Selasa, 13 November 2012

Dalam Islam Mengemis Boleh Tidak Ya!

Tiga Mengemis Yang Dibolehkan

Setiap orang pasti membutuhkan rizki berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Untuk itu, manusia harus mencari nafkah dengan berbagai usaha yang halal. Bagi seorang muslim, mencari rizki secara halal adalah salah satu prinsip hidup yang sangat mendasar. Kita tentu menghendaki dalam upaya mencari rizki, banyak yang bisa kita peroleh, mudah mendapatkannya dan halal status hukumnya.


Namun seandainya sedikit yang kita dapat dan susah pula mendapatkannya, selama status hukumnya halal jauh lebih baik daripada mudah mendapatkannya, banyak perolehannya namun status hukumnya tidak halal. Yang lebih tragis lagi adalah bila seseorang mencari dengan susah payah, sedikit mendapatkannya, staus hukumnya juga tidak halal, bahkan resikonya sangat berat, inilah sekarang yang banyak terjadi. Kita dapati di masyarakat kita ada orang yang mencuri sandal atau sepatu di mesjid, mencopet di bus kota dan sebagainya. Korban penganiayaan dari masyarakat sudah banyak yang berjatuhan akibat pencurian semacam itu.

Dalam satu hadist, Rasulullah saw menyebutkan tentang kecintaan Allah swt kepada orang yang mencari rizki secara halal meskipun ia berusaha payah dalam mendapatkannya, beliau bersabda: Sesungguhnya Allah cinta (senang) melihat hambaNya lelah dalam mencari yang halal (HR. Ad Dailami).

Salah satu cara mencari harta yang tidak terhormat adalah dengan meminta-minta atau mengemis kepada orang lain. Karena itu, sebagai muslim jangan sampai meminta atau mengemis agar kita mendapat jaminan surga dari Rasulullah saw sebagaimana sabdanya : Barangsiapa yang menjadi kepadaku bahwa ia tidak meminta sesuatu kepada orang, aku menjamin untuknya dengan surga (HR. Abu Daud dan Hakim

Pada dasarnya, mengemis termasuk cara mencari harta yang diharamkan oleh Allah swt, kerena itu, mengemis tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim kecuali bila sangat terpaksa, Rasullullah saw bersabda : Qabishah bin Mukhariq al Hilal ra berkata: “aku pernah memikul tanggunguan berat (diluar kemampuan), lalu aku datang kepada Rasulullah saw untuk mengadukan hal itu. Kemudian beliau bersabda: “tunggulah sampai ada sedekah yang datang kepada kami lalu kami perintahkan agar sedekah itu diberikan kepadamu”. Setelah itu beliau bersabda: Hai qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh kecuali bagi salah satu dari tiga golongan, yaitu (1) orang yang memikul beban tanggungan yang berat (diluar kemampuannya), maka dia boleh meminta-minta sehingga setelah cukup lalu berhenti, tidak meminta-minta lagi. (2)Orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, maka dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekedar kebutuhan hidupnya. (3) Orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya benar-benar miskin, maka dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekedar kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari tiga golongan tersebut hai Qabishah, maka meminta-minta itu haram yang hasilnya bila dimakan juga haram (HR. Muslim).

Dari hadist di atas, dapat kita pahami bahwa mengemis yang dibolehkan adalah mengemis yang sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupan seseorang, itupun tidsk boleh menjadi pekerjaaan atau profesi, karena situasi darurat seharusnya tidak berlangsung lama. Lebih jelas ada tiga sebab atau keadaan yang dibolehkannya mengemis bagi seseorang.

Pertama, orang yang memiliki beban hidup yang tidak mampu ditanggungnya sehingga dengan kesungguhan dan kerja keras tanpa ia dapat berusaha dengan cara lain yang halal untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Dalam kehidupan sekarang, para pengemis bisa jadi berada dalam keadaan memiliki tanggungan yang berat, namun karena dari mengemis ternyata banyak yang diperolehnya meskipun tanpa kerja keras, maka ia malah keasyikan sehingga tidak mau berusaha yang lain.

Padahal seandainya seorang ibu yang kita lihat di jalan-jalan untuk mengemis mau jadi pembantu rumah tangga aja; makan, minum dan tempat tinggal sudah terjamin, itupun masih mendapat upah setiap bulan. Kalau para preman yang suka memalak mau berusaha dengan cara berdagang minuman ringan dan makanan kecil saja, maka ia sudah bisa memperoleh uang, kalau orang cacat diberikan pendidikan ketrampilan yang membuatnya bisa berusaha dan berkarya, tentu ia tidak akan menunggu belas kasihan orang lain.

Oleh karena itu, setiap orang seharusnya bisa memahami dan menyadari bahwa semakin lama beban hidup memang semakin besar sehingga seseorang dituntut untuk meningkatkan semangat bekerja dan berusaha, termasuk di dalamnya dengan memperbanyak ketrampilan karena semakin banyak ketrampilan yang dikuasainya, semakin banyak pula pintu rizki yang bisa dibuka.

Kedua yang dibolehkan mengemis adalah orang yang tertimpa musibah seperti bencana alam yang menghabiskan hartanya, bahkan untuk sementara iapun tidak bisa berusaha sebagaimana biasanya. Di Negara kita, bencana datang silih berganti bahkan ada bencana yang sudah diperkirakan seperti banjir, tanah longsor, berbagai penyakit yang muncul akibat perubahan musim dan sebagainya. Kalau pemerintah tanggap dalam masalah ini, apalagi dibantu lembaga swadaya masyarakat. Mestinya orang tertimpa musibah tidak akan sampai mengemis, anggaran Negara dan pemerintah daerah harus disediakan dalam jumlah yang banyak untuk menghadapi situasi darurat akibat bencana alam.

Karena itu, masyarakat yang tertimpa musibah memang harus menunjukkan kesabaran yang besar karena hal itu memang ujian dari Allah swt sebagaimana firman-Nya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah [2]:115)

Ketiga, kemiskinan yang diakui oleh masyarakat disekitarnya bahwa dia memang miskin sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokok saja seperti makan dan minum ia tidak sanggup lagi memenuhinya. Bila tidak ada pilihan lain, maka orang yang ditimpa kemiskinan dibolehkan mengemis sekedar untuk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.

Namun kemiskinan idealnya tidak sampai membuat seseorang menjadi pengemis, tapi orang berkemampuan apalagi pemerintah harus segera membantu masyarakat yang miskin dengan mendidik masyarakat dan membuka lapangan kerja yang luas. Ketika ada orang yang mengalami kesulitan, seharusnya orang itu tidak sampai mengemis, tapi tetangga wajib mengatasi kesulitannya itu.

Karenanya seseorang dianggap tidak beriman bila ia tahu tetangganya lapar tapi ia tidak menolongnya, Rasullullah saw bersabda: Tidak beriman kepadaku orang yang dapat tidur dengan perut kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal dia mengetahui (HR. Bazzar).

Disamping itu, ketika seseorang mau berusaha lalu membutuhkan modal, maka permodalan bisa diberikan atau dipinjamkan dari dana zakat, infak dan sedekah atau memang dana yang disediakan oleh pemerintah sehingga seseorang bisa berusaha dengan cara yang baik dan tidak lagi menjadi pengemis.

Dengan demikian dalam situasi terpakasa, seseorang dibolehkan mengemis hanya untuk mendapatkan rizki sekedar bisa memenuhi kebutuhan pokok, bukan dengan pengemis itu ia menjadi kaya apalagi sampai menipu orang lain agar ada belas kasihan kepadanya. Orang yang selama ini menjadi pengemis harus meninggalkan cara mengemis dan secara serius pemerintah dan lembaga-lembaga zakat serta pengurus masjid harus memberi perhatian dalam masalah ini.

Oleh Karena itu, motivasi dan memberi pemahaman yang utuh untuk membantu yang lemah harus dibangun kembali, sedangkan mereka yang mengalami kesulitan hidup harus mau berusaha semaksimal mungkin dan tidak menjadikan keadaan dirinya sebagai alasan keterpaksaan untuk mendapatkan rizki dengan cara yang tidak terhormat. (by. eramuslim)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution