Jangan Marah
Alhamdulillah. Hanya Allah Swt. pemilik segala pujian. Tak ada yang
patut untuk disembah dan dimintai pertolongan selain Dia. Shalawat dan
salam semoga sellau terlimpahkan kepada Rasulullah Saw.
Ada seseorang yang berkata kepada Rasulullah Saw., “Berilah aku nasehat.” Lalu, Rasul Saw. menjawab, “Janganlah marah.” Orang tersebut beberapa kali mengulang permintaannya dan Rasul Saw. tetap menjawab, “Janganlah marah.” (HR. Bukhari).
Saudaraku, jika ingin mulia maka kendalikanlah amarah. Salah satu
kunci menjadi penghuni surga adalah mengendalikan amarah. Seseorang yang
mudah mengumbar amarah maka akan jauh dari keberhasilan.
Seorang suami yang pemarah akan merusak suasana rumahtangganya. Istri
dan anak-anak akan merasa tertekan, padahal mereka berada di dalam
rumah, tempat yang seharusnya menjadi tempat yang tentram. Seorang
pedagang yang pemarah akan dijauhi konsumennya. Atasan yang pemarah akan
sulit membangun kerjasama dengan bawahannya.
Amarah yang tak bisa dikendalikan adalah berasal dari syaitan. Dan,
Rasulullah Saw. bukanlah seorang pemarah. Beliau adalah pribadi yang
dicintai karena akhlaknya yang mulia.
Untuk bisa mengendalikan amarah, maka pertama, berdzikirlah dengan mengucapkan “A’udzubillahi minasy syaithaanirrajiim” (aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk). Rasulullah Saw. bersabda, “Aku
mengetahui suatu kalimat yang jika diucapkan olehnya (orang yang sedang
marah) maka akan hilang kemarahannya. Hendaklah ia mengucap,
“A’udzubillahi minasy syaithaanirrajiim”. (HR. Bukhari Muslim).
Kedua, diamlah. Tahan diri dari reaksi spontan saat marah. Karena
akhlak adalah respon spontan. Tahanlah dan berdzikirlah. Rasulullah Saw.
bersabda, “Apabila di antara kalian ada yang marah maka diamlah.” Beliau Saw. mengucapkannya sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad).
Ketiga, sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw., jika amarah muncul
dalam hati kita dan kita sedang berdiri, maka segeralah duduk. Jika
dalam keadaan duduk amarah belum juga reda, maka berbaringlah. Carilah
tempat atau situasi yang lebih kondusif untuk meredakan emosi dan
menentramkan hati.
“Jika salah seorang dari kalian marah dan dia dalam keadaan
berdiri, maka hendaklah duduk. Jika masih belum juga reda marahnya, maka
hendaklah berbaring.” (HR. Ahmad).
Mengapa demikian? Karena marah dalam keadaan berdiri lebih besar
kemungkinannya untuk melakukan keburukan dibandingkan dalam keadaan
duduk. Sedangkan keadaan berbaring akan lebih aman lagi dibandingkan
duduk atau berdiri.
Keempat, wudlu. Air wudlu akan menentramkan hati yang sedang panas terbakar amarah. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya
kemarahan itu berasal dari syaitan. Dan, syaitan tercipta dari api.
Dan, sesungguhnya api itu dapat dipadamkan dengan air. Jika salah
seorang di antara kalian marah, maka berwudlulah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Kelima, jikapun memang harus marah, maka marahlah dengan cara
sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Yaitu, marah yang benar,
tegas dan santun. Insyaa Allah marah dengan cara seperti ini
akan memberikan jalan keluar terhadap masalah yang sedang dihadapi.
Marah yang pernah ditunjukkan Rasul Saw. adalah marah yang diekspresikan
secara santun dan bertujuan untuk menegur, mengingatkan dan
menyelamatkan orang lain agar selamat dari dosa.
Seusai perang Hunain, Rasul Saw. membagikan harta rampasan perang
yang cukup banyak kepada para mualaf dari kota Mekkah. Hal ini membuat
kaum muslimin di Madinah membicarakan tindakan Rasul Saw. tersebut
dengan aroma ketidaksukaan. Mereka menganggap Rasul Saw. tidak adil.
Ternyata hal ini terdengar oleh Rasul Saw. Beliau pun marah dan berkata, “Saudaraku
kaum Anshar, kalian bersikap demikian hanya karena aku berikan sedikit
harta kepada orang-orang yang perlu diambil hatinya agar mereka mau
sukarela memeluk Islam. Apakah kalian tidak rela mereka pergi dengan
membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pergi bersama Rasulullah ke
tempat kalian?
Orang-orang Anshar itu bagaikan pakaian dalam, dan orang lain itu
bagaikan pakaian luar (maksudnya kaum Anshar lebih dekat dengan Rasul
Saw). Seandainya tidak ada hijrah, tentu aku adalah salah seorang di
antara golongan Anshar. Seandainya orang-orang melalui celah dan
lereng, tentu aku melalui lembah dan celah orang-orang Anshar. Kalian
pasti akan menemukan keadaan yang tidak disukai sepeninggalku. Karena
itu, bersabarlah kalian hingga bertemu denganku di atas telaga (pada
hari kiamat).” (HR. Muslim).
Setelah mendengar ucapan Rasulullah Saw., kaum Anshar pun tercenung dan bersedih karena menyadari kekhilafan mereka.
Terakhir, bersikaplah rendah hati dan jangan banyak keinginan. Rendah
hati adalah cerminan kedewasaan dan kematangan jiwa untuk mengendalikan
diri. Kontrol keinginan, karena terlalu banyak keinginan akan
memunculkan banyak kemungkinan kita merasa kecewa yang berlanjut pada
kemarahan.
Mengumbar amarah tidak akan membuat kita nampak lebih berwibawa.
Sebaliknya, mengendalikan emosi dan bersikap santun namun tegas adalah
akhlak mulia yang diteladankan oleh Rasulullah Saw. Semoga kita
tergolong umatnya yang senantiasa bersemangat meneladaninya. Amiin yaa Rabbal’aalamiin.
Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
0 komentar:
Posting Komentar