Wajibkah Wanita Dikhitan/Sunat ?
Khitan merupakan salah satu sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah
saw, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Abu Hurairoh berkata : Rasulullah saw bersabda,”Lima hal yang termasuk
fitrah adalah mencukur bulu kemaluan, khitan (sunat), mencukur kumis,
mencabut bulu ketiak dan menggunting kuku.” (HR. Jama’ah)
Al Khottobi mengatakan,”Kebanyakan ulama berpendapat bahwa maksud
dari fitrah adalah sunnah, demikian pula dikatakan oleh yang lainnya.”
Mereka mengatakan bahwa hal-hal itu termasuk sunnah para Nabi.” Ada
sekelompok lainnya yang mengatakan bahwa makna fitrah adalah agama,
sebagaimana pendapat Abu Nu’aim dalam “al Mustakhraj”.
Asy Syeikh Abu Ishaq mengatakan bahwa makna fitrah dalam hadits
adalah agama. Ibnu Shalah melihat ketidak-jelasan dalam pendapat al
Khottobi dan mengatakan bahwa makna fitrah jauh dari makna sunnah akan
tetapi bisa jadi ada suatu kata yang dihilangkan yaitu sunnatil fitrah.
Belakangan Nawawi mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh al Khottobi
adalah benar. (Fathul Bari juz X hal 398)
Dan khitan baik pada laki-laki maupun wanita adalah sesuatu yang
disyariatkan didalam Islam. Hal itu bisa dilihat penyebutan kata
khitan baik pada laki-laki maupun wanita oleh Rasulullah saw didalam
beberapa hadits, seperti yang diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah
saw bersabda,”Apabila seseorang duduk diantara anggota tubuh perempuan
yang empat, maksudnya; diantara dua tangan dan dua kakinya dan khitan
(laki-laki) dengan khitan (perempuan), maksudnya; kemaluan laki-laki
dimasukan kedalam kemaluan perempuan maka wajib baginya mandi.” (HR.
Muslim)
Juga didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Athiyah al
Anshoriyah bahwa ada seorang wanita Madinah yang dikhitan kemudian Nabi
saw mengatakan kepadanya,”Janganlah kamu berlebihan dalam khitan
(memotongnya). Sesungguhnya hal itu akan menambah kelezatan bagi wanita
dan akan disukai oleh suami.” (HR. Abu Daud)
Khitan pada kaum laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang
menutupi ujung kemaluan. Sedangkan khitan pada kaum wanita adalah
memotong sedikit saja kulit bagian atas yang muncul ke permukaan dari
kemaluan.
Adapun tentang hukum khitan (sunat) maka telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama :
1. Para ulama Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa khitan disunnahkan
bagi laki-laki dan mulia bagi wanita, sebagaimana hadits Rasulullah
saw,”Khitan disunnahkan bagi kaum laki-laki dan mulia bagi kaum wanita.”
(HR. Ahmad Baihaqi)
2. Sedangkan para ulama Syafi’i dan Hambali mewajibkan khitan baik
pada laki-laki maupun wanita berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada
seorang yang masuk islam,”Cukurlah rambut tanda kekufuran dan
berkhitanlah.” (HR. Abu Daud)
Juga yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh,”Ibrahim as kekasih Allah
swt dikhitan setelah usianya mencapai 80 tahun dan dikhitannya dengan
menggunakan kapak.” (Muttafaq Alaih) Khitan merupakan syi’ar islam yang
diwajibkan sebagaimana syi’ar-syi’ar islam yang lainnya. (Al Fiqhul
Islami wa Adillatuhu juz I hal 461)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika ditanya apakah seorang wanita
dikhitan? Beliau menjawab,”Ya dikhitan dan khitannya adalah memotong
bagian atas kulit yang dikenal seperti pelatuk (biji). Rasulullah saw
mengatakan kepada seorang wanita yang dikhitan,’Potonglah sedikit dan
jangan berlebihan, sesungguhnya hal itu menyenangkan jiwa dan menambah
kenikmatan saat berhubungan.” (HR. Abu Daud) maksudnya adalah jangan
berlebihan dalam memotong.
Tujuan dari dikhitannya laki-laki adalah untuk mensucikannya dari
najis yang bertumpuk di ujung kemaluan sedangkan tujuan dari dikhitannya
wanita adalah menyeimbangkan syahwatnya karena apabila tidak
dikhitan dan ketika melihat kaum laki-laki maka gejolak syahwatnya akan
sangat kuat.
Karena itu disebutkan dalam sebuah sindiran,”Wahai ibnu qulfa !
sesungguhnya qulfa adalah orang yang sering memandang laki-laki, maka
kita dapati berbagai prilaku tak senonoh yang ada pada para wanita
Tartar dan Eropa yang hal tersebut tidak kita dapati pada para wanita
muslimah. Namun jika pemotongannya dalam khitan terlalu berlebihan maka
ia akan memperlemah syahwatnya dan tidak dapat memberikan kesempurnaan
kepuasan pada suami sedangkan jika dipotong sedikit (tidak berlebihan)
maka ia akan menyeimbangkannya.” (Majmu’ Fatawa juz XXI hal 68)
Memang ada yang mengatakan bahwa khitan tidaklah dianjurkan dari
aspek medis dikarenakan ia akan menyulitkan saat buang air kecil, tidak
memberikan kepuasan pada pasangannya saat berhubungan atau menyulitkan
saat melahirkan.
Jadi saya menyarankan kepada anda, agar berkonsultasi
terlebih dahulu dengan dokter yang bisa dipercaya untuk meminta
pendapatnya apabila putri anda kelak ingin dikhitan. Jika dokter itu
mengatakan bahwa khitan akan berbahaya bagi putri anda maka sebaiknya
tidak perlu dikhitan sedangkan jika ia mengatakan yang sebaliknya maka
silahkan jika anda ingin mengkhitannya.
Wallahu A’lam
0 komentar:
Posting Komentar