Kamis, 30 Mei 2013

Jangan Terlalu Cepat Mengambil Kesimpulan

Hikmah Atau Kutukan
 Ada seorang tua miskin yang hidup di desa kecil. Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya karena ia memiliki kuda putih yang cantik. Bahkan rajapun menginginkan kuda itu karena belum pernah dilihatnya kuda yang begitu cantik sehingga terlihat kemegahan, keagungan dan kekuatannya.

Ada banyak orang yang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan itu, tetapi orang tua itu selalu menolak dan berkata, “Bagi saya kuda ini bukan kuda, tetapi ia seperti seorang sahabat dan bukan benda. Bagaimana mungkin saya menjual seorang sahabat?”


Orang tua ini miskin dan tawaran semacam itu merupakan suatu godaan yang besar baginya. Walaupun ia miskin, ia tetap tidak menjual kuda itu.

Pada suatu pagi, ia mendapati bahwa kuda itu tidak ada di kandangnnya. Seluruh warga desa datang menemuinya dan mengejak orang tua ini katanya,

“Orang tua bodoh! Sudah kami peringati bahwa seseorang akan mencuri kudamu dan kamu akan di rampok. Kamu sudah begitu miskin, mana mungkin bisa melindungi kuda yang begitu berharga itu? Akan lebih baik jika dulu kamu menjualnya dengan harga setinggi apapun karena akan di bayar juga. Lihat! Sekarang kuda itu hilang dan kamu dikutuk oleh kemalangan.”

Orang tua itu menjawab, “Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan hanya karena kuda itu tidak ada di kandangnya. Kita hanya tau faktanya itu saja, selebihnya adalah penilaian saja. Begitu juga mengenai apakah saya di kutuk atau tidak, bagaimana kamu bisa berpendapat dan menghakimi seperti itu?”

Warga desa mulai protes setelah mendengar perkataan orang tua ini,” Jangan menggambarkan kami sebagai orang bodoh! Mungkin kami bukan ahli filsafat, tetapi filsafat yang hebat tidak diperlukan. Merupakan fakta sederhana bahwa kudamu yang hilang adalah kutukan.”

Orang tua itu bicara lagi, “Yang saya tahu hanyalah kandang itu kosong dan kuda itu pergi, selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu kutukan atau berkat, saya juga tidak dapat memutuskannya karena yang dapat kita lihat hanyalah sepotong fakta saja. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.”

Warga desa itu tertawa. Menurut mereka orang tua itu sudah gila dan mereka memang selalu menganggap orang tua ini adalah orang yang tolol; kalau tidak, ia pasti menjual kuda itu dan hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia adalah seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara sekali. Sekarang sudah terbukti bahwa ia betul-betul tolol.
 Sesudah lima belas hari setelah kejadian tersebut, kuda itu kembali. Ia tidak di curi tetapi ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya kembali, tetapi ia juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Sekali lagi warga desa berkumpul di sekeliling orang tua itu dan berkata, “Orang tua, ternyata kamu benar dan kami yang salah. Kami menganggapnya sebagai kutukan, padahal sebenarnya berkat. Maafkan kami.”

Sekali lagi orang tua itu menjawab, “Lagi-lagi kalian terlalu cepat menyimpulkan kejadian ini. Kudaku memang sudah kembali dan membawa selusin kuda lainnya tetapi jangan terlalu cepat menyimpulkan seperti itu. Selain itu, bagaimana kalian tahu bahwa ini adalah berkat? Kamu masih hanya melihat sepotong saja belum mengetahui keseluruhan cerita, bagaimana kamu bisa berpendapat demikian? Kalian hanya membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah kalian menilai seluruh buku? kalian hanya membaca satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat mengerti seluruh ungkapan? Hidup itu begitu luas, namun kamu hanya menilai seluruh kehidupan berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang kamu tahu hanyalah sepotong! Saya sudah puas dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu atas apa yang saya tidak tahu.”

“Barangkali orang tua itu benar,” kata yang satu terhadap yang lain. Jadi mereka tidak banyak berkata-kata walaupun di dalam hati, mereka tahu bahwa mereka salah dan mereka tahu itu adalah berkat. Dengan adanya dua belas kuda liar pulang dan dilatih sedikit, maka binatang itu dapat dijinakkan dan kemudian dijual untuk memperoleh uang yang banyak.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu. Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi warga desa berkumpul di sekitar orang tua itu dan berkata, “Kamu benar dan kamu sudah buktikan bahwa kamu benar! Selusin kuda itu bukan berkat, melainkan sebuah kutukan. Satu-satunya putramu, kedua kakinya patah dan sekarang dalam usia tuamu tidak ada siapa-siapa yang akan membantumu dan sekarang kamu akan lebih miskin lagi.”

Orang tua itu berbicara lagi, “Ya, kalian mulai kesetanan dengan pikiran-pikiran kalian untuk menilai, meyimpulkan, dan menghakimi. Jangan keterlaluan! Memang benar kaki anak saya patah, tapi siapa yang tahu apakah itu berkat atau kutuk? Tidak ada yang tahu! Kita hanya mempunyai sepotong cerita.”

Dua minggu setelah kejadian tersebut, negeri ini berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak dari si orang tua yang tidak diminta karena sedang terluka. Sekali lagi warga desa berkumpul di sekitar orang tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali kemungkinan mereka akan kembali karena musuh sangat kuat dan kemungkinan perang itu akan dimenangkan musuh sangat besar. Mereka mungkin tidak akan melihat anak-anak mereka kembali. Warga desa berkata lagi, ”Kamu benar, orang tua. Ini terbukti bahwa kecelakaan yang terjadi pada anakmu merupakan suatu berkat. Kakinya memang patah, tetapi paling tidak ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk selama-lamanya”.

Orang tua itu berbicara lagi, “untuk kesekian kalinya aku berbicara pada kalian bahwa kalian selalu terlalu cepat menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu apakah ini berkat atau kutukan. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui karena hanya Allah yang tahu.”

Kita hanya tahu sepotong dari seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan, masalah, dan kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita dari badai-badai kehidupan sampai kita mengetahui keseluruhan dari cerita.


“Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri.”




0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution