Jangan Menjadi Layang Layang
Seorang anak sembilan tahun menatapi keelokan layang-layang yang baru
saja dibawa sang ayah dari kota. Ukurannya begitu besar, tidak seperti
layang-layang temannya. Ada kunciran di sisi kanan dan kiri, dan
terdapat ekor yang begitu panjang. Warna-warni kunciran dan ekor
layang-layang mengundang keceriaan sang anak.
Setibanya di tanah lapang, sang anak mendampingi ayahnya memainkan
layang-layang yang ukurannya lebih besar dari tubuh sang anak. Tiupan
angin kencang menerbangkan layang-layang elok ke angkasa. Kunciran dan
ekor terus berurai-urai membentuk irama gerak yang begitu indah.
Sesekali, sang anak mencoba berganti posisi dengan sang ayah untuk
belajar mengendalikan terbangnya layang-layang. Ia pun berdecak kagum.
Matanya berbinar menatapi keelokan layang-layang yang sedang terbang
tinggi di angkasa.
“Ayah,” ucap sang anak tiba-tiba. Sang ayah pun menoleh ke arah buah
hatinya. “Ayah, andai aku bisa seperti layang-layang. Bisa terbang
dengan begitu elok di angkasa sana, sambil memperlihatkan keindahan
kepada orang-orang di bawahnya,” tambah sang anak sambil terus menatapi
gerak-gerik layang-layang.
Mendengar ucapan itu, sang ayah pun membelai rambut pendek anaknya.
“Sebaiknya kamu tidak berandai untuk menjadi layang-layang, anakku!”
ucap sang ayah.
“Kenapa, ayah? Kalau saja aku bisa seperti layang-layang, bukankah
aku bisa menatap seluruh keadaan di bawah sini,” sergah sang anak penuh
tanda tanya.
“Anakku, jangan pernah berandai menjadi layang-layang. Perhatikanlah,
walaupun layang-layang berada di tempat yang begitu tinggi, tapi ia
tetap di bawah kendali oleh mereka yang di bawah,” jelas sang ayah
begitu bijak
Siapa pun kita, dalam optimisme meraih posisi hidup yang lebih baik,
tentu ingin selalu berada di tempat yang tinggi. Ingin menjadi leader,
sang pemimpin yang disegani, menjadi orang teratas di organisasi,
perusahaan, bahkan mungkin negara. Sebuah cita-cita hidup seperti yang
diajarkan Alquran, waj’alna lil muttaqina imama, jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang bertakwa.
Namun, berhati-hatilah ketika optimisme meraih posisi tinggi itu
tidak sejalan dengan idealisme dan kemampuan diri yang memadai. Karena
kita bisa seperti layang-layang. Berada di posisi yang paling tinggi,
sementara sang pengendali ada di bawah.
Ia berada di posisi tinggi karena ada ‘tangan-tangan’ di bawah yang
membuatnya tinggi. Keelokannya di ketinggian itu hanya permainan sang
’tangan’ dan tiupan angin. (mn)
0 komentar:
Posting Komentar