Penyakit Hati : Buruk Sangka
Allah Swt berfirman,
Hati
yang jernih, bening, dan bersih akan terpancar dari perilaku
sehari-hari. Tidak ada buruk sangka, yang ada kasih sayang terhadap
sesama, berbaik sangka terhadap Allah Swt, juga terhadap sesama saudara.
Sebaliknya, jika hati kotor, maka yang ada adalah penyakit-penyakit
hati yang mengerikan. Salah satunya adalah buruk sangka.
Buruk sangka dalam istilah Al Quran dikenal dengan “Su’udhan” dan sebaliknya, istilah untuk baik sangka adalah “husnudhan”. Keduanya merupakan prasangka terhadap sesuatu atau seseorang.
Jika
kita mengawali hari dengan buruk sangka, bukannya dengan do’a-do’a yang
Rasulullah Saw ajarkan, maka yang akan terjadi adalah banyaknya
kesalahan yang akan kita lakukan di sepanjang hari tersebut.
Pasangan
suami istri yang saling berburuk sangka, keduanya akan sibuk dengan
pikiran masing-masing, hati tidak menentu. Akhirnya berpengaruh pada
kualitas hidup rumah tangga mereka hingga mengabaikan anak-anak mereka.
Tugas dan kewajiban yang seharusnya menjadi prioritas utama menjadi
terbengkalai karena sangkaan yang bukan-bukan dan tidak ada buktinya.
Islam
mengajarkan kepada kita untuk tidak berburuk sangka. Namun, bukan
berarti Islam melarang kita untuk bersikap waspada atau berhati-hati
dalam menyikapi situasi. Jika kita berada di dalam lingkungan
orang-orang shaleh, kenapa kita harus berburuk sangka terhadap mereka.
Jika ada yang mengetuk pintu rumah kita dan kita yakin bahwa yang
mengetuk itu adalah saudara kita yang baik akhlaknya, kenapa tidak kita
ajak mereka untuk masuk dan berbincang di dalam rumah kita?
Begitu
juga sebaliknya. Jika lingkungan sekitar kita terkenal dengan kejahatan
dan kemaksiatan, maka sebaiknya kita mewaspadai segala bentuk situasi
yang ada. Bersikap hati-hati itu perlu, tapi tidak berarti kita harus
berburuk sangka pada orang di sekitar kita. Namun, Kita pun perlu
berhati-hati, jangan sampai kita beranggapan bahwa orang lain telah
berburuk sangka kepada kita. Karena jika demikian, maka kitalah yang
telah berburuk sangka kepadanya.
Siapapun bisa terjangkit penyakit
hati ini. Oleh karenanya, jika kita ingin terhindar dari kebiasaan
berprasangka buruk terhadap sesuatu atau seseorang, bahkan berprasangka
buruk terhadap Allah Swt, cara terbaik yang bisa kita lakukan adalah
berbaik sangka.
Tidak ada yang mustahil bagi Allah Swt. Jika niat
kita untuk memperbaiki diri itu kuat, disertai dengan usaha maksimal,
maka bukan mustahil kita akan hidup dalam kebahagiaan tanpa ada
prasangka buruk. Melatih diri untuk mencari seribu satu alasan positif
dalam memaklumi sikap atau perilaku orang lain adalah salah satu cara
agar kita terhindar dari buruk sangka.
Saat ucapan salam kita
tidak dijawab oleh orang lain, maka berbaik sangkalah, siapa tahu mereka
tidak mendengar ucapan salam kita. Atau, ketika ada imam shalat yang
membaca surat selain surat-surat dari Juz ‘Amma dengan lantunan suara
yang sangat bagus, maka jangan berburuk sangka bahwa dia berbuat riya’.
Tanamkanlah dalam hati dan pikiran kita bahwa dia melakukan hal itu
karena memang itulah yang patut dia lakukan dan bahwa dia melakukannya
dengan niat ikhlas karena Allah Swt.
Jadi, latihlah hati dan
pikiran kita untuk memikirkan segala hal yang positif. Kita mendengar
ceramah di masjid, jika hati dan pikiran kita jernih, maka kita akan
bertambah ilmu dan akhlak kita akan semakin baik. Kita pun tidak
disibukkan dengan prasangka yang bukan-bukan terhadap penceramah.
Pikiran dan hati kita menjadi tenang.
Kalaupun kita ada dalam
kesulitan ekonomi, jika kita tidak berburuk sangka kepada Allah Swt dan
orang-orang di sekitar kita, maka kita tidak akan merasa dunia ini
sempit. Kita mampu melewatinya dengan tetap menjaga perilaku kita.
Selain akhlak kita terpelihara, kemuliaan kita juga akan tetap terjaga.
Dengan menghindari kebiasaan berburuk sangka, selain akan baik dalam
pandangan manusia, yang utama adalah baik dalam pandangan Allah Swt.
0 komentar:
Posting Komentar