Dasar agama Islam ialah hanya beramal dengan Kitabullah dan Sunnah
rasulNya. Keduanya adalah sebagai marja’ –rujukan- setiap perselisihan
yang ada di tengah-tengah kaum muslimin. Siapa yang tidak mengembalikan
kepada keduanya maka dia bukan seorang mukmin. Allah berfirman, “Maka
demi Rabmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An Nisa : 65).
Telah mafhum bersama bahwa Allah menciptakan manusia bukan untuk
suatu urusan yang sia-sia, tetapi untuk satu tujuan agung yang
kemaslahatannya kembali kepada manusia yaitu agar beribadah kepadaNya.
Kemudian tidak hanya itu saja, tetapi Allah juga mengutus rasulNya untuk
menerangkan kepada manusia jalan yang lurus dan memberikan hidayah
–dengan izin Allah- kepada sirotil azizil hamid. Allah berfirman, “Dan
Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar
kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu
dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS An Nahl :
64).
Sungguh, betapa besar rahmat Allah kepada kita, dengan diutusnya
Rasulullah, Allah telah menyempurnakan agama ini. Allah telah berfirman,
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu ni’matKu dan telah Kuridhoi islam itu jadi agama
bagimu…” (QS Al Maidah : 3). Tak ada satu syariatpun yang Allah
syariatkan kepada kita melainkan telah disampaikan oleh rasulNya. Aisyah
berkata kepada Masyruq, “Siapa yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad
itu telah menyembunyikan sesuatu yang Allah telah turunkan padanya, maka
sungguh ia talah berdusta !” (HR. Bukhori Muslim).
Berkat Al Imam As Syatibi, “Tidaklah Nabi meninggal kecuali beliau
telah menyampaikan seluruh apa yang dibutuhkan dari urusan dien dan
dunia…” Berkat Ibnu Majisyun, “Aku telah mendengar Malik berkata,
“Barang siapa yang membuat bid’ah (perkara baru dalam Islam), kemudian
menganggapnya baik, maka sungguh dia telah mengira bahwa Muhammad telah
menghianati risalah, karena Allah telah berfirman, “Pada hari ini telah
Kusempurnakan unutukmu agamamu…””” (QS Al Maidah : 3).
Kaum muslimin –rahimakumullah-, sahabat Ibnu Mas’ud telah berkata,
“Ikutilah, dan jangan kalian membuat perkara baru !”. Suatu peringatan
tegas dimana kita tidak perlu untuk menambah–nambah sesuatu yang baru
atau bahkan mengurangi sesuatu dalam hal agama. Banyak ide atau atau
anggapan–anggapan baik dalam agama yang tidak ada contohnya bukanlah
perbuatan terpuji yang akan mendatangkan pahala, tetapi justru yang
demikian itu berarti menganggap kurang atas syariat yang telah dibawa
oleh rasulullah, dan bahkan yang demikian itu dianggap telah membuat
syariat baru. Seperti perkataan Iman Syafi’i, ”Siapa yang membuat
anggapan-anggapan baik dalam agama sungguh ia telah membuat syariat
baru.”
Ucapan “shodaqollahul adzim” setelah membaca Al Quran atau satu ayat
darinya bukanlah hal yang asing di kalangan kita kaum muslimin -sangat
disayangkan-. Dari anak kecil sampai orang tua , pria atau wanita sudah
biasa mengucapkan itu. Tak ketinggalan pula –sayangnya- para qori Al
Quran dan para khotib di mimbar-mimbar juga mengucapkannya bila selesai
membaca satu atau dua ayat AlQuran. Ada apa memangnya dengan kalimat itu
?
Kaum muslimin rahimakumullah-, mengucapkan “shodaqollahul adzim”
setelah selasai membaca Al Quran baik satu ayat atau lebih adalah
bid’ah, perhatikanlah keterangan- keterangan berikut ini.
Pertama
Dalam shahih Bukhori no. 4582 dan shahih Muslim no. 800, dari hadits Abdullah bin Mas’ud berkata, “Berkata Nabi kepadaku, “Bacakanlah padaku.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku bacakan kepadamu sedangkan kepadamu telah diturunkan?” beliau menjawab, “ya”. Maka aku membaca surat An Nisa hingga ayat “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS An Nisa : 41) beliau berkata, “cukup”. Lalu aku (Ibnu Masud) menengok kepadanya ternyata kedua mata beliau berkaca-kaca.”
