Berkata Baik atau Diam
Berkata baik dan benar adalah ciri dari orang beriman
Puji dan syukur hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha
Menatap, memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadi insan-insan yang
terpelihara dalam setiap ucapan kita. Shalawat dan salam semoga selalu
terlimpahkan kepada Rasulullah Saw. Sang penutup para nabi yang tiada
lagi nabi setelahnya.
Allah Swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya
Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu.
Barangsiapa mentaati Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab [33] : 70-71).
Tidak ada satu katapun yang terlontar dari lisan kita kecuali Allah
Swt. mendengarnya. Dan, tidak ada satu kata pun yang kita ucapkan
kecuali pasti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Oleh karena itu, beruntunglah orang yang senantiasa memelihara
lisannya untuk tidak berkata kecuali yang benar dan baik saja. Sungguh
beruntunglah orang yang memelihara lisannya untuk jauh dari perkataan
yang sia-sia dan tiada berguna. Karena, menghindari ucapan yang sia-sia
dan tiada berguna adalah ciri dari keimanan kepada Allah Swt.
Saudaraku, sesungguhnya ucapan kita bisa menunjukkan bagaimana
kualitas diri kita. Ucapan kita menunjukkan bagaimana isi kita. Seperti
moncong teko, ia hanya mengeluarkan apa yang ada di dalam teko. Maka,
ketika kita banyak berkata kotor, kasar, tidak berguna, maka kita
sebenarnya sedang menjatuhkan kehormatan diri kita sendiri.
Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap ucapan bani Adam itu
membahayakan dirinya sendiri, kecuali kata-kata berupa amar ma’ruf dan
nahyi munkar serta berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Tirmidzi).
Kata-kata itu jika sudah terlontar dari lisan kita, maka ia bagaikan
anak panah yang sudah melesat dari busurnya. Ia tak bisa ditarik lagi.
Apalagi jika sudah tertancap, maka jika dicabut pun ia akan meninggalkan
bekas. Kata-kata yang tidak terjaga, bisa melukai perasaan orang. Dan,
jika itu sudah terjadi, meminta maaf pun tidak bisa menghilangkan bekas
lukanya. Bagaikan paku yang tertancap di tembok, ketika paku itu dicabut
maka bekasnya tetap akan tertinggal di sana.
Oleh sebab itu, hati-hatilah dengan ucapan kita. Hindari
celetak-celetuk tak karuan. Kurangi berbicara yang tidak perlu. Karena
terlalu banyak berbicara yang tidak perlu akan membuat kita melantur,
melebih-lebihkan cerita hingga akhirnya terjebak dalam kubangan dusta.
Lebih mengerikan lagi jika kita terseret pada ghibah. Obrolan-obrolan
yang tak terjaga, dibumbui kebohongan yang didramatisir, membicarakan
keburukan orang, sungguh bukan semakin kotorlah hati kita dengan
noda-noda dosa.
Lisan kita sangat ringan. Tidak perlu tenaga yang besar untuk
menggerakkannya. Juga tidak perlu biaya mahal untuk menggunakannya.
Namun, dari lisan ini bisa timbul perkara yang luar biasa. Bisa ada
orang yang sakit hati karenanya. Permusuhan bisa terpicu disebabkannya.
Bicaralah hanya yang benar dan baik saja. Jika tidak bisa, maka lebih baik diam. Ada sebuah ungkapan, “Diam itu emas”. Benar,
ketika dibandingkan dengan berbicara yang berisi keburukan atau
kesia-siaan. Sehingga yang terbaik adalah berbicara yang mengandung
kebaikan dan kebenaran. Perkataan yang seperti ini menjadi bagian dari
kerangka dzikir kepada Allah Swt.
Untuk bisa berkata baik dan benar, kita perlu juga memperhatikan situasi dan tempat. Karena, “Likulli maqaam maqaal, wa likulli maqaal maqaam”, setiap perkataan itu ada tempatnya yang terbaik, dan setiap tempat ada perkataannya yang terbaik.
Artinya, setiap kata yang kita ucapkan perlulah disesuaikan dengan
tempat, situasi dan siapa yang kita hadapi. Karena cara berbicara dengan
anak-anak tentu berbeda dengan cara berbicara dengan orang dewasa.
Berbicara dengan teman kita tentu berbeda dengan berbicara dengan orang
tua kita. Jika kita tidak terampil dalam hal ini, maka niat yang benar
bisa-bisa memberikan hasil yang tidak efektif.
Subhannallah. Sedemikian agungnya agama kita. Bahkan kepada
orang kafir sekalipun, Rasulullah Saw. melarang kita berkata-kata buruk
kepada mereka. Setelah perang Badar, Rasulullah Saw. sempat bersabda, “Janganlah
kamu memaki mereka dari apa yang kamu katakan, dan kamu menyakiti
orang-orang yang hidup. Ketahuilah bahwa kekotoran hati itu tercela.” (HR. Nasai).
Mari kita bersungguh-sungguh menjaga lisan kita dari perkataan yang
kotor dan tiada berguna. Jauhkan diri kita dari celetukan-celetukan.
Tahan lisan kita dari komentar-komentar yang tidak perlu, ungkapan yang
mengutuki keadaan.
Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamin.
KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
0 komentar:
Posting Komentar