بسم الله الرحمن الرحيم
Aktivitas seorang ibu rumah tangga hampir tak pernah berhenti dalam
sehari, sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Melayani suami,
mengasuh anak-anak, mengurus rumah dengan segala kebutuhannya adalah
rutinitas yang akrab dengan dirinya. Dengan kesibukan yang ada, tak
terasa hari terus bergulir, jam demi jam terlewati, malam pun kembali
menjelang dan tak terasa hari pun berganti. Demikian seterusnya…
Namun disayangkan, di tengah aktivitas ini –yang sebenarnya bernilai
ibadah bila dilakukan ikhlas karena Allah dan berharap pahala dari-Nya–
terkadang didapatkan adanya sikap tidak bersungguh-sungguh dalam
melakukan ibadah kepada Allah seperti shalat lima waktu. Sehingga dengan
alasan sibuk bersama si kecil, ibadah shalat sering ditunda
penunaiannya sampai hampir keluar dari waktunya. Kalaupun dikerjakan
lebih awal, dilakukan dengan penuh ketergesaan, ditambah lagi dengan
‘gangguan’ si kecil. Shalat tak lagi dirasakan kelezatannya, padahal
ibadah kepada Ar-Rahman itu memiliki kelezatan bagi orang yang dapat
menikmatinya.
Kelezatan Ibadah
Termasuk anugerah terbesar yang Allah berikan kepada seorang hamba adalah si hamba dapat merasakan lezatnya ibadah dengan ketenangan jiwa, kebahagiaan hati, kelapangan dada dan ketentraman yang ia peroleh ketika melaksanakan ibadah dan sesudah menunaikan ibadah. Kelezatan ini berbeda-beda tingkatannya pada setiap individu sesuai dengan kuat atau lemahnya iman. Kelezatan ini dapat diperoleh bila ditempuh sebab-sebabnya dan dapat hilang bila hilang pula sebabnya.
Termasuk anugerah terbesar yang Allah berikan kepada seorang hamba adalah si hamba dapat merasakan lezatnya ibadah dengan ketenangan jiwa, kebahagiaan hati, kelapangan dada dan ketentraman yang ia peroleh ketika melaksanakan ibadah dan sesudah menunaikan ibadah. Kelezatan ini berbeda-beda tingkatannya pada setiap individu sesuai dengan kuat atau lemahnya iman. Kelezatan ini dapat diperoleh bila ditempuh sebab-sebabnya dan dapat hilang bila hilang pula sebabnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((وَ جُعِلََ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلاَةِِِ))
“Dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.” (HR. An-Nasai, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad, 1/82)
Beliau memberikan pernyataan seperti ini karena beliau mendapatkan
kelezatan dan kebahagiaan hati ketika mengerjakan shalat. Panjangnya
shalat malam beliau merupakan satu bukti tentang kelezatan yang beliau
peroleh tatkala bermunajat kepada Rabb-nya.
Menjelang wafat, Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu menangis. Namun ia bukan menangisi ajal yang akan menjemputnya. Dengarkanlah sebab tangisnya:
إِنَّمَا
أَبْكِي عَلَى ظَمَأِ الْهَوَاجِرِ وَ قِيَامِ لَيْلِ الشِّتَاءِ وَ
مُزَاحَمَةِ الْعُلَمَاءِ بِالرُّكَبِ عِنْدَ خَلْقِ الذِّكْرِ
“Aku menangis hanyalah karena aku tidak akan merasakan lagi rasa
dahaga (orang yang berpuasa) ketika hari sangat panas, bangun malam
untuk melaksanakan shalat di musim yang dingin dan berdekatan dengan
orang-orang yang berilmu saat bersimpuh di halaqah dzikir.”
Sebab-sebab mencapai lezatnya ibadah
Ada beberapa sebab untuk mendapatkan lezatnya beribadah kepada Ar-Rahman, di antaranya:
Ada beberapa sebab untuk mendapatkan lezatnya beribadah kepada Ar-Rahman, di antaranya:
1. Bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah hingga jiwa dapat merasakan lezatnya ibadah
Dan tentunya hal ini membutuhkan kesabaran dengan terus memaksa jiwa berjalan di atas ketaatan. Awalnya memang sulit, namun seperti kata seorang penyair Arab:
Dan tentunya hal ini membutuhkan kesabaran dengan terus memaksa jiwa berjalan di atas ketaatan. Awalnya memang sulit, namun seperti kata seorang penyair Arab:
لَأَسْتَسْهِلَنَّ الصَّعْبَ أَوْ أُدْرِكَ الْمنَى
فَمَا انْقَادَتِ الآمَلُ إِلاَّ لِصَابِر
فَمَا انْقَادَتِ الآمَلُ إِلاَّ لِصَابِر
“Sungguh-sungguh aku akan menganggap mudah kesulitan itu hingga diperoleh apa yang kuinginkan dan kuharapkan Tak kan tunduk harapan itu kecuali kepada orang yang sabar.”
2. Meninggalkan banyak makan, minum, berbicara dan memandang tanpa ada keperluan
Sepantasnya seorang muslim tidak berlebihan dalam makanan dan minuman, namun sekadar dapat menegakkan tulangnya, untuk membantunya untuk menunaikan ibadah dan beramal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Sepantasnya seorang muslim tidak berlebihan dalam makanan dan minuman, namun sekadar dapat menegakkan tulangnya, untuk membantunya untuk menunaikan ibadah dan beramal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
(يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد و كلوا واشربوا و لا تسرفوا إنه لا يحب المسرفين)
“Wahai anak-anak Adam, kenakanlah perhiasan kalian setiap kali
menuju ke masjid. Makanlah kalian dan minumlah namun jangan
berlebih-lebihan/ melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’raf: 31)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((كُلُوا وَ اشْرَبوا وَ الْبَسوا وَ تَصَدَّقُوا فِي غَيْرِ إسَرافٍ وَ لاَ مخيلَةٍ))
“Makan, minum dan berpakaian serta bersedekahlah kalian tanpa berlebih-lebihan dan tanpa takabbur.” (HR. Al-Bukhari)
Karena itulah kita dapat melihat, orang yang perutnya penuh dengan
makanan maka ia akan malas mengerjakan shalat. Tidaklah ia bangkit
menunaikannya kecuali laksana ia digiring dengan terbelenggu. Bila ia
masuk di dalam shalat, ia menanti-nanti saat imam mengucapkan assalamu ‘alaikum wa rahmatullah.
Namun jangan dipahami bahwa seseorang itu harus mengurangi makan dan
minumnya hingga bermudharat bagi tubuhnya, yang akibatnya akan terluput
darinya kemaslahatan ukhrawi dan duniawi, sebagaimana perbuatan
orang-orang yang tenggelam dalam sikap ghuluw (ekstrim).
Seorang muslim juga harus mengontrol ucapan lisannya dan
mempersedikit berbicara, sebaliknya ia menyibukkan lisannya dengan
berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, amar ma’ruf nahi
mungkar dan berdakwah mengajak manusia ke jalan yang benar. Dibolehkan
seseorang berucap dengan pembicaraan yang mubah selama tidak berlebihan
hingga pada akhirnya membuat hati menjadi keras dan kaku.
Adapun maksud membatasi pandangan adalah membatasinya dari memandang
apa yang diharamkan ataupun dimakruhkan, seperti melihat surat kabar dan
majalah yang di dalamnya memampang gambar-gambar yang memancing dan
mengobarkan syahwat serta membawa kepada kehinaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
( إن السمع و البصر و الفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولا)
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan ditanya kelak di hadapan Allah.” (Al-Isra: 36)
3. Memperbaiki makanan, minuman dan penghidupan
Seorang hamba perlu memperhatikan makanan, minuman dan
penghidupannya. Janganlah ia masukkan ke dalam perutnya kecuali makanan
dan minuman yang halal lagi baik (halalan thayyiban). Demikian pula dari
penghidupannya yang lain, karena makanan, minuman dan penghidupan dari
hasil yang haram dapat menghalangi seorang hamba dari kebaikan dengan
terhalangnya pengabulan doanya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
((إِنَّ
اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا,وَ إِنَّ اللهَ أَمَرَ
الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ, فَقَالَ تَعَالَى :
(يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَ اعْمَلُوْا
صَالِحًا). وَ قَالَ تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أمَنُوْا كُلُوا
مِنْ طَيِّبَاتٍ مَا رَزَقْنَاكُمْ . ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ
السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَقُوْلُ :
يَا رَبُّ يَا رَبُّ وَ مَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَ مَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَ
مَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَ غُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنىَّ يُسْتَجَابُ له))
“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, Dia tidak menerima kecuali
yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kaum
mukminin dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (Wahai para rasul, makanlah makanan yang
baik dan beramal shalihlah). Dan Dia berfirman: (Wahai orang-orang yang
beriman, makanlah makanan yang baik dari apa yang Kami rizkikan kepada
kalian). Kemudian Rasulullah menceritakan tentang seorang lelaki yang
telah menempuh perjalanan yang panjang, dalam keadaan rambutnya kusut
masai lagi berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke langit seraya menyeru:
Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku. Sementara makanannya haram, minumannya
haram, pakaiannya haram dan ia dihidupi dari yang haram, lalu bagaimana
mungkin doanya akan dipenuhi.” (HR. Muslim)
4. Menjauhkan diri dari perbuatan dosa, yang kecil terlebih lagi yang besar.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah pernah berkata: “Aku tercegah untuk melaksanakan shalat malam karena satu dosa yang kuperbuat.”
Ketika Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah duduk di hadapan Al-Imam Malik rahimahullah guna memperdengarkan bacaannya, Al-Imam Malik kagum dengan kecerdasan, kepandaian dan sempurnanya pemahaman Al-Imam Asy-Syafi’i. Al-Imam Malik pun berkata: “Aku berpendapat bahwa Allah telah meletakkan di hatimu cahaya maka jangan engkau padamkan cahaya itu dengan kegelapan maksiat.”
Terhalang dari lezatnya ibadah
Di antara satu tanda yang jelas dari sekian tanda terhalangnya seseorang dari nikmatnya ibadah adalah ia merasa berat untuk melaksanakan ibadah seperti shalat, sehingga kalaupun ia shalat maka ia bangkit dalam keadaan malas seakan-akan ia digiring kepada kematian sementara ia melihat kematian itu di depan matanya. Kita lihat ketika shalat ia seperti ayam yang mematuk-matuk makanannya, begitu cepat selesainya. Seandainya orang ini merasakan lezatnya shalat niscaya ia akan bersegera mengerjakannya. Ia akan memperbaiki shalatnya dan seselesainya shalat, ia sibukkan dirinya dengan wirid-wirid dan dzikir-dzikir. Namun memang hati yang terpaut dengan dunia merasa berat dan sulit untuk melakukannya. Kita mohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala keselamatan dan ampunan sebagaimana kita berharap taufiq dan hidayah-Nya.
Di antara satu tanda yang jelas dari sekian tanda terhalangnya seseorang dari nikmatnya ibadah adalah ia merasa berat untuk melaksanakan ibadah seperti shalat, sehingga kalaupun ia shalat maka ia bangkit dalam keadaan malas seakan-akan ia digiring kepada kematian sementara ia melihat kematian itu di depan matanya. Kita lihat ketika shalat ia seperti ayam yang mematuk-matuk makanannya, begitu cepat selesainya. Seandainya orang ini merasakan lezatnya shalat niscaya ia akan bersegera mengerjakannya. Ia akan memperbaiki shalatnya dan seselesainya shalat, ia sibukkan dirinya dengan wirid-wirid dan dzikir-dzikir. Namun memang hati yang terpaut dengan dunia merasa berat dan sulit untuk melakukannya. Kita mohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala keselamatan dan ampunan sebagaimana kita berharap taufiq dan hidayah-Nya.
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar