Senin, 19 November 2012

Harta Tidak Akan Berkurang Dengan Dishodaqohkan

ZAKAT

Definisi Zakat

Menurut Bahasa (lughoh)

Dari asal kata zakkaa - yuzakkii - tazkiyatan - zakaatan yang berarti :

1. Thoharoh (membersihkan, mensucikan)
Firman Allah Ta'ala: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS. At-Taubah:103)

2. Namaa' (tumbuh, berkembang)
Firman Allah Ta'ala: "Allah memusnahkan ribaa' dan menyuburkan sedekah" (QS. Al-Baqarah:276)

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu Rabsyah Al-An Maary: "Harta tidak akan berkurang dengan dishodaqohkan" (HR. Tirmidzi, kitab Az Zuhd jilid 4 hal. 487 no. 2325, kata Imam Tirmidzi: "Hadits ini hasan shohih")

Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani: "Tanaman itu telah Zakka, yakni berkembang dan tumbuh" (Fathul Baari, kitab zakat jilid 3 hal. 262)

3. Al-Barokah
Firman Allah Ta'ala: "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya" (QS. Saba' : 39)

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairoh radhiallohu anhu: Allah Ta'ala berfirman dalam hadits qudsi: "Hai anak Adam berinfaklah niscaya Aku akan berinfak untukmu" (HR. Bukhori no. 4684, Kitab Tafsir surat Hud 8 : 352; Muslim no. 2305, Kitab Zakat 7:81)

4. Al-Madh (Pujian)
Dalam hadits Abu Hurairoh tentang kisah Zainab Ummul Mukminin: " . . . Bahwa Zainab namanya adalah Barroh maka dikatakan 'dia memuji dirinya' maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menamainya Zainab." (HR. Muslim, Kitab Al Azab Juz 14, hal. 346 no. 5572)

5. Amal Sholeh
Firman Allah Ta'ala: "Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu...." (QS. al-Kahfi 18:81). Imam Al-Farro' mengatakan: arti 'yang lebih baik kesuciannya' adalah yang lebih baik amal sholehnya. (lihat An Nihayah karya Ibnu Al Atsir jilid 2 hal. 307; Lisanul Arab karya Ibnul Mandzur jilid 6 hal 64-65)

Menurut Hukum (Istilah Syara')

1. Pendapat Al-Hafidz Ibnu Hajar: "Memberikan sebagian dari harta yang sejenis yang sudah sampai nashob selama setahun dan diberikan kepada orang fakir dan semisalnya yang bukan dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib." (Al-Fath 3:262)

2. Pendapat Ibnu Taimiyah: "Memberikan bagian tertentu dari harta yang berkembang jika sudah sampai nishob untuk keperluan tertentu." (Mausu'ah Fiqh Ibnu Taimiyah 2 : 876; Fatawa 25:8)

3. Pendapat Syaikh Abdullah Al-Bassaam: "Hak wajib dari harta tertentu, untuk golongan tertentu pada waktu tertentu." (Taudhihul Ahkam 3:5)

Zakat Dalam Bahasa Al-Qur'an

Sedangkan Al-Qur'an Al-Karim telah menyebutkan tentang zakat dengan berbagai ungkapan, terkadang dengan ungkapan zakat, shodaqoh, infaq/nafaqoh dan al-'afwu.

1. Zakat
Ungkapan ini paling banyak disebutkan bahkan sering digabungkan dengan perintah shalat sampai diulang dalam 82 ayat (lihat Taudih al akham 3:5).
Firman Allah Ta'ala: "Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku" (QS. Al Baqoroh : 43)

2. Shodaqoh
Firman Allah Ta'ala: "Ambillah shodaqoh (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu …" (At Taubah : 103)

3. Infaq/Nafaqoh
Firman Allah Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (yakni keluarkanlah zakatnya) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu." (QS. Al Baqoroh:267)

4. Al-'Afwu
Firman Allah Ta'ala: "Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: al-'afwu (yang lebih dari keperluan)" (QS. Al Baqoroh:219)

Hukum Menunaikan Zakat

Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan termasuk dari pondasi Islam yang agung. Maka hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan. Dasarnya adalah dari Al Qur'an, As Sunnah dan Ijma'.

Firman Allah Ta'ala: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah :5)

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan utusanNya, menegakkan sholat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan." (lihat Bukhari Kitabul Iman 1:49 no. 8 dari hadits Ibnu Umar, Muslim, Kitabul Iman 2:130 no. 113).

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mengutus Muadz bin Jabbal radhiyallahu 'anhu ke negeri Yaman: "Terangkanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka" (HR. Muslim Kitabul Iman 1:147 no. 121)

Adapun Ijma', maka kaum muslimin disetiap masa telah ijma' (sepakat) akan wajibnya zakat. Juga para sahabat telah sepakat untuk memerangi orang-orang yang tidak mau membayarnya dan menghalalkan darah dan harta mereka karena zakat termasuk dari syi'ar Islam yang agung. (al-Mughni, karya Ibnu Qudamah 4:5)

Syaikh Abdullah Albassam menerangkan (Taudihul ahkam:3/12): "Para ulama berselisih kapan diwajibkannya zakat, akan tetapi pendapat yang paling kuat adalah bahwa kewajiban zakat di tetapkan dalam tiga fase:

a. Zakat diwajibkan secara mutlak tidak ada batasan atau rincian akan tetapi hanya perintah untuk memberi, memberi makan dan berbuat baik, ini berlangsung ketika sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah. Allah berfirman: "Pada harta-harta mereka ada hak tertentu untuk orang yang meminta dan yang tidak meminta" (QS. adz-Dzariyat 51:19). Didalam surat Fushilat Allah mengancam yang tidak mengeluarkan zakat: "Orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat...." (QS 41:7). Dalam surat Al-Mudatsir Allah memasukkan orang-orang yang tidak memberi makan orang miskin sebagai al-mujrimun (orang-orang yang berdosa): "... dan tidak memberi makan orang miskin". (QS. Al-Mudatsir : 44)

b. Tahun kedua Hijriyah diterangkanlah hukum zakat dengan rinci, diterangkan harta yang wajib dizakati dan kadar nishabnya serta jumlah yang harus dikeluarkan sebagai zakat.

c. Tahun kesembilan Hijriyah ketika manusia masuk Islam dengan berbondong-bondong dan semakin luas daerah Islam Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim petugas-petugas untuk mengambil zakat .

Hikmah Disyariatkannya Zakat

  • Menguatkan rasa kasih sayang antara si kaya dengan si miskin. Hal ini dikarenakan fitrahnya jiwa manusia adalah senang terhadap orang yang berbuat kebaikan (berjasa kepadanya).
  • Mensucikan dan membersihkan jiwa serta menjauhkan jiwa dari sifat kikir dan bakhil.
  • Membiasakan seorang muslim untuk memiliki sifat belas kasihan.
  • Memperoleh keberkahan, tambahan dan ganti yang lebih baik dari Allah Ta'ala.
  • Sebagai ibadah kepada Allah Ta'ala
    (lihat Risalah Fi Zakat oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).

Anjuran Menunaikan Zakat

Firman Allah Ta'ala: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka" (QS. At Taubah : 103)

Ayat ini mengajarkan untuk mengambil sedekah dari hartanya kaum mu'minin, baik itu shodaqoh yang ditentukan (zakat) ataupun yang tidak ditentukan (tathowa) demi untuk membersihkan mereka dari kotornya kebakhilan dan rakus. Juga mensucikan mereka dari kehinaan dan kerendahan dari mengambil dan makan haknya orang fakir. Dan juga untuk menumbuh kembangkan harta mereka dan mengangkatnya dengan kebaikan dan keberkahan akhlak dan mu'amalah sampai mengantarkan mereka menjadi orang yang berhak mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Firman Allah Ta'ala: "Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS. Adz-Dzariyat : 19)

Dalam ayat ini Allah Ta'ala telah mengkhususkan sifat-sifat yang mulia dengan berbuat baik. Dan kebaikan mereka nampak jelas dari menegakkan shalat malam, memohon ampun di waktu malam dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana kebaikan mereka yang nampak jelas dalam memberi dan menunaikan haknya orang-orang fakir demi kasih sayang dan rohmah bagi mereka.

Firman Allah Ta'ala: "(Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat." (QS. Al Hajj:41)

Allah telah menjanjikan dengan menunaikan zakat merupakan tujuan untuk bisa tegak dan kokoh di muka bumi ini. 

