Jumat, 10 Mei 2013

Kita Tidak Pernah Lepas Dari Dosa Dan Kesalahan

Terapi Penyakit Hati

Mukaddimah
Agama Allah Ta’ala yang hanif ini tidak hanya membimbing dan mengarahkan umatnya agar senantiasa konsisten menjaga kesehatan tubuh dan fisiknya, tetapi lebih dari itu; menjaga kesehatan hati dan jiwanya agar senatiasa bersih dari berbagai jenis penyakit yang dapat menggerogotinya. Karena pada saatnya nanti, hanya hati yang bersih saja yang sanggup menuju Allah, yaitu masa ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna untuk para pemiliknya di dunia dahulu. Firman-Nya:


”Pada hari itu tidak berguna lagi harta dan anak-anak, kecuali yang kembali kepada Allah dengan hati yang lurus.” (QS. Asy-Syu’araa: 88)

Sangat banyak ayat Allah Ta’ala dan hadits Rasulullah saw. yang menyinggung tentang hati yang semua itu tentu saja mengisyaratkan besarnya perhatian Allah dan Rasul-Nya terhadap hati manusia yang menjadi inti dan pusat kendali seluruh gerak dan aktivitasnya. Bersih dan kotornya hati seseorang akan segera berdampak pada prilaku dan perbuatannya. Maka dalam salah satu hadits Rasulullah saw. bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.”  (HR Imam Al-Bukhari)               

Ada beberapa penafsiran terkait dengan ‘hati’ pada hadits di atas. Apakah yang dimaksud adalah gumpalan daging dengan makna sebenarnya yang juga merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia, sehingga dada Rasulullah saw. dibedah oleh malaikat dan dibersihkan hatinya sebelum beliau diisra’ mi’rajkan, ataukah ‘hati’ dengan makna implicit; sesuatu yang dapat kita rasakan kehadirannya dalam diri kita.

Terlepas dari semua itu, kita yakin bahwa pada diri setiap kita ada hati yang menjadi pusat control prilaku dan tindakan, serta memberi pengaruh sangat besar terhadap apapun yang kita lakukan. Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha agat hati kita bersih dari titik-titik hitam yang akan selalu menodainya seiring dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan, sehingga hati itu menjadi hitam pekat karenanya.

Demikianlah makna salah satu sabda Rasulullah saw., bahwa tidaklah seorang hamba melakukan sebuah dosa kecuali ada noda hitam pada hatinya, bila ia segera beristigfar seraya bertaubat nasuha maka noda hitam itu pun sirna dan hatinya jadi bersih kembali. Tapi bila dosa dan kemaksiatan semakin bertambah maka noktah hitam pun akan semakin bertambah hingga hatimnya hitam pekat.

Inilah yang dimaksud oleh firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an, “Di dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambahkan penyakit itu atas mereka dan bagi mereka siksa yang pedih perih.

Dahsyatnya Penyakit Hati
Menterapi penyakit fisik jauh lebih mudah daripada menterapi penyakit hati, karena penyakit yang menimpa fisik dapat dirasakan dampaknya secara langsung, atau melalui proses diagnosa dan setelah itu dokter akan memberikan jenis pengobatan yang tepat untuk menghilangkan penyakit tersebut. Berbeda dengan penyakit hati yang terkadang tidak dapat diketahui dan dirasakan oleh yang mengidapnya, dan kalau pun orang tersebut mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit tersebut, maka ia butuh perjuangan besar untuk mengatasinya.

Bila seseorang mengidap penyakit hati maka dampaknya sungguh sangat dahsyat. Ia tidak hanya tak mampu marasakan ketenangan, kentraman dan kebahagiaan dalam hidupnya, tapi penyakit hati itu secara perlahan akan menggerogoti fisiknya hingga membuatnya didera berbagai penyakit. Karena itu, terkadang ada korelasi kuat antara penyakit hati dan penyakit fisik yang menimpa seseorang.

Maksiat Pangkal Penyakit Hati
Berbagai jenis penyakit hati akan dengan mudah bersarang dalam hati seseorang yang kerap melakukan kemaksiatan. Karena itu akan membuat hatinya gelap hingga tak dapat menyaksikan kebenaran dan kebaikan yang ada disekelilingnya. Sehingga berbagai jenis penyakit pun bermunculan dan menampak dalam tindakan dan prilaku sehari-hari.

Bukan hanya itu, kemaksiatan juga membuat seseorang merasakan kehampaan jiwa, melemahkan hati, fisik dan kemauan, menghalanginya melakukan ketaatan, kehilangan rasa malu, hati menjadi gelap dan kehinaan dari Allah Ta’ala, dan masihkah ada makna kehidupan bila Allah Ta’ala telah menghinakannya? Masih banyak dampak buruk bagi hati dan jiwa seseorang disebabkan kemaksiatan yang dilakukan. Allah Ta’ala sendiri menambahkan penyakit dalam hati sakit namun enggan membersihkannya dan bertaubat kepada-Nya.

Beberapa jenis Penyakit Hati
  1. Ujub
Tak satu pun yang kita miliki di dunia kecuali bahwa itu milik Allah Ta’ala. Apa yang ia anugerahkan kepada kita berupa keindahan rupa yang dapat membuat orang lain terpesona, jangan sampai membuat kita ujub, geer dan bangga diri yang hanya akan melahirkan sifat angkuh dan sombong. Nikmat kesempurnaan fisik yang Allah berikan ini bahkan membuat banyak orang lupa daratan dan bermaksiat kepada Sang Pencipta. Ia tak menyadari bahwa suatu saat nanti tubuhnya akan renta dan rupanya menjadi buruk.

Oleh karena itu, Rasulullah saw. Mengajarkan kepada kita sebuah do’a saat bercermin:

“Ya Allah, sebagaimana Engkau ciptakan aku dengan bentuk yang sempurna, maka perbaiki pula akhlakku, dan haramkan wajahku dari siksa api neraka.”

Dengan doa ini kita berharap Allah Ta’ala juga memperbaiki akhlak dan prilaku kita, karena itulah sesungguhnya yang akan mengangkat derajat kita di sisi Allah, dengan itu pula kita mampu meraih cinta manusia yang ada di sekeliling kita.
  1. Riya
Setiap amal shaleh yang kita lakukan hanya akan diterima Allah bila dilakukan dengan penuh keikhlasan. Betapapun sangat banyak amal kebaikan yang dilakukan bila disertai dengan sifat riya dan mengharap pujian manusia, maka semua itu hanya sia-sia belaka. Maka Allah senantiasa memerintahkan kita agar selalu ikhlas dalam beribadah kepada-Nya:

“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Allah Ta’ala juga mengingatkan kita agar tidak membatalkan amal kebaikan kita dengan mengungkitnya kembali agar manusia tahu bahwa kita seorang dermawan.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya “ (QS. Al-Baqarah: 264)
  1. Kikir
Munculnya sifat ini dalam diri seseorang sesungguhnya berpangkal dari ketidaktahuannya bahwa nikmat yang ia peroleh segalanya dari Allah. Demikian pula dengan harta yang dimilikinya. Ia hanya tahu bahwa sepanjang hari ia habiskan untuk bekerja, peras keringat, banting tulang, berangkat pagi pulang petang untuk mendapatkan harta dunia.

Perlahan tapi pasti ia rengkuh segala yang diidamkannya; rumah besar, kendaraan mewah dan sebagainya. Ia tidak menyadari bahwa pada harta yang ia miliki ada hak orang miskin dan tidak berpunya yang harus ia keluarkan dalam bentuk zakat, infak dan sadaqah.

Kesadaran bahwa apa yang diperoleh adalah titipan sementara dari Allah, akan menjadikannya sebagai muslim yang dermawan, dan itu juga adalah aplikasi dari nilai-nilai syukur atas curahan nikmat-Nya. Kesadaran inilah yang harus dibangun dalam diri setiap muslim, khususnya yang mereka yang diberi keluasan rizki. Karena Allah niscaya menambahkan untuknya nikmat-Nya bila ia pandai bersyukur:

“Apabila kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat itu untuk kalian.” (QS. Ibrahim: 7)

Dengan demikian, tidak layak bagi kita memiliki sifat pelit alias kikir bin bakhil. Karena harta yang dimiliki pada akhirnya akan menyeret kita ke dalam neraka atau melapangkan jalan kita menuju syurga Allah Ta’ala.
  1. Angkuh
Ini adalah penyakit hati yang akan mengundang murka Allah Ta’ala. Karena sifat ini hanya berhak jadi milik Allah. Manusia sebagai makhluk yang memiliki sangat banyak kelemahan dan ketidakmampuan membuatnya tidak berhak secuil pun atas sifat ini Adanya berbagai kelebihan dan keutamaan yang dimiliki kerap membuat seseorang menjadi angkuh dan sombong, membuatnya memandang enteng orang lain. Padahal seharusnya ia sadar bahwa kelebihan dan keutamaan tersebut adalah pemberian Allah Ta’ala, sekaligus juga sebagai ujian baginya. Hal ini digambarkan Allah dalam firman-Nya:

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. (QS. Al-Fajr: 15)

Bila kemuliaan dan keutamaan itu memunculkan kesombongan dan keangkuhan dalam diri, maka itu hanya akan mengundang murka dan siksa Allah. Tapi bila itu membuat pemiliknya tetap rendah hati, maka ia akan meraih cinta Allah dan manusia.

Dan masih sangat banyak jenis penyakit hati yang dapat mengidap dalam diri kita. Juga antara lain adalah iri, dengki, dendam, buruk sangka dan sebagainya. Semoga kita terhindar dari semua itu. Terapi Penyakit Hati
  1. Ikhlas
Ikhlas adalah salah satu amal hati dan berada pada bagian pertama dari rangkaian seluruh amal-amal hati. Kesempurnaan sebuah amal, diterima atau ditolaknya ia tergantung pada amal hati ini; ikhlas atau tidak. Ketika ada niat lain mengiringi amal yang dilakukan maka itu telah menodai kesempurnaan amal tersebut, hingga membuatnya ditolak oleh Allah Ta’ala. Karena itu, landasan amal yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah semata. 

Mukmin yang lurus mampu menjadikan dorongan agama di dalam hatinya mengalahkan dorongan hawa nafsunya, motivasi akhiratnya sanggup menaklukkan motivasi dunianya, mengutamakan apa yang ada di sisi Allah daripada yang ada di sisi manusia, menjadikan niat, ucapan, dan seluruh amalnya bagi Allah, dan menjadikan shalat, ibadah, hidup dan matinya hanya untuk Allah semata.
  1. Tawakkal
Tak ada sesuatu pun yang menimpa kita di dunia ini; besar atau kecil, kecuali bahwa Allah telah menetapkannya sebelum kita lahir. Maka setelah kita berikhtiar dan berusaha secara maksimal, akhir dari itu adalah kepasrahan diri dan tawakkal atas apa yang ditakdirkan bagi kita. Sifat inilah yang membuat seorang muslim ikhlas dan redha menerima segala yang terjadi pada dirinya. Allah berfirman:

Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal..” (QS. At-Taubah: 51)
  1. Zikir dan Istighfar
Zikir adalah amalan yang diperintahkan Allah Ta’ala kepada kita. Karena dengan zikir ini kita dapat menghadirkan Allah dalam diri kita, kapan pun dan dimana pun kita berada. Ketika muroqobah (pengawasan) Allah melekat dalam diri kita, maka selalu ada usaha agar berbagai aktivitas yang dilakukan senantiasa berada dalam bingkai syariat dan sunnah Rasul-Nya.

Kita juga tidak pernah lepas dari dosa dan kesalahan, sehingga lantunan istighfar harus diperbanyak. Bahkan Rasulullah saw. Beristighfar 100 kali setiap hari, padahal beliau telah dijamin masuk syurga. Maka kita yang tidak mendapatkan jaminan tersebut selayaknya lebih banyak dari jumlah istighfar Rasulullah saw.

Wallahu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution