Hati dan Lidah & 5 Tipe Lidah
Sahabatku,
Dikisahkan pada suatu hari Luqman Al Hakim diperintahkan majikannya
untuk menyembelih seekor kambing dan mengambil dagingnya yang terbaik
untuk jamuan tamu yang diundangnya. Luqmanul Hakim kemudian membeli
seekor kambing kemudian menyembelihnya dan mengambil lidah dan hatinya
untuk dimasak dan ia buang selebihnya kemudian disajikan kepada majikan
dan para tamunya.
Melihat akan hal itu majikannya marah dan menegur.” Wahai Luqman, bukankah tadi aku perintahkan kepadamu untuk mengambil daging yang terbaik untuk jamuan para tamuku?.
Luqmanpun menjawab,”Wahai majikanku, tidak ada daging yang terbaik dari mahluk kecuali lidah dan hatinya.”
Besok harinya majikannya memerintahkan kepadanya untuk menyembelih
kambing kembali dan menyuruhnya untuk membuang daging yang paling buruk .
Luqmanpun pergi ke pasar untuk membeli kambing dan menyembelihnya,
kemudian ia buang lidah dan hatinya dan ia masak selebihnya.
Melihat ulah Luqman tersebut sang majikanpun kesal lalu berkata,” Apa
maksudmu wahai Luqman .? Kemarin aku perintahkan untuk menyembelih
kambing dan menghidangkan daging yang terbaik dan engkau hanya
menyuguhkan hati dan lidah saja, dan sekarang ketika aku menyuruh engkau
untuk menyembelih kambing lagi dan memerintahkan kepadamu agar membuang
daging yang terburuk dan yang engkau buang adalah hati dan lidahnya.
Apakah kamu bermaksud mempermainkan aku…?”
”Maafkan hamba tuanku, akan tetapi apa yang hamba lakukan itu
memang sudah sepatutnya, karena Islam mengajarkan bahwa tidak ada daging
yang terbaik kecuali lidah dan hati apabila digunakan untuk kebaikan
dan sebaliknya tidak ada daging terburuk kecuali lidah dan hati kalau
dibuat untuk keburukan.” Jawab Luqman dengan lugas.
Sahabatku,
Kisah sufi di atas boleh jadi hanya metafora (perlambang), dan kita
bisa pahami dari kisah Luqmanul Hakim tersebut, bahwa betapa hati dan
lidah manusia merupakan bagian penting yang akan menentukan baik
buruknya orang tersebut.
Jika, orang lain tidak tahu, setidaknya Allah
SWT mengetahui apa yang dikatakannya dan apa yang dimaksud oleh hatinya.
Dan kiranya itu cukup untuk membuat kita berfikir tentang apa yang kita
katakan dan apa yang ada dalam hati kita. Allah mengetahui semua yang
dipikirkan dan semua rahasia hati, termasuk pikiran alam bawah sadar
yang mereka sendiri tidak mengetahuinya. Allah mencatat fakta ini pada
ayat-ayat berikut.
“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan
mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan
Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (at-Taghaabun: 4)
“Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah; sesungguhnya
Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apakah Allah Yang menciptakan itu
tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahahalus
lagi Maha Mengetahui” (al-Mulk: 13-14)
Tidak seorang pun dapat berbicara tanpa sepengetahuan Allah. Allah
swt mengetahui bukan hanya semua perkataan, melainkan semua pikiran
orang, termasuk yang berada di alam bawah sadar, yang sebagiannya tidak
mereka sadari. Hal ini ditekankan dalam ayat berikut.
“Tidaklah kamu perhatikan bahwa sesunggunya Allah mengetahui
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan
rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada
(pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia ada bersama mereka di
mana pun mereka berada. Kemudian, Dia akan memberitakan kepada mereka
pada hari kiamat apa yang telah mereka kerejakan. Sesungguhnya, Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu” (al-Mujaadilah: 7)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya” (Qaaf: 16)
Sahabatku,
Kualitas diri seseorang bisa diukur dari kemampuannya menjaga lidah.
Orang-orang beriman tentu akan berhati-hati dalam menggunakan lidahnya. “Wahai orang-orang beriman takutlah kalian pada Allah dan berkatalah dengan kata-kata yang benar.” (QS Al-Ahzab:70).
Sementara itu, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam”. (HR Bukhari-Muslim).
Dalam tulisan saya sebelumnya tentang “9 Bahaya Kejahatan Lidah”, saya mengutip dari kitab Al Ihya (“Ihyâ ‘Ulûmuddîn”)
yang merupakan karya besar (masterpiece) dari sufi sekaligus Ulama
besar, Imam Al-Ghazali menyebutkan, bahwa ada 9 (sembilan) kejahatan
yang dapat dilakukan oleh lidah kita dalam kehidupan sehari-hari.
Lidah dalam arti luas, bukan hanya kata-kata yang terucap, tapi termasuk tulisan kita di media, blog, facebook, twitter dll.
Namun untuk tidak mengulang kembali apa kata Al Ghazali, saya mengembangkan ide dasar yang saya kutip
dari Cak Nun alias Emha Ainun Najib tentang 5 Tipe manusia, dan saya
qiyaskan dengan 5 Tipe Lidah atau Pembicaraan, yaitu sesuai dengan 5
hukum fiqih atau dikenal sebagai al-hukm al-khamis atau al hakam al khamsa (Hukum yang Lima), yaitu Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh dan Haram.
1. Lidah atau Pembicaraan yang “Wajib”
Tipe Pembicaraan atau Lidah wajib ini memiliki ciri : isi
pembicaraannya sangat disukai, mulia, sarat dengan hikmah, mungkin pahit
tapi dibutuhkan, pembicaraan wajib ini harus ada sehingga ketiadaannya
sangat dirindukan oleh pendengarnya. Pembicara tipe wajib ini sangat
mengesankan, tutur katanya yang sopan tidak pernah melukai siapapun yang
mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi
hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tidak
dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk
memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
Akhlaknya Pembicara tipe WAJIB ini sangat mulia, membuat setiap orang
merasakan bahagia dan senang dengan kehadirannya, dia sangat menghargai
hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan
nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya.
Para Ulama/ustadz dan motivator yang baik dan layak dijadikan panutan mungkin masuk dalam Pembicara Wajib ini.
2. Lidah atau Pembicaraan “Sunnah”
Ciri dari Lidah atau Pembicaraan tipe ini adalah : pembicaraan yang
mungkin memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan.
Pembicara sunnah ini hanya menyenangkan saja saat ia bicara, namun
ketika tiada, kita tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu
mendalam. Andai saja pembicaraan sunnah ini ditambah dengan ilmu dan
tulus serta sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke
golongan yang lebih atas, yang wajib.
Ulama atau ustadz dan motivator yang kebanyakan ngebodor atau melucu mungkin termasuk dalam kategori ini.
3. Lidah atau Pembicaraan yang “Mubah”
Ciri khas dari Lidah/Pembicaraan tipe Mubah ini adalah : pembicaraan
yang berlebihan dan melebih-lebihkan pembicaraan hingga mubazir, ngalor
ngidul gak jelas, datar sehingga ada dan tiadanya sama saja. Sungguh
menyedihkan memang menjadi pembicara yang mubadzir seperti ini,
kehadirannya tidak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, dan
ketiadaanyapun kita tidak merasa kehilangan.
Pembicara tipe ini umunya tidak menyenangkan, banyakan ngomong, suka
nyeletuk yang tidak bermutu atau asal-asalan saja, asal ngomong meski
terkadang tidak nyambung dan tidak berkualitas, sehingga pembicaraanya
pun tidak menarik, datar-datar saja. Daimnya pembicara tipe ini malah
diharapkan. Sungguh menyedihkan memang ya, jika pembicaraan kita
berlebihan hingga terkesan sebagai pembicaraan yang sia-sia dan mubazir
seperti ini. Banyak berbincang-bincang atau mengobrol juga termasuk ke
dalam kategori pembicaraan yang berlebihan.
Bukankah Allah swt telah berfirman berfirman dalam Al-Quran,
”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan (pembicaraan)
mereka, kecuali bisikan-bisikan (pembicaraan) dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat baik (ma’ruf), atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala
yang besar.”
Dalam suatu hadis disebutkan, Rasulllah saw bersabda: ”Berbahagialah orang yang menahan kelebihan pembicaraannya dan membelanjakan kelebihan hartanya.”
4. Lidah atau Pembicaraan yang “Makruh”
Ciri dari Lidah dan Pembicaraan kelompok Makruh ini adalah :
pembicaraanya sering menimbulkan masalah dan diamnya justru tidak
menjadi masalah. Pembicaraan makruh ini sering tidak produktif sama
sekali bahkan terkesan mengganggu suasana walaupun tidak sampai
menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan
mungkin kenyamanan dapat terwujud bila ia tidak ada. Pembicaraan yang
asbun alias asal bunyi dan sedikit menyakitkan lawan bicara masuk pada
Pembicara yang makruh ini.
Jika Anda masuk kelompok ini, berhati-hatilah, karena Nabi saw pernah bersabda, ”Seseorang tidak dianggap mukmin sebelum dia menghindari segala sesuatu yang tidak berguna baginya.” .
Maksud Nabi saw dalam hadist di atas adalah adalah bahwa ciri
seorang muslim yang baik (beriman) ialah meninggalkan apa yang tidak
bermanfaat darinya. Dengan kata lain, kalau Anda masih belum dapat
meninggalkan pembicaraan yang tidak bermanfaat, menurut Nabi anda belum
beriman atau belum dapat dikatakan sebagai mukmin.
5. Lidah atau Pembicaraan “Haram”
Ciri khas dari Pembicaraan kelompok HARAM ini adalah : pembicaraan
yang menjauhkan kita dari Agama, sangat merugikan dan ketiadaannya
sangat diharapkan karena lebih menguntungkan. Pembicaraan tipe HARAM
ini adalah pembicaraan yang malah berdosa kita mendengarnya,
pembicaraan yang kotor, mengajak ke hal-hal yang negatif.
Dalam hadist diriwayatkan Rasulullah saw pernah bersabda, ”Bukanlah seorang mukmin orang yang kata-katanya kotor, kasar, menusuk, dan melaknat.”
Kata-kata kotor adalah kata-kata yang apabila kita mengucapkannya
kita dianggap tidak sopan oleh orang yang mendengarkan. Sedangkan
kata-kata kasar adalah kata-kata yang sebaiknya tidak kita ucapan karena
ada kata-kata lain yang jauh lebih halus. Seorang mukmin harus bisa
menyampaikan makna ingin diutarakannya dengan bahasa yang halus. Dengan
kata lain, kalau Anda masih belum dapat meninggalkan pembicaraan yang
kotor, kasar, menusuk, dan melaknat, menurut Nabi anda belum beriman
atau belum dapat dikatakan sebagai mukmin.
Pembicara/orangnya akan jadi orang yang termalang dan terhina karena
sangat dirindukan “ketiadaannya”. Tentu saja semua ini adalah karena
buah perilakunya sendiri, tidak ada pembicaraan yang tidak kembali
kepada dirinya sendiri.
Akhlak pembicara jenis HARAM ini umumnya sangat buruk bagai penyakit
kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual
alias banyakan bohongnya, tidak amanah, tidak pernah jelas ujungnya,
pembicaraanya bukan menyelesaikan masalah malah sebaliknya menimbulkan
masalah yang baru. Pendek kata pembicara tipe ini pastilah seorang
“trouble maker” yang sangat tidak diharapkan kehadirannya dan
meninggalnya pembicara tipe ini malah disyukuri. Naudzubilla mindzalik.
Sebaiknya apabila Anda bertemu dengan Pembicara atau pemilik Lidah
kategori Haram ini, maka tinggalkanlah ia secepatnya, karena itu lebih
baik dan lebih menyelamatkan Anda.
Sahabatku,
Sekali lagi Lidah atau pembicaraan di atas jangan kita batasi hanya
yang bersifat verbal saja, tapi maknanya kita perluas termasuk dalam
bentuk tulisan kita di media, buku, blog, facebook, twitter atau
socialnetwork lainnya.
“Jagalah Bagian tubuh Anda yang sangat penting seperti kata Luqmanul Hakin di atas, yaitu Hati dan Lidah.”
Sebagai penutup tulisan seperti ungkapan KH
Zainuddin MZ, “Kalau luka kulit karena pedang, banyak obat bisa dibeli, tapi luka hati karena lidah, kemana obat hendak dicari” Beliau menutup tausiyahnya dengan selalu meminta maaf
kepada hadirin dan pendengar apabila ada salah kata yang kurang
berkenan.
Wallahualam bissawab.
Bâraka Allâhu fîkum. Amin
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Wassalamualaikum wr.wb
0 komentar:
Posting Komentar