Selasa, 28 April 2015

Bahaya Lidah Dan Hati

Hati dan Lidah & 5 Tipe Lidah
Assalamualaikum wr.wb

Sahabatku,

Dikisahkan pada suatu hari Luqman Al Hakim diperintahkan majikannya untuk menyembelih seekor kambing dan mengambil dagingnya yang terbaik untuk jamuan tamu yang diundangnya. Luqmanul Hakim kemudian membeli seekor kambing kemudian menyembelihnya dan mengambil lidah dan hatinya untuk dimasak dan ia buang selebihnya kemudian disajikan kepada majikan dan para tamunya.


Melihat akan hal itu majikannya marah dan menegur.” Wahai Luqman,  bukankah tadi aku perintahkan kepadamu untuk mengambil daging yang terbaik untuk jamuan para tamuku?.

Luqmanpun menjawab,Wahai majikanku,  tidak ada daging yang terbaik dari mahluk kecuali lidah dan hatinya.”

Besok harinya majikannya memerintahkan kepadanya untuk menyembelih kambing kembali dan menyuruhnya untuk membuang daging yang paling buruk . Luqmanpun pergi ke pasar untuk membeli kambing dan menyembelihnya, kemudian ia buang lidah dan hatinya dan ia masak selebihnya.

Melihat ulah Luqman tersebut sang majikanpun kesal lalu berkata,” Apa maksudmu wahai Luqman .? Kemarin aku perintahkan untuk menyembelih kambing dan menghidangkan daging yang terbaik dan engkau hanya menyuguhkan hati dan lidah saja, dan sekarang ketika aku menyuruh engkau untuk menyembelih kambing lagi dan memerintahkan kepadamu agar membuang daging  yang terburuk dan yang engkau buang adalah hati dan lidahnya. Apakah kamu bermaksud mempermainkan aku…?”

Maafkan hamba tuanku, akan tetapi apa yang hamba lakukan itu memang sudah sepatutnya, karena Islam mengajarkan bahwa tidak ada daging yang terbaik kecuali lidah dan hati apabila digunakan untuk kebaikan dan sebaliknya tidak ada daging terburuk kecuali lidah dan hati kalau dibuat untuk keburukan.” Jawab Luqman dengan lugas.

Sahabatku,

Kisah sufi di atas boleh jadi hanya metafora (perlambang), dan kita bisa pahami dari kisah Luqmanul Hakim tersebut, bahwa betapa hati dan lidah manusia merupakan bagian penting yang akan menentukan baik buruknya orang tersebut. 

Jika, orang lain tidak tahu, setidaknya Allah SWT mengetahui apa yang dikatakannya dan apa yang dimaksud oleh hatinya. Dan kiranya itu cukup untuk membuat kita berfikir tentang apa yang kita katakan dan apa yang ada dalam hati kita. Allah mengetahui semua yang dipikirkan dan semua rahasia hati, termasuk pikiran alam bawah sadar yang mereka sendiri tidak mengetahuinya. Allah mencatat fakta ini pada ayat-ayat berikut.

“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (at-Taghaabun: 4)

“Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui” (al-Mulk: 13-14)

Tidak seorang pun dapat berbicara tanpa sepengetahuan Allah. Allah swt mengetahui bukan hanya semua perkataan, melainkan semua pikiran orang, termasuk yang berada di alam bawah sadar, yang sebagiannya tidak mereka sadari. Hal ini ditekankan dalam ayat berikut.

“Tidaklah kamu perhatikan bahwa sesunggunya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian, Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerejakan. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (al-Mujaadilah: 7)

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (Qaaf: 16)

Sahabatku,

Kualitas diri seseorang bisa diukur dari kemampuannya menjaga lidah. Orang-orang beriman tentu akan berhati-hati dalam menggunakan lidahnya. “Wahai orang-orang beriman takutlah kalian pada Allah dan berkatalah dengan kata-kata yang benar.” (QS Al-Ahzab:70).

Sementara itu, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam”. (HR Bukhari-Muslim).

Dalam tulisan saya sebelumnya tentang “9 Bahaya Kejahatan Lidah”, saya mengutip dari kitab Al Ihya (“Ihyâ ‘Ulûmuddîn”) yang merupakan karya besar (masterpiece) dari sufi sekaligus Ulama besar,  Imam Al-Ghazali menyebutkan, bahwa ada 9 (sembilan) kejahatan yang dapat dilakukan oleh lidah kita dalam kehidupan sehari-hari.

Lidah dalam arti luas, bukan hanya kata-kata yang terucap, tapi termasuk tulisan kita di media, blog, facebook, twitter dll.

Namun untuk tidak mengulang kembali apa kata Al Ghazali, saya mengembangkan ide dasar yang saya kutip dari Cak Nun alias Emha Ainun Najib tentang 5 Tipe manusia, dan saya qiyaskan dengan 5 Tipe Lidah atau Pembicaraan, yaitu sesuai dengan 5 hukum fiqih atau dikenal sebagai al-hukm al-khamis atau al hakam al khamsa (Hukum yang Lima), yaitu Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh dan Haram.

1. Lidah atau Pembicaraan  yang “Wajib”

Tipe Pembicaraan atau Lidah wajib ini memiliki ciri : isi pembicaraannya sangat disukai, mulia, sarat dengan hikmah, mungkin pahit tapi dibutuhkan, pembicaraan wajib ini harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirindukan oleh pendengarnya. Pembicara tipe wajib ini sangat mengesankan, tutur katanya yang sopan tidak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tidak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.

Akhlaknya Pembicara tipe WAJIB ini sangat mulia, membuat setiap orang merasakan bahagia dan senang dengan kehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya.

Para Ulama/ustadz dan motivator yang baik dan layak dijadikan panutan mungkin masuk dalam Pembicara Wajib ini.

2. Lidah atau Pembicaraan “Sunnah”

Ciri dari Lidah atau Pembicaraan tipe ini adalah : pembicaraan yang mungkin memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan. Pembicara sunnah  ini hanya menyenangkan saja saat ia bicara, namun ketika tiada, kita tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam. Andai saja pembicaraan sunnah ini ditambah dengan ilmu dan tulus serta sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang wajib.

Ulama atau ustadz dan motivator yang kebanyakan  ngebodor atau melucu mungkin termasuk dalam kategori ini.

3. Lidah atau Pembicaraan yang “Mubah”

Ciri khas dari Lidah/Pembicaraan tipe Mubah ini adalah : pembicaraan yang berlebihan dan melebih-lebihkan pembicaraan hingga mubazir, ngalor ngidul gak jelas, datar sehingga ada dan tiadanya sama saja. Sungguh menyedihkan memang menjadi pembicara yang mubadzir seperti ini, kehadirannya tidak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, dan ketiadaanyapun kita tidak merasa kehilangan.

Pembicara tipe ini umunya tidak menyenangkan, banyakan ngomong, suka nyeletuk yang tidak bermutu atau  asal-asalan saja, asal ngomong meski terkadang tidak nyambung dan tidak berkualitas, sehingga pembicaraanya pun tidak menarik, datar-datar saja. Daimnya pembicara tipe ini malah diharapkan. Sungguh menyedihkan memang ya, jika pembicaraan kita  berlebihan hingga terkesan sebagai pembicaraan yang sia-sia dan mubazir seperti ini. Banyak berbincang-bincang atau mengobrol juga termasuk ke dalam kategori pembicaraan yang berlebihan.

Bukankah Allah swt telah berfirman berfirman dalam Al-Quran, ”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan (pembicaraan) mereka, kecuali bisikan-bisikan (pembicaraan) dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat baik (ma’ruf), atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”

Dalam suatu hadis disebutkan, Rasulllah saw bersabda: ”Berbahagialah orang yang menahan kelebihan pembicaraannya dan membelanjakan kelebihan hartanya.”

 4. Lidah atau Pembicaraan yang “Makruh”

Ciri dari Lidah dan Pembicaraan kelompok Makruh ini adalah : pembicaraanya sering menimbulkan masalah dan diamnya justru tidak menjadi masalah. Pembicaraan makruh ini sering tidak produktif sama sekali bahkan terkesan mengganggu suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan mungkin kenyamanan dapat terwujud bila ia tidak ada. Pembicaraan yang asbun alias asal bunyi dan sedikit menyakitkan lawan bicara masuk pada Pembicara yang makruh ini.

Jika Anda masuk kelompok ini, berhati-hatilah, karena Nabi saw pernah bersabda, ”Seseorang tidak dianggap mukmin sebelum dia menghindari segala sesuatu yang tidak berguna baginya.” .

Maksud Nabi saw dalam hadist di atas adalah  adalah bahwa ciri seorang muslim yang baik (beriman) ialah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat darinya. Dengan kata lain, kalau Anda masih belum dapat meninggalkan pembicaraan yang tidak bermanfaat, menurut Nabi anda belum beriman  atau belum dapat dikatakan sebagai mukmin.

5. Lidah atau Pembicaraan “Haram”

Ciri khas dari Pembicaraan kelompok HARAM ini adalah : pembicaraan yang menjauhkan kita dari Agama, sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena lebih menguntungkan. Pembicaraan tipe HARAM  ini adalah pembicaraan yang malah berdosa kita mendengarnya, pembicaraan yang kotor, mengajak ke hal-hal yang negatif.

Dalam hadist diriwayatkan Rasulullah saw pernah bersabda, ”Bukanlah seorang mukmin orang yang kata-katanya kotor, kasar, menusuk, dan melaknat.”

Kata-kata kotor adalah kata-kata yang apabila kita mengucapkannya kita dianggap tidak sopan oleh orang yang mendengarkan. Sedangkan kata-kata kasar adalah kata-kata yang sebaiknya tidak kita ucapan karena ada kata-kata lain yang jauh lebih halus. Seorang mukmin harus bisa menyampaikan makna ingin diutarakannya dengan bahasa yang halus.  Dengan kata lain, kalau Anda masih belum dapat meninggalkan pembicaraan yang kotor, kasar, menusuk, dan melaknat, menurut Nabi anda belum beriman  atau belum dapat dikatakan sebagai mukmin.

Pembicara/orangnya akan jadi orang yang termalang dan terhina karena sangat dirindukan “ketiadaannya”. Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tidak ada pembicaraan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.

Akhlak pembicara jenis HARAM ini umumnya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual alias banyakan bohongnya, tidak amanah, tidak pernah jelas ujungnya, pembicaraanya bukan menyelesaikan masalah malah sebaliknya menimbulkan masalah yang baru. Pendek kata pembicara tipe ini pastilah seorang “trouble maker” yang sangat tidak diharapkan kehadirannya dan meninggalnya pembicara tipe ini malah disyukuri. Naudzubilla mindzalik.

Sebaiknya apabila Anda bertemu dengan Pembicara  atau pemilik Lidah kategori Haram ini, maka tinggalkanlah ia secepatnya, karena itu lebih baik dan lebih menyelamatkan Anda.

Sahabatku,

Sekali lagi Lidah atau pembicaraan di atas jangan kita batasi hanya yang bersifat verbal saja, tapi maknanya kita perluas termasuk dalam bentuk tulisan kita di media, buku, blog, facebook, twitter atau socialnetwork lainnya.

“Jagalah Bagian tubuh Anda yang sangat penting seperti kata Luqmanul Hakin di atas, yaitu Hati dan Lidah.”

Sebagai penutup tulisan seperti ungkapan KH Zainuddin MZ, Kalau luka kulit karena pedang, banyak obat bisa dibeli, tapi luka hati karena lidah, kemana obat hendak dicari” Beliau menutup tausiyahnya dengan selalu meminta maaf kepada hadirin dan pendengar apabila ada salah kata yang kurang berkenan.  

Wallahualam bissawab.
Bâraka Allâhu fîkum. Amin
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.


Wassalamualaikum wr.wb
by

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution