Senin, 13 April 2015

Masihkah Punya Rasa Malu

Matinya Rasa Malu


Malu adalah suatu sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu merupakan salah satu kategori akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). “Malu adalah bagian dari keimanan seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi).


Perasaan malu itu meliputi tiga hal. Pertama, malu kepada diri sendiri, yakni perasaan malu di dalam hati, di kala akan melanggar larangan Allah. Kedua, malu kepada orang lain, yakni menjaga semua anggota badan dan gerak-geriknya dari hawa nafsu. Setiap akan melakukan perbuatan yang rendah, ia akan tertegun, tertahan, dan akhirnya tidak jadi berbuat. Karena desakan malunya, takut berbuat yang buruk, takut menerima siksaan Allah di akhirat kelak. Ketiga, malu kepada Allah, artinya jika ia melakukan kekejian akan mendapat siksa yang pedih. Malu kepada Allah merupakan sendi utama dan dasar budi pekerti yang mulia. “Malulah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar malu.” (HR Tirmidzi).

Setiap orang mempunyai rasa malu, entah besar ataupun kecil. Malu itu merupakan kekuatan preventif (pencegahan) guna menghindarkan diri dalam kehinaan atau terulangnya kesalahan serupa. Akan tetapi, rasa malu itu bisa luntur dan pudar, hingga akhirnya lenyap (mati) karena berbagai sebab. Jika malu sudah mati dalam diri seseorang, berarti sudah tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan dari dirinya. Ibarat kendaraan, remnya sudah blong atau tidak dapat berfungsi lagi. “Jika engkau tidak tahu malu lagi, perbuatlah apa saja yang engkau kehendaki.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dapat dibayangkan, bila rasa malu itu telah hilang dalam diri seseorang, segala perilakunya makin sulit dikendalikan. Sebab, dia akan melakukan berbagai perbuatan tak terpuji, seperti korupsi, menyontek, menipu, mempertontonkan aurat dengan pakaian yang seksi dan mini, berzina, mabuk-mabukan, pembajakan, pelecehan seksual, dan pembunuhan. Mereka sudah dikuasai oleh nafsu serakah. Orang yang sudah dikuasai nafsu serakah dan tidak ada lagi rasa malu dalam dirinya maka perbuatannya sama dengan perilaku hewan yang tidak punya akal, kecuali sekadar nafsu.

Hilangnya rasa malu pada diri seseorang merupakan awal datangnya bencana pada dirinya. “Sesungguhnya Allah SWT apabila hendak membinasakan seseorang, maka dicabutnya rasa malu dari orang itu. Bila sifat malu sudah dicabut darinya, maka ia akan mendapatinya dibenci orang, malah dianjurkan orang benci padanya. Jika ia telah dibenci orang, dicabutlah sifat amanah darinya. Jika sifat amanah telah dicabut darinya, kamu akan mendapatinya sebagai seorang pengkhianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayangnya, maka jadilah ia seorang yang terkutuk. Jika ia telah menjadi orang terkutuk maka lepaslah tali Islam darinya.” (HR Ibnu Majah).


“Malu adalah bagian dari keimanan seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi). 
Hilangnya rasa malu, berarti mulai menipisnya rasa keimanan dalam dirinya. Dan, jika keimanan sudah semakin hilang, perbuatannya akan jauh dari rida Allah SWT. Naudzubillah.



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution