Uang Jajan Untuk Pengemis
Seorang ayah ingin mengajarkan kepada anaknya sejak dini yang baru
duduk dikelas 3 SD untuk mengatur uang jajannya. Sang anak diberi uang
Rp 30.000 perminggu (termasuk ongkos ojek). Biasanya uang tersebut
diberikan sang ayah sehari sebelum anaknya masuk sekolah.
Pada minggu pagi mereka berdua hendak jalan-jalan ke kota untuk
menikmati liburan. Sebelum berangkat, tak lupa sang ayah memberikan uang
jajan mingguan anaknya dengan tiga lembar uang Rp 10.000. Dan uang
tersebut disimpan rapi dalam saku celananya.
Ditengah keasikan sang ayah dan anaknya menikmati hari libur mereka,
tiba-tiba keduanya dikejutkan dengan kedatangan seorang kakek pengemis
yangg telah tua renta sambil memelas.
Tak tega melihat sang kakek tua memelas, sang anak dengan sigap
langsung mengeluarkan 3 lembar uang 10.000,- dari saku celana dan
diberikan seluruhnya.
Kontan saja kakek pengemis ini terlihat sangat senang seraya
mengucapkan rasa syukur dan terimakasih yang tak terkira kepada sang
anak dan ayahnya ini.
Setelah si kakek tua berlalu, kemudian sang ayah bertanya;
“Sayang, kenapa kamu berikan semua uangmu untuk kakek itu? Bukankah
satu lembar saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hingga
nanti malam?”
“Ayah..kalau kakek tua itu ikhlas menerima yang sedikit maka aku
ikhlas untuk memberikan yang lebih besar!” Jawab anaknya dengan wajah
tersenyum..
“DEG!!!” Hati sang ayah langsung tersentak kaget mendengar jawaban tersebut.
“Nah, terus uang jajanmu untuk seminggu ke depan bagaimana?” Tanya sang ayah mencoba menguji.
“Kan aku masih punya ayah dan Ibu! Tidak seperti kakek tua itu yang
mungkin hanya hidup sebatangkara di dunia ini.” Balas anaknya.
“Kenapa kamu begitu yakin kalo ayah dan Ibu akan mengganti uang jajanmu? Ayah nggak janji loh?” Kembali sang ayah mengujinya.
“Kalo ayah merasa bahwa aku adalah amanah dari Allah yang dititipkan
kepada ayah dan Ibu, maka aku sangat yakin ayah dan Ibu tak akan
membiarkan aku kelaparan seperti kakek tua itu..” Jawab sang anak
mantap.
Seakan sang ayah tak percaya dengan jawaban dari putranya hingga ia
kehabisan kata-kata. Ia tak menyangka jawaban seperti itu keluar dari
seorang bocah kelas 3 SD. Ia seperti sedang berhadapan dengan seorang
ulama besar dan ia tak bernilai apa-apa ketika berada dihadapannya.
Lalu ia berjongkok dan memegang kedua pundak anaknya..
“Sayang…ayah dan Ibu janji akan selalu menjaga dan merawatmu hingga
Allah tetapkan batas umur ini. Ayah sangat sayang padamu..” Sambil kedua
matanya berkaca-kaca seolah tak kuat menahan haru..
Sambil memegang kedua pipi ayahnya, sang anak membalas,
“Ayah tak perlu berkata seperti itu. Sejak dulu aku sudah tahu bahwa
ayah dan Ibu sangat mencintai dan menyayangiku. Kelak jika aku sudah
dewasa aku akan selalu menjaga ayah dan Ibu, dan aku tidak akan
membiarkan ayah dan Ibu hidup dijalan seperti kakek tua itu…”
Dan airmata sang ayahpun tak terbendung mendengar jawaban tulus dari
anaknya.
Dipeluklah tubuh mungil itu dengan sangat erat. Dan kedua larut
dalam haru dan kasih sayang.
Anak ibarat kertas putih yang kita bisa tulis apa saja.
Mari kita berdo’a agar anak keturunan kita menjadi anak yang
Soleh/Solehah. Peduli pada sesama, dan ikhlas berbagi.
Dan sesungguhnya
itu bisa kita mulai dari diri kita dulu… InsyaAllah anak kita pun akan demikian dan kebaikan terus tersampaikan.
0 komentar:
Posting Komentar