Dalam shahih Bukhori no. 4582 dan shahih Muslim no. 800, dari hadits Abdullah bin Mas’ud berkata, “Berkata Nabi kepadaku, “Bacakanlah padaku.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku bacakan kepadamu sedangkan kepadamu telah diturunkan?” beliau menjawab, “ya”. Maka aku membaca surat An Nisa hingga ayat “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS An Nisa : 41) beliau berkata, “cukup”. Lalu aku (Ibnu Masud) menengok kepadanya ternyata kedua mata beliau berkaca-kaca.”
Sahabat Ibnu Mas’ud dalam hadits ini tidak menyatakan “sodaqollahul
adzim” setelah membaca surat An Nisa tadi. Dan tidak pula Nabi
memerintahkannya untuk menyatakan “shodaqollahul adzim”, beliau hanya
mengatakan kepada Ibnu Mas’ud “cukup”.
Kedua
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 6 dan Muslim no. 2308 dari sahabat Ibnu Abbas beliau berkata, “Adalah Rasulullah orang yang paling giat dan beliau lebih giat lagi di bulan ramadhan, sampai saat Jibril menemuinya –Jibril selalu menemuinya tiap malam di Bulan Ramadhan- bertadarus Al Quran bersamanya”.
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 6 dan Muslim no. 2308 dari sahabat Ibnu Abbas beliau berkata, “Adalah Rasulullah orang yang paling giat dan beliau lebih giat lagi di bulan ramadhan, sampai saat Jibril menemuinya –Jibril selalu menemuinya tiap malam di Bulan Ramadhan- bertadarus Al Quran bersamanya”.
Tidak dinukil satu kata pun bahawa Jibril atau Nabi Muhammad ketika selesai qiroatul Quran mengucapkan “shodaqollahul adzim”.
Ketiga
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 3809 dan Muslim no. 799 dari hadits Anas bin Malik –radiyallahu anhuma-, “Nabi berkata kepada Ubay, “Sesungguhnya Allah menyuruhku untuk membacakan kepadamu “lam yakunil ladzina kafaru min ahlil kitab” (“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya)…”) (QS Al Bayyinah : 1). Ubay berkata , ”menyebutku ?” Nabi menjawab, “ya”, maka Ubay pun menangis”.
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 3809 dan Muslim no. 799 dari hadits Anas bin Malik –radiyallahu anhuma-, “Nabi berkata kepada Ubay, “Sesungguhnya Allah menyuruhku untuk membacakan kepadamu “lam yakunil ladzina kafaru min ahlil kitab” (“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya)…”) (QS Al Bayyinah : 1). Ubay berkata , ”menyebutku ?” Nabi menjawab, “ya”, maka Ubay pun menangis”.
Nabi tidak mengucapkan “shodaqollahul adzim” setelah membaca ayat itu.
Keempat
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 4474 dari hadits Raafi’ bin Al Ma’la –radiyallahu anhuma- bahwa Nabi bersabda, “Maukah engkau kuajari surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum aku pergi ke masjid ?” Kemudian beliau (Nabi) pergi ke masjid, lalu aku mengingatkannya dan beliau berkata, “Alhamdulillah, ia (surat yang agung itu) adalah As Sab’ul Matsaani dan Al Quranul Adzim yang telah diberikan kepadaku.”
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 4474 dari hadits Raafi’ bin Al Ma’la –radiyallahu anhuma- bahwa Nabi bersabda, “Maukah engkau kuajari surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum aku pergi ke masjid ?” Kemudian beliau (Nabi) pergi ke masjid, lalu aku mengingatkannya dan beliau berkata, “Alhamdulillah, ia (surat yang agung itu) adalah As Sab’ul Matsaani dan Al Quranul Adzim yang telah diberikan kepadaku.”
Beliau tidak mengatakan “shodaqollahul adzim”.
Kelima
Terdapat dalam Sunan Abi Daud no. 1400 dan Sunan At Tirmidzi no. 2893 dari hadits Abi Hurairah dari Nabi, beliau bersabda, “Ada satu surat dari Al Quran banyaknya 30 ayat akan memberikan syafaat bagi pemiliknya –yang membacanya/ mengahafalnya- hingga ia akan diampuni, “tabaarokalladzii biyadihil mulk” (“Maha Suci Allah yang ditanganNyalah segala kerajaan…”) (QS Al Mulk : 1).
Terdapat dalam Sunan Abi Daud no. 1400 dan Sunan At Tirmidzi no. 2893 dari hadits Abi Hurairah dari Nabi, beliau bersabda, “Ada satu surat dari Al Quran banyaknya 30 ayat akan memberikan syafaat bagi pemiliknya –yang membacanya/ mengahafalnya- hingga ia akan diampuni, “tabaarokalladzii biyadihil mulk” (“Maha Suci Allah yang ditanganNyalah segala kerajaan…”) (QS Al Mulk : 1).
Nabi tidak mengucapkan “shodaqollahul adzim” setelah membacanya.
Keenam
Dalam Shahih Bukhori no. 4952 dan Muslim no. 494 dari hadits Baro’ bin ‘Ajib berkata, “Aku mendengar Rasulullah membaca di waktu Isya dengan “attiini waz zaituun” , aku tidak pernah mendengar seorangpun yang lebih indah suaranya darinya”.
Dalam Shahih Bukhori no. 4952 dan Muslim no. 494 dari hadits Baro’ bin ‘Ajib berkata, “Aku mendengar Rasulullah membaca di waktu Isya dengan “attiini waz zaituun” , aku tidak pernah mendengar seorangpun yang lebih indah suaranya darinya”.
Dan beliau tidak mengatakan setelahnya “shodaqollahul adzim”.
Ketujuh
Diriwatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya no. 873 dari hadits Ibnat Haritsah bin An Nu’man berkata, “Aku tidak mengetahui/hafal “qaaf wal qur’aanil majiid” kecuali dari lisan rasulullah, beliau berkhutbah dengannya pada setiap Jumat”.
Diriwatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya no. 873 dari hadits Ibnat Haritsah bin An Nu’man berkata, “Aku tidak mengetahui/hafal “qaaf wal qur’aanil majiid” kecuali dari lisan rasulullah, beliau berkhutbah dengannya pada setiap Jumat”.
Tidak dinukil beliau mengucapkan setelahnya “sodaqollahul adzim” dan
tidak dinukil pula ia (Ibnat Haritsah) saat membaca surat “qaaf”
mengucapkan “shodaqollahul adzim”.
Jika kita mau menghitung surat dan ayat-ayat yang dibaca oleh
Rasulullah dan para sahabatnya serta para tabiin dari generasi terbaik
umat ini, dan nukilan bahwa tak ada satu orangpun dari mereka yang
mengucapkan “shodaqollahul adzim” setelah membacanya maka akan sangat
banyak dan panjang. Namun cukuplah apa yang kami nukilkan dari mereka
yang menunjukkan bahwa mengucapkan “shodaqollahul adzim” setelah membaca
Al Quran atau satu ayat darinya adalah bid’ah –perkara yang baru- yang
tidak pernah ada dan di dahului oleh genersi pertama.
Kaum muslimin –rahimakumullah-, satu hal lagi yang perlu dan penting
untuk diperhatikan bahwa meskipun ucapan “sodaqollahul adzim” setelah
qiroatul Quran adalah bid’ah, namun kita wajib meyakini dalam hati
perihal maknanya bahwa Allah maha benar dengan seluruh firmannya, Allah
berfirman, “Dan siapa lagi yang lebih baik perkataanya daripada Allah”,
dan Allah berfirman, “Dan siapa lagi yang lebih baik perkataanya dari
pada Allah”. Barang siapa yang mendustakanya –firman Allah- maka ia
kafir atau munafiq.
Semoga Allah senantiasa mengokohkan kita diatas Al Kitab dan Sunnah dan Istiqomah diatasnya. Wal ilmu indallah.
(Dikutip dari tulisan Ustadz Abu Hamzah Yusuf, Bulletin Al Wala wal Bara Edisi ke-5 Tahun ke-1 / 10 Januari 2003 M / 06 Dzul Qo’dah 1423 H. Url http://fdawj.atspace.org/awwb/th1/5.htm)
0 komentar:
Posting Komentar