Mewaspadai Riya’
Alhamdulillah. Segala puji dan syukur hanyalah milik Alloh Swt. Tiada
yang patut untuk disembah, selain Alloh. Hanya kepada Alloh kita
memohon perlindungan dan hanya kepada-Nya kita akan kembali. Sholawat
dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.
Alloh Swt. berfirman,
“Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah
kepada Robb-nya.” (QS. Al Kahfi [18] : 110]
Saudaraku,
selain kita harus memperbanyak amal kebaikan dan meningkatkan
kualitasnya, kita pun harus waspada jangan sampai amal kebaikan yang
kita lakukan siang dan malam itu hangus, habis, rontok, atau tidak
diterima oleh Alloh Swt.
Salah satu hal yang membuat amal kita
tidak diterima adalah disebabkan riya’, ingin dilihat oleh orang lain.
Sehebat apapun amal seseorang, Alloh tidak akan menerimanya jikalau
hatinya menghadap kepada selain Alloh. Yaitu menghadap kepada pujian
manusia, penghargaan manusia, sanjungan, kekaguman atau kedudukan dalam
pandangan manusia.
Sudah sering kita mendengar hadits nabi Saw.
tentang kisah seorang mujahid yang gugur di medan jihad. Dalam pandangan
manusia, ia nampak meraih syahid. Tapi, ternyata di pengadilan Alloh
tidak demikian. Karena rupanya ia berjihad di jalan Alloh bukan karena
mengharap ridho Alloh, melainkan karena mengharap dipandang pemberani di
mata manusia.
Sungguh, Alloh Maha Mengetahui apa yang tersirat di
hati hamba-Nya. Tidak ada rahasia bagi Alloh. Serapat apapun manusia
merahasiakan sesuatu di dalam hatinya, Alloh pasti mengetahuinya.
Sebagaimana firman Alloh Swt., “Sesungguhnya Alloh mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Faathir [35] : 38).
Ternyata
apa yang ada di dalam hati sang mujahid tadi bukanlah Alloh, melainkan
makhluk. Ia berharap dilihat oleh makhluk, kemudian berharap dipuji,
dikagumi, disanjung sebagai pemberani, pejuang, pahlawan. Akhirnya,
jerih payahnya di medan jihad, bahkan sampai ia terkorban nyawanya
sekalipun, menjadi tidak ada artinya di hadapan Alloh Swt.
Pelajaran
yang bisa kita ambil adalah bahwa betapa kita harus serius dalam urusan
keikhlasan. Orang yang ikhlas itu secara sederhananya adalah orang yang
putus harapan dari makhluk atas apapun yang dilakukannya. Cukup saja
Alloh baginya. Cukup saja hanya penilaian Alloh baginya.
Wallohu a’lam bishowab.
Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
0 komentar:
Posting Komentar