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tiga perkara yang aku bersumpah atas tiga perkara tersebut dan menceritakan kepada kalian maka jagalah : Tidak akan berkurang harta yang dishodaqohkan dan tidak seorang hamba dianiaya dengan satu kedholiman kemudian dia bersabar (atas kedholiman) kecuali Allah akan menambahkan baginya dengan kemuliaan. Dan tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta kecuali Allah akan membaginya pintu kefakiran." (Turmudzi Kitab Az-Zuhd 4:487(2325) dari hadits Abi Habsyah)

Dari masih banyak hadits-hadits tentang anjuran untuk menunaikan zakat serta keutamaan-keutamaannya.

Ancaman Bagi yang Tidak Menunaikan Zakat

Telah banyak dalil-dalil baik itu dari Al-Kitab ataupun As-Sunnah tentang ancaman keras bagi orang yang bakhil dengan zakat dan enggan untuk mengeluarkannya.

Firman Allah Ta'ala: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahanam lalu dibakar dengannya dahi mereka lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka :"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang akibat dari apa yang kamu simpan itu" (QS. At Taubah : 34-35).

Firman Allah Ta'ala: "Sekali-sekali janganlah orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu kelak akan dikalungkan di lehernya di hari kiamat." (QS. Ali Imron : 180)

Oleh karenanya harta yang tidak ditunaikan zakatnya maka itu termasuk harta simpanan yang pemiliknya akan disiksa dengannya pada hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tidaklah seseorang yang memiliki emas atau perak kemudian tidak ditunaikan haknya, apabila datang hari kiamat dibentangkan baginya batu-batu yang lebar dari neraka kemudian dia akan dipanggang di atas batu-batu itu di dalam neraka jahannam kemudian disetrika perut, dahi dan punggungnya. Setiap kali sudah dingin maka akan dikembalikan seperti semula yang satu hari adalah sama dengan 50.000 tahun sampai diputuskan perkaranya diantara manusia maka dia akan melihat jalannya, apakah ke surga atau neraka." (HR. Muslim Kitab Zakat 7:67 no. 2287 dari hadits Abu Hurairah)

Kemudian lanjutan hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan orang yang memiliki onta, sapi dan kambing yang tidak ditunaikan zakatnya akan mengalami nasib yang sama pula dari siksa di hari kiamat.

Juga sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain: "Barang siapa yang Allah telah berikan harta kepadanya kemudian dia tidak menunaikan zakatnya maka pada hari kiamat nanti hartanya akan berujud ular yang botak yang mempunyai dua titik hitam diatas kepalanya yang mengalunginya kemudian mengambil dengan kedua sisi mulutnya sambil berkata: "Aku adalah simpananmu, aku adalah hartamu". Kemudian beliau membaca ayat: "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang telah Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya, menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka, sebenarnya bahwa kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka, harta-harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak di hari kiamat." (HR. Bukhori Kitab Zakat 3:268 no.1403 dari hadits abu Hurairah; Muslim Kitab Zakat 7:74 no. 2294)

Hukum bagi yang Orang Tidak Mau Bayar Zakat

Dalam hal ini ada beberapa kriteria dari orang-orang yang tidak mau membayar zakat :
1. Seorang yang tidak mau membayar zakat tapi masih meyakini akan wajibnya.

Para ulama menghukumi bahwa pelakunya berdosa dan tidak mengeluarkannya dari keislamannya. Kepada penguasa (hakim) agar memaksa pelakunya supaya mau membayar zakat serta memberikan hukuman pelajaran kepadanya (tahdzir). Dan mengambil hak zakat dari orang tersebut sesuai dengan kewajibannya, tidak boleh lebih. Kecuali pendapatnya Imam Ahmad dan Imam Syafi'i (pendapat lama) maka mengambilnya separuh dari hartanya sebagai hukuman baginya. Sebagaimana hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "… Dan barang siapa yang tidak mau menunaikannya (zakat) maka kami akan mengambilnya dan separuh hartanya adalah hak dari hak-hak wajib bagi Tuhan kami, tidak halal bagi keluarga Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam darinya sedikitpun." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, Hakim, Baihaqi dari Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya).

Adapun Ibnu Taimiyah menghukumi orang yang seperti itu adalah kafir dalam batinnya, walaupun secara dzahir tidak dikafirkan, akan tetapi disikapi seperti sikapnya orang-orang murtad yang diberi kesempatan bertaubat tiga kali, kalau tidak mau bertaubat maka hukumnya dibunuh. (lihat Fatawa 7:611, Mausu'ah Fiqh Ibnu Taimiyah 2:877; al-Mughni 4:67; majalah Buhuts Islamiyah Darul Ifta' edisi 58 tahun 1420H hal. 11; Fiqh Sunnah 1:403)

2. Kalau yang tidak mau membayar zakat itu sekelompok orang yang mereka memiliki kekuatan tapi masih berkeyakinan akan wajibnya.

Para ulama menghukumi agar diperangi sampai mereka mau membayar zakat sebagaimana kisahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu dalam memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. (HR. Jama'ah dari Abu Hurairah). Juga haditsnya Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia supaya mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka menegakkan sholat dan menunaikan zakat, maka kalau mereka telah mengerjakannya terjagalah dari darah dan harta mereka kecuali haknya Islam dan hisab mereka di sisi Allah." (HR. Bukhari & Muslim)

3. Tidak mau membayar zakat dengan mengingkari akan wajibnya.

Berkata Ibnu Qudamah: "Barang siapa yang mengingkari karena jahil (tidak tahu) atau dia termasuk orang yang tidak tahu karena baru masuk Islam atau dia tinggal di daerah terpencil yang jauh dari daerah yang mengetahui akan wajibnya maka tidak dikafirkan. Adapun kalau dia seorang muslim yang tinggal di negeri Islam di tengah-tengah ahli ilmu maka hukumnya murtad." (al-Mughni 4:6-7)

Zakat Maal

Zakat maal (harta) adalah untuk mensucikan harta dari hal-hal yang haram (harta haram) dan menjaga harta dari haknya orang-orang fakir dan yang lainnya. 

Firman Allah Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk kemudian kamu nafkahkan dari padanya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha terpuji." (Al-Baqarah : 267)

Syarat-syarat yang Wajib Mengeluarkan Zakat

1. Muslim. Karena zakat merupakan salah satu rukun Islam maka tidak diwajibkan kepada orang kafir.

Firman Allah Ta'ala: "Dan kami hadapi segala amal yang mereka (orang-orang kafir) kerjakan lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqon : 23)

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Muadz radhiyallahu 'anhu sewaktu mengutusnya ke negeri Yaman: "Beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shodaqoh dari "harta mereka" yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka." (HR. Bukhari, Kitab Zakat 3:261 no. 1395 dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu)

2. Merdeka. Zakat tidak diwajibkan kepada budak dan hamba sahaya karena hartanya adalah milik tuannya maka tuannyalah yang menzakatinya.

3. Dewasa (baligh). Zakat hanya diwajibkan kepada orang dewasa tidak kepada anak-anak yang belum baligh. Akan tetapi jika anak-anak itu memiliki harta yang sudah sampai nishob dan satu tahun maka walinya atau orang yang mengurusinya wajib untuk mengeluarkan zakat dengan niat untuk mereka. Hal ini karena keumuman hadits Muadz di atas (lihat Risalah Zakat oleh Syaikh bin Baz hal 13-14).

4. Berakal. Orang yang tidak berakal kedudukannya sama dengan anak-anak, maka walinya yang dibebani untuk membayar zakat (lihat Risalah Zakat oleh Syaikh bin Baz hal 13-14).

Syarat-syarat Harta yang Wajib Dizakati

1. Milik Penuh (al-Milhuttaan)
Yaitu harta tersebut berada dalam pengawasan dan kekuasaan secara khusus dimana pemiliknya berkuasa untuk mengusahakan dan mengambil manfaat daripadanya. Oleh karenanya tidak diwajibkan atas zakat yang diwaqafkan ke pihak masyarakat umum, harta yang dicuri, harta yang dirampas sampai bisa kembali ke tangannya, harta yang dibelinya tapi belum mampu mengambilnya dari penjual, juga harta mukatabah yakni harta budak yang mau membeli dirinya karena seorang Mukatab mampu untuk mengurusi dirinya (lihat majalah Buhuts hal. 13).

Maka barang siapa yang memiliki harta dalam kepemilikan penuh maka wajib atasnya zakat. Kepemilikan itu bisa berupa hasil usahanya, sewaan, pemberian negara, pinjaman atau waqaf untuk dirinya. (Fatawa 25:52)

Harta yang ada dalam kekuasaan seseorang dan tidak diketahui pemiliknya secara tertentu maka hukumnya adalah seperti milik penuh yang wajib dizakati. Seperti harta yang ada di tangan para perampas. (Fatawa 30:325)

2. Harta yang tercampur (Khulatha
Kalau harta milik masing-masing bisa dibedakan maka membayar zakat secara masing-masing, akan tetapi kalau tidak bisa dibedakan maka membayar zakatnya secara bersama-sama. (Fatawa 25:38)

3. Harta Gabungan (Syurokaa')
Maka zakatnya adalah wajib bagi yang bagiannya sudah sampai nishob. Seperti dalam muzaro'ah misalkan, maka yang punya tanah wajib membayar zakat dari bagian hasil tanamannya sebagaimana yang mengerjakannyapun wajib membayar zakat dari bagiannya. (Fatawa 25:23; 30:149)

4. Cukup Nishob
Nishob artinya: harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan syari'at. Maka harta yang belum mencapai jumlah tertentu tersebut terbebas dari kewajiban membayar zakat. Dan As-Sunnah telah menjelaskan dan merinci batas nishob dari macam harta yang ada.

Kalau memiliki berbagai macam harta yang terkumpul dalam satu jenis dan masing-masing dari macam-macam harta itu belum sampai nishob maka untuk menyempurnakan nishobnya adalah dengan menggabungkan macam-macam harta yang satu jenis tersebut. Misalkan Wamh dengan sya'ir (jenis gandum), kerbau dengan sapi, kambing kacang dengan biri-biri, dinar dengan dirham, mata uang dengan harta perniagaan. (Fatawa 25:13,15,24)

Tidak disyaratkan sampainya nishob di satu negeri saja, bahkan kalau nishobnya ada di berbagai negeri maka wajib dizakati. Kalau hilangnya nishob sebelum mengeluarkan zakat bukan karena keteledoran pemiliknya maka tidak wajib membayar zakat.

Untuk menyempurnakan nishob harta syuroka' (harta gabungan) tidak boleh digabung bahkan wajib membayar zakat atas masing-masing yang berserikat kalau bagiannya sudah sampai nishob kalau bagiannya belum sampai nishob maka tidak wajib zakat. (Fatawa : 23).

5. Berkembang (namaa'
Zakat hanya diwajibkan pada harta yang berkembang yakni bisa bertambah dengan diusahakan. Dan harta yang berkembang ini dibagi menjadi dua macam: 

1. Yang berkembang dengan sendirinya seperti binatang ternak dan tanaman

2. Yang berkembang dengan berubah dzatnya dan diusahakan seperti mata uang yang berkembang dengan diniagakan dan yang semisalnya. (Fatawa 25:8).


Syaikh Abdullah Al-Bassam berkata: "Al-Wazir berkata: "Telah ijma' para ulama bahwa tidak ada zakat pada rumah yang ditempati, pakaian yang digunakan, perabot rumah tangga, hamba sahaya, senjata yang biasa digunakan, berdasarkan hadits yang terdapat falam shahihain: "Tidak wajib atas seorang muslim mengeluarkan zakat atas hamba dan kudanya". Saya katakan: "Ini adalah contoh batasan zakat yakni harta itu tidak wajib dikeluarkan zakatnya kecuali yang dipersiapkan untuk berkembang, adapun yang tetap yang tidak mungkin berkembang karena hanya untuk digunakan pemiliknya tidaklah wajib zakat" (Taudihul ahkam:3/28)

6. Berlaku satu tahun (haul)
Disyaratkan berlakunya satu tahun sudah mencapai nishob jika harta berupa mata uang atau binatang ternak, dalam artian semua harta dihitung hasilnya kecuali apa yang keluar dari bumi. Berdasarkan haditsnya Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang memanfaatkan harta maka tidak ada zakat baginya sampai genap satu tahun pada pemiliknya." (HR. Tirmidzi, Kitab zakat 3:26 no. 631)

Adapun yang keluar dari bumi seperti biji-bijian, buah-buahan maka zakatnya ketika panen dan tidak disyari'atkan menunggu haul (satu tahun).

Firman Allah Ta'ala: "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya dengan membayar zakatnya." (Al An'aam : 14)

Maka barang siapa memiliki emas yang sudah sampai nishob dan telah berlalu selama satu tahun maka wajib zakat. Jika memiliki harta yang belum sampai nishob kemudian memiliki yang bisa menyempurnakan nishob maka haulnya dimulai dari memiliki harta yang menyempurnakan nishob. Jika sampai nishob kemudian beruntung maka keuntungannya itu dihitung dengan modal dasarnya, tidak perlu dengan haul yang baru. Jika modal dasarnya tidak sampai nishob kemudian ketika genap satu tahun (haul) mencapai nishob dengan keuntungannya maka menurut pendapatnya Imam Malik wajib untuk dizakati.

Perlu diketahui bahwa haul (satu tahun) disini adalah tahun qamariyah (hijriyah) sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi.

Masalah: Boleh membayar zakat sebelum waktunya, kalau ada sebabnya.

Misalkan memiliki nishob dan membayar zakat sebelum berlalu satu tahun, membayar zakat tanaman setelah tumbuh sebelum bijinya siap dipanen dan zakat buah-buahan setelah tampak buahnya sebelum masak. Jika ragu-ragu apakah sudah berlalu satu tahun (haul) atau belum, maka boleh membayar zakat dan boleh menunggu sampai benar-benar yakin kalau sudah sampai hasil. (Fatawa 25 : 100).

Masalah ini (bolehnya menyegerakan pengeluaran zakat) bedasarkan satu riwayat: Dari Ali radiyallahu'anhu bahwasanya Abbas bin Abdul Muthalib minta ijin untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum datang haul maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberinya keringanan untuk melakukannya" (HR Tirmidzi dan Hakim dan dihasankan oleh syaikh Albani).

Jika mengganti nishab satu jenis harta dengan harta yang lain ditengah-tengah hitungan haul, maka tidak memutus (memotong) hitungan haul tersebut, menurut salah satu pendapat ulama. Contohnya kalau membeli dengan mata uang senishab dengan senishab dari binatang ternak, sementara nishab yang pertama (mata uang) belum genap hasilnya, maka hitungan haul binatang ternak didasarkan pada haul mata uang. (Fatawa 25 : 39)

Masalah: Apakah zakat maal hanya diberikan di bulan ramadhan saja atau apakah telah ditetapkan waktunya, karena kebanyakan orang kebiasaannya mengeluarkan zakat maal dibulan ramadhan

Syaikh Muqbil menyatakan ketika menjawab masalah yang hampir sama dengan ini (Ijabatus Sail:121): Allah Ta'ala berfirman: "Keluarkanlah haqnya (zakatnya) ketika hari panen" (QS al-An'am : 141). Ketika tanaman di panen maka wajib ketika itu mengeluarkan zakatnya. Demikian juga emas dan perak yang telah sampai haulnya, jika haulnya bertepatan dengan bulan Ramadhan disalurkan ketika itu tapi jika datangnya haul tidak bulan Ramadhan dikeluarkan ketika itu juga (jangan menunggu bulan Ramadhan-pent). Telah diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu hari pernah terburu-buru masuk kerumahnya ketika selesai shalat ketika keluar beliau melihat para shahabatnya sedang terheran-heran maka beliau bersabda: "Aku meninggalkan sepotong emas dirumah" . . .

Seyogyanya bagi seorang muslim bersegera menunaikan zakatnya karena mungkin saja datang kepadanya kematian, atau akan tergambarkan berniat jelek, atau tertimpa kebangkrutan, Demikianlah, maka harus lah ia bersegera mengeluarkan zakat secepat-cepatnya karena mungki orang fakir sedang membutuhkannya maka (kita tegaskan kembali -pent) waktu mengeluarkan zakat adalah ketika sudah datang haul atau waktu panen.

Seyogyanya juga memilih orang yang dianggap bisa bermanfaat bagi Islam dan muslimin seperti para penuntut ilmu syar'i. Ada seorang yang baik mencari-cari para penuntut ilmu syar'i, mereka memang membutuhkan. Maka hendaklah cari para penuntut ilmu syar'i. Aku kenal beberapa orang yang telah selesai dari belajar mereka dan Insya Allah pahalanya besar tidak akan terputus dan tidak akan disia-siakan Allah.
Hendaknya mencari para penuntut ilmu syar'i dan mendorong mereka untuk tenang dalam menuntut ilmu.

Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat

Mustahiq zakat ada delapan golongan, Allah membatasinya dalam ayat: "Sesungguhnya zakat itu bagi orang-orang fakir miskin dan mengurusinya serta orang yang sedang ditundukkan hatinya, budak-budak orang yang punya hutang dan yang yang berjuang dijalan Allah serta ibnu sabil kewajiban dari Allah dan Allah Maha Tahu dan Bijaksana." (QS. at-Taubah : 60)

Adapun rincian mereka ini adalah sebagai berikut:

1. Fakir, dan
2. Miskin
Mereka adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu yang mencukupi mereka. Ukuran orang itu cukup adalah ukuran yang lebih dari kebutuhan pokoknya bersama istri dan anaknya berupa makan, minum, pakaian, tempat tidur dan perkara primer lainnya.

Barang siapa yang tidak bisa mencukupi ukuran ini maka ia adalah faqir, dalam hadits Muadz: "(Zakat) diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang faqir", hadits ini menerangkan yang diambil zakatnya adalah orang kaya yakni yang memiliki harta sampai nishab zakat, adapun orang yang diberi adalah orang faqir yaitu yang tidak memiliki harta semisal orang kaya.

Tidak ada perbedaan antara faqir dan miskin dalam masalah kebutuhan dan kemiskinan serta dari sisi berhak menerima zakat.

Kadar harta yang disalurkan kepada faqir dan miskin. Diantara tujuan disyariatkannya zakat adalah mencukupi orang faqir dan memenuhi kebutuhannya, maka keduanya diberi harta zakat (shadaqah) sekadar mengeluarkan dia dari kefaqiran menjadi cukup.

3. Amil zakat (pengurus zakat)
Mereka adalah yang diangkat oleh imam atau naibnya, untuk mengumpullkan zakat dari orang-orang kaya, mereka pengambil zakat dan termasuk ini juga para penjaganya. Mereka wajib orang Islam dan bukan yang diharamkan menerima shadaqah dari keluarga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yakni Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.

Dari Abu Said Alkhudri radihiallahu'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal shadaqah itu bagi orang kaya kecuali orang kaya yang menjadi amil zakat, atau membelinya dari orang miskin, atau ikut berperang dijalan Allah atau diberi hadiah oleh seorang miskin yang mendapat bagian shadaqah"

4. Orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya (Muallaf)
Mereka adalah orang-orang yang diinginkan tunduk hatinya menerima Islam atau memantapkan hatinya di atas Islam karena lemahnya iman dia atau mencegah kerusakannya terhadap muslimin dan mengharapkan bantuan darinya membela muslimin.
Mualaf itu ada dua golongan: dari kalangan muslimin dan kafir.

Mualaf dari kalangan muslimin ada empat macam:
  1. Tokoh-tokoh muslimin, seperti perbuatan Abu Bakar ra. yang memberi bagian kepada Adhi bin Hatim serta Zibarqon bin Badar padahal keduanya adalah bagus keislamannya. Hal itu karena keduanya adalah pemimpin dikaumnya masing-masing.
  2. Pemimpin-pemimpin yang lemah imannya dari kalangan muslimin, yang ditaati kaumnya diberi bagian dengan harapan semakin kokoh keislaman dan keimanannya serta membantu dalam jihad seperti orang-orang yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beri bagian ketika pembagian ghanimah perang hawazin. Mereka adalah orang-orang yang bebas dari penduduk mekah dan masuk Islam diantara mereka ada munafiq, yang lemah imannya setelah pembagian ghanimah itu sebagian besar mereka mantap dan bagus keislamannya.
  3. Kaum muslimin yang tinggal diperbatasan daerah muslimin dengan daerah musuh diharapkan pembelaan mereka.
  4. Orang-orang yang diperbantukan pemerintah untuk mengambil zakat dengan paksa dari orang yang tidak mau mengeluarkannya
Adapun muallaf dari kalangan kafir adalah orang yang diharapkan keimanannya, seperti Shafwan bin Umayah yang diberi keimanan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan membiarkannya selama empat bulan untuk melihat urusannya supaya ia memilih untuk dirinya. Ia pernah hadir dan ikut perang Hunain sebelum Islamnya dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meminjam pedangnya ketika menuju perang Hunain, Nabi memberinya seratus onta yang gemuk yang ada di lembah, beliau berkata: "Ini adalah pemberian orang yang tidak takut faqir'.' Dia berkata: "Demi Allah dia Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberiku, sungguh ia dahulu adalah orang yang paling aku benci hingga terus menerus ia memberiku sampai menjadi orang yang paling aku cintai.''

5. Budak (Hamba sahaya)
Mencakup juga mukatib (yang mempunyai perjanjian damai dengan tuannya setelah membayar dirinya), mukatib ditolong untuk membebaskan dirinya dengan uang zakat (shadaqah).

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tiga golongan haq atas Allah untuk menolongnya: mujahid yang berperang di jalan Allah, mukatib yang ingin menunaikan perjanjiannya, orang yang menikah mengharapkan menjaga kehormatannya."

6. Gharimun
Yaitu mereka yang menanggung hutang dan tidak mampu membayarnya.

7. Orang yang berjihad dijalan Allah
Jumhur ulama menyatakan maksudnya adalah orang-orang yang sedang berjihad, mereka yakni para mujahidin mendapatkan bagian zakat, kaya ataupun miskin. Dalam satu riwayat: "Zakat tidak halal bagi orang yang kaya kecuali orang kaya yang ikut berjihad dijalan Allah.''

Keutamaan-keutamaan berinfak di jalan Allah

Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 

"Barang siapa yang berinfaq di jalan Allah akan dicatat baginya tujuh ratus lipat"

"Barang siapa yang membantu persiapan oarang yang berjihad maka ia telah berjihad, barang siapa yang mengurusi keuarga muahidin dengan baik maka ia telah berjihad"

"Shadaqah yang paling afdhal adalah memberi naungan bagi yang sedang berjihad, memberi pembantu untuk membantu mujahidin serta meminjamkan onta pejantan"


8. Ibnu Sabil
Para ulama telah sepakat bahwa seorang yang terputus perjalanan dari ngerinya diberi bagian shadaqah (zakat), untuk membantu mewujudkan tujuannya. Para ulama mensyaratkan safarnya adalah untuk untuk ketaatan bukan untuk maksiat.

Masalah : Bolehkah memberikan zakat kepada satu golongan mustahik saja?
Berkata pengarang Raudun Nadiyah: "Adapun memberikan (menyalurkan) zakat kepada satu gongan mustahiq saja merupakan masalah yang paling pantas untuk dibahas."

"Kesimpulannya: Bahwasanya Allah Subhanahu waTa'ala telah mentapkan zakat itu khusus untuk delapan golongan, tidak boleh diberikan kepada selain mereka. Pengkhususan bagi mereka itu tidak mengharuskan untuk membagi hasil zakat kepada semua golongan mustahiq sama rata…"

Beliau menyatakan juga: "....kalau seseorang wajib bayar zakat dan ia mengeluarkannya untuk semua golongan mustahiq maka ia telah menjalankan perintah Allah.''

Orang-orang yang Diharamkan Menerima Zakat

Setelah kita ketahui mustahiq (penerima zakat/shadaqah) yang telah ditetapkan Allah, sekarang akan kita sebutkan orang-orang yang tidak boleh menerima zakat dan tidak boleh menerimanya, mereka adalah:

1. Orang-orang kafir dan mulhid.
Dalam hadits Muadz: "(Zakat) itu diambil dari orang kaya mereka dan di bagikan kepada orang miskinnya" yakni: diambil dari orang kaya muslimin dan diberikan kepada orang faqir yang muslim.

Ibnul Mundzir berkata: "Telah ijma' ahlul ilmu yang kami hafal ilmunya bahwa seorang kafir dzimmi tidak diberi zakat maal sedikitpun."

2. Bani Hasyim
Yang dimaksud disini adalah keluarga Ali bin Abi Thalib, keluarga 'Aqil, keluarga Ja'far, keluarga Abbas serta keluarga Harits. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya shadaqah itu tidak pantas untuk keluarga Muhammad, karena itu adalah kotoran harta manusia."
Hasan (cucu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) radiallahu 'anhu mengambil korma shadaqah, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Kuh, kuh (supaya Hasan membuangnya), Tidakkah kau tahu bahwa kita tidak memakan shadaqah." (Muttafaq alaih)

3. Bapak dan anak-anak sendiri
Telah sepakat fuqaha bahwasanya tiddak boleh memberikan zakat kepada bapak, kakek, ibu, nenek, anak, cucu, karena orang yang berzakat itu memang wajib menafkahi bapaknya, anaknya, kalaupun mereka faqir mereka tetap kaya karena anaknya, bapaknya atau cucunya kaya. Maka jika zakat disalurkan kepada mereka berarti telah mengambil manfaat sendiri dan tidak mengeluarkan zakat.

4. Istri
Para ulama telah ijma' bahwa seseorang tidak boleh memberikan zakat kepada istrinya, hal ini dikarenakan dia wajib menafkahi istrinya, sehingga tidak butuh lagi zakat, seperti dua orang tua, kecuali kalau dia terlilit hutang maka diberi dari bagian gharimin untuk melunasi utangnya. by.freewebs

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution