Rukun Kebahagiaan
Setelah gelap terbitlah terang. Begitulah kira-kira
perumpamaan kehidupan ini. Bagi siapa pun, kesusahan atau kebahagiaan
selalu datang silih berganti. Keduanya selalu hadir dalam kehidupan,
meski dengan proporsi yang berbeda.
Ada yang mengalami setengah kesenangan dan kebahagian. Ada pula yang
merasa hidupnya lebih banyak kebahagiaannya, atau malah sebaliknya,
merasa lebih banyak kesusahannya, sehingga kebahagiaan seperti menjauhi
kehidupannya.
Simak kisah Nabi Ayub yang mendapatkan proporsi kesulitan yang cukup besar dalam hidupnya. Firman Allah SWT, “Dan
(ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang
Mahapenyayang di antara semua penyayang’.” (QS. Al-Anbiyaa’: 83).
Bagaimana ikhtiar supaya proporsi kesenangan lebih banyak dirasakan
daripada kesusahan? Padahal, senang dan susah tidak dapat tidak, mesti
berganti.
Buya Hamka, seorang ulama yang memiliki andil besar dalam
menghadirkan tasawuf modern, menyebutkan empat rukun agar kebahagian
yang bersemayam dalam kehidupan manusia, lebih banyak terasa
dibandingkan kesusahannya.
Pertama, sehat tubuh. Selain menjaga kesehatan fisik, disebutkan juga
bahwa seseorang hendaknya menjauhi sifat hasad. Karena, dengan sifat
hasad, ‘maka susahmu, miskinmu, dan sakitmu akan berlipat’.
Kedua, sehat akal, ingatan, keteguhan pendapat dan pikiran.
Perjuangan hidup memang senantiasa menghendaki kepayahan akal. Oleh
karena itu, akal yang cepat mengeluarkan pendapat, merespons realitas,
dan selalu melihat apa yang di belakang yang tampak di mata, harus
selalu diasah, sehingga menghadirkan kemenangan sekaligus kebahagiaan.
Ketiga, sehat jiwa, yang merupakan derivasi dari keimanan kepada
Allah SWT. Namun, akan tidak berarti apa-apa sekiranya sehat rohani itu
hanya dijadikan jargon, tanpa memberikan efek nyata dalam kehidupan.
Terakhir ada pepatah yang sangat berharga, yaitu ‘kekayaan adalah
pada perasaan telah kaya’. Bila seseorang telah merasa kaya, sepeser pun
tak berarti kekayaan itu kalau belum untuk kemaslahatan umum, membela
fakir miskin, dan menyucikannya dengan berzakat, infak, dan sedekah.
Oleh karenanya, perlombaan dalam mengarungi lautan kehidupan,
meniscayakan perlombaan dalam melakukan penyucian jiwa.
0 komentar:
Posting Komentar