Usia 40 Tahun Dalam Perspektif Islam
Pada tahun 1932, seorang Psikolog Amerika, Walter B. Pitkin  pernah 
menulis buku yang sangat populer waktu itu berjudul “Life Begins at 
Forty”. Pitkin memang bukan penggagas pertama kata-kata tersebut, karena
 jauh sebelum tahun 1932 kata-kata itu telah ada. Namun tidak dipungkiri
 bahwa tulisannya membuat pemahaman terhadap “kehidupan dimulai pada 
usia 40 tahun” menjadi sangat populer hingga kini.
Barat memberikan perhatian kepada umur 40 tahun dengan akar dan 
orientasi kultur masyarakat Barat, yaitu materialisme, sehingga mereka 
menilai dan membuat indikator hidup dari sisi materialistis. Pada umur 
40 tahun, karier telah cukup mapan, pendapatan, serta kekayaan telah 
mencukupi. Atas dasar ini tidak mengherankan jika mereka mempunyai 
ungkapan bahwa ‘hidup’ dimulai pada umur 40 tahun. Life begin at 40.
Dalam perspektif Islam, ternyata Islam juga memberi perhatian kepada 
umur 40 tahun, yang tentu saja  berbeda dengan budaya Barat. Umur 40 
tahun mendapat perhatian khusus dari Alquran. Dalam Surat Al Ahqaf [46] 
ayat 15 Allah berfirman:
”Kami perintahkan manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu 
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya 
dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya adalah tiga 
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat 
puluh tahun ia berdoa: Ya tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri 
nikmat-Mu yang telah kau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan 
supaya aku dapat beramal shalih yang Engkau ridhai, berilah kebaikan 
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku 
bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang 
berserah diri.”
Menurut mufasir (ahli tafir), Sayyid Qutb dalam Tafsir fi Ddzilalil 
Quran, ketika membahas potongan kalimat ’hatta idza balagho asyuddahu wa
 balagho arba’iina sanah’ (hingga apabila dia telah dewasa dan mencapai 
usia 4o tahun), usia kedewasaan itu berkisar antara 30 hingga 40 tahun, 
dan usia 4o tahun adalah puncak kematangan dan kearifan. Pada fase ini, 
semua potensi dan kemauan telah sempurna, dan manusia siap merenung 
untuk berpikir dengan tenang. Pada usia ini, fitrah yang lurus dan 
bersih berorientasi kepada hal-hal di balik kehidupan dan sesudah 
kehidupan, banyak merenung tentang kematian.
Dalam sejarah Islam, bilangan 40 juga mencirikan beberapa 
hal/peristiwa. Nabi Muhammad saw menerima wahyu pertama kali (bi’tsah) 
juga pada usia 40 tahun. Demikian pula, jika kita berkunjung ke masjid 
Nabawi, ada sunnah sholat Arbain, yaitu sholat 40 waktu atau delapan 
hari penuh (5 waktu dikalikan 8 hari).
So, bagi kita ummat Muslim, umur 40 adalah waktunya untuk 
memperbanyak amal kebaikan, karena waktu pertemuan kita dengan Allah  
(kematian) semakin dekat. Artinya seandainya yang tertulis di Lauh 
Mahfudz jatah usia kita 50 tahun maka, hidup kita tinggal 10 tahun, atau
 jika jatah usia kita 60 tahun maka, kita tinggal menghitung sendiri, 
berapa lama kita hidup lagi. Dan seterusnya.
Tentang usia 40 rahun, Ibnu Atthaillah seorang Sufi dan Ulama Besar pada memberi nasihat bijak :
“Jika usiamu telah menginjak 40 tahun, maka segeralah untuk 
memperbanyak amal saleh siang dan malam. Sebab, waktu pertemuanmu dengan
 Allah semakin dekat. Ibadah yg kamu kerjakan saat ini tidak akan mampu 
menyamai ibadah seorang pemuda yg tidak menyia-nyiakan masa mudanya. 
Andai saat ini kamu ingin beramal sekuat-kuatnya, tenagamu sudah tidak 
mendukung lagi. Oleh karena itu beramallah sesuai kekuatanmu . 
Perbaikilah masa lalumu dgn banyak berdzikir, sebab tidak ada amal yg 
lebih mudah dari dzikir. Dzikir dapat kamu lakukan ketika berdiri, 
duduk, berbaring maupun sakit. Dzikir adalah ibadah yg paling mudah. 
Bukankah Rasulullah saw bersabda : “Dan hendaklah lisanmu basah dengan 
berdzikir kepada Allah swt.”
“Bacalah secara berkesinambungan doa’ dan dzikir apapa pun yang mudah
 bagimu.. Pada hakikatnya engkau dapat berdzikir kepada Allah swt adalah
 karena kebaikannya. Ia akan mengaruniamu…..”(Nasehat Ibnu Atthaillah)..
Sedangkan menurut Imam Al- Ghazali:
“..usia 40 tahun adalah sebuah pertanda, sebuah isyarat. Seperti 
sebuah ikhtisar masa depan. Jika di usia itu kebaikan lebih mendominasi,
 maka itu sebuah pertanda baik untuk kehidupannya nanti..”
Tentang tafsiran dari perkataan Imam Ghazali ini, dimaknai, bahwa apa
 yang sudah menjadi kebiasaan pada usia 40 ini, akan sulit dirubah pada 
usia-usia sesudahnya. Misalnya, kebiasaan sholat lima waktu. Jika sampai
 usai 40 tahun untuk sholat wajib saja masih bolong-bolong atau bahkan 
tidak pernah, sangat besar hal itu akan menjadi  kebiasan yang menetap 
hingga akhir hayatnya. Atau sebaliknya. Jika pada usia 40 tahun masih 
gemar melakukan kemaksiatan, mungkin berjudi, mencuri, berzina, maka 
akan sulit baginya untuk berhenti dari kebiasaan tersebut. Na’udzbillah.
Sebagai penutup, marilah kita senantiasa bersyukur, beramal shalih, 
bertaubat, dan berserah diri kepada Allah SWT..tentunya bukan hanya di 
”sekitar” usia 40. Islam, sesuai surat Al ‘Ashr justru tentu tak 
memberikan batasan waktu. Surat tersebut, menawarkan kesadaran betapa 
tiap detik waktu kita di bumi beharga. Betapa mereka yang lalai 
menghiasi waktu dengan kebajikan menjadi sosok yang merugi. Al’Ashr 
mengingatkan kita betapa sedikit waktu yang dimiliki. Disini, Islam 
mengajarkan setiap detik yang dimiliki beharga untuk menghiasi kehidupan
 ini dengan amal kebajikan…
Semoga kita dan anak-anak keturunan kita termasuk ke dalam golongan 
orang-orang yang senantiasa suka mengerjakan amal kebaikan dan semoga kita 
senantiasa menjadi hambaNya yang senantiasa bersyukur serta hambaNya 
yang banyak berzikir. Aamin YRA
Semangat pagi Sahabatku, Alhamdulillah sudah Jum’at (TGIF), jangan 
lupa hari Jum’at kita disunnahkan banyak-banyak baca Shalawat Nabi & baca 
Surat Al Kahfi.
Allahummashallii ala sayyidina Muhammad wa ala’ali sayyidina Muhammad.
07.53



0 komentar:
Posting Komentar