Curhat Hanya Kepada Allah
Semua orang pasti pernah merasakan sesuatu yang tidak diinginkan. Semua
orang juga pasti mempunyai masalah dan problem kehidupan. Di saat
tertentu orang hidup bahagia dan senang, di saat yang lain pula boleh
jadi sedih dan pilu. Dan ini adalah sunnatullah.
Dalam menyikapi masalah kehidupannya, orang memiliki beragam tindakan
untuk memecahkannya. Ada yang mencurahkan perasaan dan uneg-unegnya
kepada keluarga, teman, atau bahkan kepada benda-benda mati. Apalagi
sering dijumpai tidak sedikit orang yang apabila mempunyai problem,
selalu ia curhatkan di jejaring sosial seperti facebook atau twitter
sehingga semua manusia mengetahuinya.
Ada pula seseorang yang status upated-nya adalah kegalauan hidup,
seakan-akan tiada hari tanpa kebahagiaan. Semua yang ditulisnya adalah
situasi mengerikan dalam hidupnya. Masalah-masalah kepada teman, guru,
orangtua, atau bahkan masalah rumah tangga pun diceritakannya di sana.
Tak peduli apakah itu aib atau bukan.
Yang paling menyedihkan adalah tidak sedikit di antara kaum muslimin
yang masih saja percaya kepada dukun dan peramal. Sehingga tatkala ia
memiliki masalah, yang pertama kali terbetik dalam hatinya adalah segera
mendatangi dukun untuk mencari solusi. Sungguh ini adalah kelemahan dan
kebodohan. Tidakkah mereka tahu bahwa orang yang mendatangi dukun itu
bisa menyebabkan kekafiran?!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافاً أوْكَاهِنافَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Siapa yang mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang diucapkannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [Riwayat Imam Ahmad dalam Al Musnad, Al Hakim dalam Al Mustadrak dan menilainya shahih, dan Al Baihaqi]
Sesungguhnya semua masalah itu tidak sepantasnya disebar dan diceritakan
kepada setiap orang yang diadukannya. Cukup semua perkara yang dihadapi
seorang muslim hanya dicurhatkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Seorang muslim hanya akan menampakkan kelemahannya di hadapan Allah,
tidak kepada makhluk yang sama-sama lemah. Oleh karena itu kita
memiliki dzikir لَا
حَوْلَ وَ لَا قوَّةّ إِلَّا بِا الله yang maknanya adalah tidak ada
daya untuk menghindari kemaksiatan dan upaya untuk melakukan ketaatan
kecuali kekuatan dari Allah.
Lihatlah Nabi Ya’qub ‘alaihissalam ketika
menghadapi kesedihan berupa kehilangan putranya, Yusuf, sehingga
anak-anaknya yang lain mengiranya akan bertambah sakit dan sedih. Maka
dengarlah jawaban Nabi Ya’qub yang perlu diteladani setiap muslim,
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ
“Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86)
Benar saja. Jika seseorang menampakkan dan mengadukan kesedihan serta
kesulitan kepada manusia, maka hal itu tidak meringankan kesedihan
terdebut. Namun apabila seseorang mengadukan kesedihan itu kepada Allah,
itu lah yang akan bermanfaat baginya. Bagaimana tidak? Sedangkan Allah Ta’ala telah menjanjikan hal itu dalam sejumlah firman-Nya. Jika Anda berkehendak, bacalah dan renungkanlah beberapa firman Allah ini,
وَ إِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS Al Baqarah: 186]
Perhatikanlah ayat ini. Di dalam Al Quran yang biasa memakai uslub soal-jawab,
biasanya setelah disebutkan pertanyaan akan diikuti dengan
kata-kata قُلْ (katakanlah), seperti dalam Al Baqarah: 189, 215, 217,
dan banyak lagi. Namun dalam ayat ini, Allah tidak menggunakan
kata-kata قُل (katakanlah), namun langusung menjawabnya, “فَإِنِّى
قَرِيْبٌ أُجِيْبُ …إلخ.” Ini menunjukkan bahwa kedekatan dan janji Allah
itu benar-benar haq. Allah berfirman :
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الوَرِيْدِ
“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [QS Qaf: 16]
Tentu saja kedekatan di sini adalah kedekatan ilmu, bukan Dzat Allah.
Sebagaimana kesepakan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sedangkan kedekatan Allah
itu ada dua, yaitu (1) kedekatan ilmu-Nya, dan (2) kedekatan-Nya dengan
orang yang beribadah dan berdoa kepada-Nya dengan pengkabulan,
pertolongan, dan taufik (lihat Taisirul Karimir Rahman). Maka, sesungguhnya ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang samar baginya.
Jika Allah saja dekatnya sedemikian, maka tidak perlu lagi mencari
tempat-tempat curhat dan mengeluhkan problem kepada selain-Nya. Karena, “Bukankah Allah itu cukup untuk hamba-Nya.” [QS Az Zumar: 36]
Diriwayatkan bahwa dahulu di zaman salaf, segala perkara yang mereka
hadapi, kecil atau besar, selalu diadukan kepada Allah. Sampai garam
dapur pun, mereka meminta kepada Allah. Atau sebagian riwayat, sampai
tali sandal yang terpuus pun, diadukan kepada Allah.
Rasulullah sendiri mengajarkan kepada keponakannya yang masih kecil agar hanya meminta dan memohon kepada Allah, “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah”
[Riwayat At Tirmidzi. Beliau berkomentar, “(Hadits ini) hasan shahih.”]
Jika anak kecil saja diajarkan seperti itu, bagaimana yang lainnya?
Tentu lebih lagi.
Inilah potret pendidikan Rasulullah, yaitu menanamkan akidah yang benar
kepada umatnya sejak kecil agar terpatri kuat di sanubari orang
tersebut. Dan pendidikan macam inilah yang seharusnya ditiru oleh para
orangtua mana pun.
Demikian juga dengan orang yang dirundung bingung antara dua pilihan,
jika ia harus memilih.Seluruh ajaran Islam adalah penyeraad diri kepada
Allah. Segala masalah harus diserahkan kepada Allah, tidak kepada
selain-Nya.
Ketika Anda tertimpa sakit, hendaknya yang pertama kali terbetik dalam hati Anda adalah segera kembali kepada Allah ‘Azza wa Jall.
أَمِنْ يُجِيْبُ المُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَ يَكْشِفُ السُّوْءَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” [QS. An Naml: 62]
Ini semua bukan berarti tidak boleh sama sekali meminta pendapat kepada
orang lain. Karena Allah sendiri juga berfirman yang artinya, “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam perkara itu.”
[QS Ali ‘Imran: 159] Akan tetapi, mana yang ia dahulukan. Datang
mengadu kepada Allah dahulu, atau mendatangi manusia untuk berkeluh
kesah.
Berikut saya kutipkan beberapa hadits beserta sedikit penjelasannya yang
berkaitan dengan doa, agar Anda menjadi semakin yakin bahwa kekuatan
itu ada pada doa. Dan sesungguhnya seluruh makhluk itu lemah, kecuali
orang yang mau berdoa. Bahkan benda-benda mati pun berdoa dan berdzikir,
sebagaiman pernyataan Allah dalam surat Al Isra’ ayat 44. Maka jika
benda yang tidak berakal saja terus bertasbih dan mengingat-Nya,
bagaimana pula dengan manusia yang berakal?!
لا يَرُدُّ القَضَاء إلا الدُّعَاء
“Tidak ada yang dapat menolak qadha’ kecuali doa.” [Riwayat At Tirmidzi, Ibnu Hibban, dari hadits Salman Al Farisi. Dinilai shahih oleh Ibnu Hibban. Dikeluarkan juga Al Hakim, dinilainya shahih. At Tirmidzi mengatakan, “Hasan gharib.” Dan tidak menilanya shahih, karena dalam sanadnya terdapat Abu Maudud Al Bashri yang namany adalah Fidhdhah. Abu Hatim berkata,”Dha’if.” Juga ditakhrij oleh Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kubra dan Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah. Lihat Tuhfatudz Dzakirin hal. 29]
Al Qadhi Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Di dalamnya terdapat dalil bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala menolak
dengan doa sesuatu yang telah Dia tetapkan atas seorang hamba. Dalam
mas-alah ini telah diriwayatkan banyak hadits. Dan yang menguatkan
adalah firman Allah yang artinya, ‘Allah menghapus apa yang dikehendaki-Nya dan menetapkan (apa yang dikehendaki-Nya). Dan di sisi-Nya terdapat ummul kitab.”
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللهِ مِنَ الدُّعَاءِ
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di sisi Allah dari doa” [Direkam oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Al Bukhari dalam Tarikh-nya, At Tirmidzi dalam Jami’-nya, dan Ibnu Majah, Al Hakim dalam Mustadrak-nya, dari hadits Ibunda ‘Aisyah. Al Hakim menilainya shahih, dan disepakati oleh Adz Dzahabi]
Al ‘Allamah Abul ‘Ula Muhammad bin ‘Abdurrahman Al Mubarakfuri rahimahullah mengatakan dalam syarahnya, Tuhfatul Ahwadzi [2421],
“Karena di dalamnya (yaitu doa) terdapat penampakkan kefakiran,
ketidakmampuan, penghinaan (diri), dan pengakuan terhadap kekuatan dan
kemampuan (kudrat) Allah.”
Oleh karena doa itu sesuatu yang mulia di sisi Allah, maka tidak heran jika Rasulullah juga bersabda:
مَنْ لَمْ يَسْأَلِ الله يَغْضَبْ عَلَيْه
“Siapa yang tidak meminta kepada Allah, Dia akan murka kepadanya” [Riwayat At Tirmidzi dan Al Hakim, dari hadits Abu Hurairah]
Hadits ini senada dengan firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan
Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [QS Ghafir: 60]
Rasulullah shalawaturrabbi wa salamuh ‘alaih juga pernah bersabda:
لَا تَعْجِزُوْ فِي الدُّعَاءِ فَإِنّهُ لَنْ يَهْلِكَ مَعَ الدُّعَاءِ أَحَدٌ
“Jangan kalian lemah (sedikit) dalam berdoa. Karena tidak akan binasa orang yang selalu berdoa.” [Direkam oleh Ibnu Hibban dalam Ash Shahih, Al Hakim dalam Al Mustadrak, Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah. Ketiganya menilainya shahih. Lihat Tuhfatudz Dzakirinhal. 31]
Allahu a’lam.
Semoga shalawat beriringan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga, shahabat, dan siapa saja yang senantiasa mengikuti mereka dengan baik hingga kiamat kelak.
0 komentar:
Posting Komentar