula dengan harta yang dimilikinya. Ia hanya tahu bahwa
sepanjang hari ia habiskan untuk bekerja, peras keringat, banting
tulang, berangkat pagi pulang petang untuk mendapatkan harta dunia.
Perlahan
tapi pasti ia rengkuh segala yang diidamkannya; rumah besar, kendaraan
mewah dan sebagainya. Ia tidak menyadari bahwa pada harta yang ia miliki
ada hak orang miskin dan tidak berpunya yang harus ia keluarkan dalam
bentuk zakat, infak dan sadaqah.
Kesadaran
bahwa apa yang diperoleh adalah titipan sementara dari Allah, akan
menjadikannya sebagai muslim yang dermawan, dan itu juga adalah aplikasi
dari nilai-nilai syukur atas curahan nikmat-Nya. Kesadaran inilah yang
harus dibangun dalam diri setiap muslim, khususnya yang mereka yang
diberi keluasan rizki. Karena Allah niscaya menambahkan untuknya
nikmat-Nya bila ia pandai bersyukur:
“Apabila kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat itu untuk kalian.” (QS. Ibrahim: 7)
Dengan
demikian, tidak layak bagi kita memiliki sifat pelit alias kikir bin
bakhil. Karena harta yang dimiliki pada akhirnya akan menyeret kita ke
dalam neraka atau melapangkan jalan kita menuju syurga Allah Ta’ala.
- Angkuh
Ini adalah
penyakit hati yang akan mengundang murka Allah Ta’ala. Karena sifat ini
hanya berhak jadi milik Allah. Manusia sebagai makhluk yang memiliki
sangat banyak kelemahan dan ketidakmampuan membuatnya tidak berhak
secuil pun atas sifat ini Adanya
berbagai kelebihan dan keutamaan yang dimiliki kerap membuat seseorang
menjadi angkuh dan sombong, membuatnya memandang enteng orang lain.
Padahal seharusnya ia sadar bahwa kelebihan dan keutamaan tersebut
adalah pemberian Allah Ta’ala, sekaligus juga sebagai ujian baginya. Hal
ini digambarkan Allah dalam firman-Nya:
“Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan
diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah
memuliakanku”. (QS. Al-Fajr: 15)
Bila
kemuliaan dan keutamaan itu memunculkan kesombongan dan keangkuhan dalam
diri, maka itu hanya akan mengundang murka dan siksa Allah. Tapi bila
itu membuat pemiliknya tetap rendah hati, maka ia akan meraih cinta
Allah dan manusia.
Dan masih
sangat banyak jenis penyakit hati yang dapat mengidap dalam diri kita.
Juga antara lain adalah iri, dengki, dendam, buruk sangka dan
sebagainya. Semoga kita terhindar dari semua itu. Terapi Penyakit Hati
- Ikhlas
Ikhlas
adalah salah satu amal hati dan berada pada bagian pertama dari
rangkaian seluruh amal-amal hati. Kesempurnaan sebuah amal, diterima
atau ditolaknya ia tergantung pada amal hati ini; ikhlas atau tidak.
Ketika ada niat lain mengiringi amal yang dilakukan maka itu telah
menodai kesempurnaan amal tersebut, hingga membuatnya ditolak oleh Allah
Ta’ala. Karena itu, landasan amal yang ikhlas adalah memurnikan niat
karena Allah semata.
Mukmin
yang lurus mampu menjadikan dorongan agama di dalam hatinya mengalahkan
dorongan hawa nafsunya, motivasi akhiratnya sanggup menaklukkan motivasi
dunianya, mengutamakan apa yang ada di sisi Allah daripada yang ada di
sisi manusia, menjadikan niat, ucapan, dan seluruh amalnya bagi Allah,
dan menjadikan shalat, ibadah, hidup dan matinya hanya untuk Allah
semata.
- Tawakkal
Tak ada
sesuatu pun yang menimpa kita di dunia ini; besar atau kecil, kecuali
bahwa Allah telah menetapkannya sebelum kita lahir. Maka setelah kita
berikhtiar dan berusaha secara maksimal, akhir dari itu adalah
kepasrahan diri dan tawakkal atas apa yang ditakdirkan bagi kita. Sifat
inilah yang membuat seorang muslim ikhlas dan redha menerima segala yang
terjadi pada dirinya. Allah berfirman:
“Katakanlah:
“Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah
ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada
Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal..” (QS. At-Taubah: 51)
- Zikir dan Istighfar
Zikir
adalah amalan yang diperintahkan Allah Ta’ala kepada kita. Karena dengan
zikir ini kita dapat menghadirkan Allah dalam diri kita, kapan pun dan
dimana pun kita berada. Ketika muroqobah (pengawasan) Allah melekat
dalam diri kita, maka selalu ada usaha agar berbagai aktivitas yang
dilakukan senantiasa berada dalam bingkai syariat dan sunnah Rasul-Nya.
Kita juga
tidak pernah lepas dari dosa dan kesalahan, sehingga lantunan istighfar
harus diperbanyak. Bahkan Rasulullah saw. Beristighfar 100 kali setiap
hari, padahal beliau telah dijamin masuk syurga. Maka kita yang tidak
mendapatkan jaminan tersebut selayaknya lebih banyak dari jumlah
istighfar Rasulullah saw.
Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar