Kamis, 30 April 2015

Bersikaplah Rendah Hati

Jangan Marah


Alhamdulillah. Hanya Allah Swt. pemilik segala pujian. Tak ada yang patut untuk disembah dan dimintai pertolongan selain Dia. Shalawat dan salam semoga sellau terlimpahkan kepada Rasulullah Saw.


Ada seseorang yang berkata kepada Rasulullah Saw., “Berilah aku nasehat.” Lalu, Rasul Saw. menjawab, “Janganlah marah.” Orang tersebut beberapa kali mengulang permintaannya dan Rasul Saw. tetap menjawab, “Janganlah marah.” (HR. Bukhari).

Saudaraku, jika ingin mulia maka kendalikanlah amarah. Salah satu kunci menjadi penghuni surga adalah mengendalikan amarah. Seseorang yang mudah mengumbar amarah maka akan jauh dari keberhasilan.

Seorang suami yang pemarah akan merusak suasana rumahtangganya. Istri dan anak-anak akan merasa tertekan, padahal mereka berada di dalam rumah, tempat yang seharusnya menjadi tempat yang tentram. Seorang pedagang yang pemarah akan dijauhi konsumennya. Atasan yang pemarah akan sulit membangun kerjasama dengan bawahannya.

Amarah yang tak bisa dikendalikan adalah berasal dari syaitan. Dan, Rasulullah Saw. bukanlah seorang pemarah. Beliau adalah pribadi yang dicintai karena akhlaknya yang mulia.

Untuk bisa mengendalikan amarah, maka pertama, berdzikirlah dengan mengucapkan “A’udzubillahi minasy syaithaanirrajiim” (aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk). Rasulullah Saw. bersabda, “Aku mengetahui suatu kalimat yang jika diucapkan olehnya (orang yang sedang marah) maka akan hilang kemarahannya. Hendaklah ia mengucap, “A’udzubillahi minasy syaithaanirrajiim”. (HR. Bukhari Muslim).

Kedua, diamlah. Tahan diri dari reaksi spontan saat marah. Karena akhlak adalah respon spontan. Tahanlah dan berdzikirlah. Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila di antara kalian ada yang marah maka diamlah.” Beliau Saw. mengucapkannya sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad).

Ketiga, sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw., jika amarah muncul dalam hati kita dan kita sedang berdiri, maka segeralah duduk. Jika dalam keadaan duduk amarah belum juga reda, maka berbaringlah. Carilah tempat atau situasi yang lebih kondusif untuk meredakan emosi dan menentramkan hati.

“Jika salah seorang dari kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah duduk. Jika masih belum juga reda marahnya, maka hendaklah berbaring.” (HR. Ahmad).

Mengapa demikian? Karena marah dalam keadaan berdiri lebih besar kemungkinannya untuk melakukan keburukan dibandingkan dalam keadaan duduk. Sedangkan keadaan berbaring akan lebih aman lagi dibandingkan duduk atau berdiri.

Keempat, wudlu. Air wudlu akan menentramkan hati yang sedang panas terbakar amarah. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kemarahan itu berasal dari syaitan. Dan, syaitan tercipta dari api. Dan, sesungguhnya api itu dapat dipadamkan dengan air. Jika salah seorang di antara kalian marah, maka berwudlulah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Kelima, jikapun memang harus marah, maka marahlah dengan cara sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Yaitu, marah yang benar, tegas dan santun. Insyaa Allah marah dengan cara seperti ini akan memberikan jalan keluar terhadap masalah yang sedang dihadapi. Marah yang pernah ditunjukkan Rasul Saw. adalah marah yang diekspresikan secara santun dan bertujuan untuk menegur, mengingatkan dan menyelamatkan orang lain agar selamat dari dosa.

Seusai perang Hunain, Rasul Saw. membagikan harta rampasan perang yang cukup banyak kepada para mualaf dari kota Mekkah. Hal ini membuat kaum muslimin di Madinah membicarakan tindakan Rasul Saw. tersebut dengan aroma ketidaksukaan. Mereka menganggap Rasul Saw. tidak adil.

Ternyata hal ini terdengar oleh Rasul Saw. Beliau pun marah dan berkata, “Saudaraku kaum Anshar, kalian bersikap demikian hanya karena aku berikan sedikit harta kepada orang-orang yang perlu diambil hatinya agar mereka mau sukarela memeluk Islam. Apakah kalian tidak rela mereka pergi dengan membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pergi bersama Rasulullah ke tempat kalian? 

Orang-orang Anshar itu bagaikan pakaian dalam, dan orang lain itu bagaikan pakaian luar (maksudnya kaum Anshar lebih dekat dengan Rasul Saw). Seandainya tidak ada hijrah, tentu aku adalah salah seorang di antara golongan Anshar. Seandainya orang-orang melalui celah dan lereng,  tentu aku melalui lembah dan celah orang-orang Anshar. Kalian pasti akan menemukan keadaan yang tidak disukai sepeninggalku. Karena itu, bersabarlah kalian hingga bertemu denganku di atas telaga (pada hari kiamat).” (HR. Muslim).

Setelah mendengar ucapan Rasulullah Saw., kaum Anshar pun tercenung dan bersedih karena menyadari kekhilafan mereka.

Terakhir, bersikaplah rendah hati dan jangan banyak keinginan. Rendah hati adalah cerminan kedewasaan dan kematangan jiwa untuk mengendalikan diri. Kontrol keinginan, karena terlalu banyak keinginan akan memunculkan banyak kemungkinan kita merasa kecewa yang berlanjut pada kemarahan.

Mengumbar amarah tidak akan membuat kita nampak lebih berwibawa. Sebaliknya, mengendalikan emosi dan bersikap santun namun tegas adalah akhlak mulia yang diteladankan oleh Rasulullah Saw. Semoga kita tergolong umatnya yang senantiasa bersemangat meneladaninya. Amiin yaa Rabbal’aalamiin.


Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution