Janji Kita Adalah Hutang
JANJI bagaikan hutang. Begitu sebagian besar orang
mengatakannya. Dan memang benar adanya, karena janji adalah akad,
sebagaimana artinya berupa ikatan yang selalu bersifat mengikat antara
kedua belah pihak, baik yang mengucap janji maupun yang menerima janji.
Hukum berjanji adalah mubah, sementara hukum menepati janji adalah
wajib, sehingga melanggar janji berarti suatu keharaman. Allah
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS: Al-Ma’idah: 1)
Ibnu ‘Abbas, mujahid dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Yang dimaksud dengan akad adalah perjanjian.”
Ibnu Jarir pun menceritakan adanya ijma’ tentang hal itu. Ia
mengatakan, ”Perjanjian-perjanjian adalah apa yang mereka sepakati,
berupa sumpah atau yang lainnya.”
Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas, “Yang dimaksud
dengan perjanjian tersebut adalah segala yang dihalalkan dan diharamkan
Allah, yang difardhukan, dan apa yang ditetapkan Allah di dalam
Al-Qur’an secara keseluruhan, maka kalian jangan mengkhianati dan
melanggarnya.”
Selanjutnya menurut Ibnu ‘Abbas tentang menepati janji berdasarkan
surat Al-Ma’idah ayat 1 adalah sebagai berikut, “Hal itu menunjukkan
keharusan berpegang dan menepati janji, dan hal itu menuntut
dihilangkannya hak pilih dalam jual beli.”
Dari sini, melanggar janji adalah haram. Sebagaimana Allah berfirman:
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ
الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ
كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya,
sedang kamu sudah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap
sumpah-sumpah itu).” (QS: An-Nahl: 91)
Contoh janji yang ada dalam kehidupan sehari-hari adalah:
1. Besok kita ketemu di depan gerbang kampus pukul 10.00 WIB ya?
2. “Adek besok kalau gak nakal saya belikan coklat”
3. Akad dalam pernikahan dan jual beli
4. Akad dalam sebuah acara: rapat, agenda dakwah, dan belajar bersama
(misal ditentukan pukul 09.00 berarti harus datang sesuai dengan
kesepakatan. Kecuali memang ada udzur syar’i)
5. Akad dalam sebuah instansi tempat bekerja (misal harus berpakaian
rapi, tidak boleh telat, dan tidak diperbolehkan ijin kecuali dalam
kondisi mendesak)
6. Akad dalam syahadat dll.
Janji boleh tidak ditepati jika dalam kondisi berikut ini:
Pertama, janji tersebut termasuk janji yang tidak
diperbolehkan syariat Islam, misal janji untuk membolos, janji untuk
bekerja sama dalam mengerjakan soal ujian sekolah, transaksi-transaksi
haram, dll. Hal ini berdasarkan kaidah syara’ : “Setiap sesuatu yang
mengantarkan kepada yang haram, maka hukumnya haram.”
Kedua, terdapat hal yang lebih baik dibandingkan dengan
sumpah atau janji yang dibuatnya. Dalam hal ini berarti janji yan
dibuatnya berupa janji untuk melakukan suatu hal yang sifatnya mubah
atau sunnah, kemudian dalam satu waktu ada kewajiban yang harus
ditunaikan. Membatalkan janji yang seperti ini diperbolehkan oleh syara’.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Demi Allah,
sesungguhnya insyaallah, aku tidak akan bersumpah atas suatu sumpah,
lalu aku melihat yang lainnya lebih baik darinya melainkan aku akan
memilih yang lebih baik dan aku membayar kaffaratnya – dalam sebuah riwayat disebutkan – dan aku membayar kaffarat atas sumpahku itu”
Ketiga, sakit, pingsan, dan dalam kondisi yang tubuh tidak mampu untuk menunaikan janji.
Keempat, mendadak hilang akal.
Kelima, cuaca ekstrim, hujan lebat, hujan badai, panas menyengat hingga membuat sakit kepala, hujan salju.
Keenam, ada kerabat yang meninggal, menjaga saudara/orang tua/istri yang sakit mendadak, dan hal semisal.
Jika tidak dalam kondisi di atas, maka membatalkan kesepakatan
ataupun janji adalah hal tidak diperbolehkan. Karena membatalakan
ataupun melanggarnya bisa melukai hati orang lain hingga bisa mendzalimi
orang lain.
وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“… dan Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim.” (QS. Ali Imran: 57).
Dari penjelasan di atas, maka tidak diperkenan bagi kita untuk
seenaknya melanggar janji yang sudah kita ucapkan. Meremehkannya sama
halnya meremehkan hukum syara’, bahkan sama halnya meremehkan
kewajiban itu sendiri. Allah pun menyebut orang-orang yang tidak menjaga
amanah dan tidak menepati janji memiliki tanda-tanda orang munafik.
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga keadaan. Jika ia berkata
ia berdusta, jika ia berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah
(kepercayaan) ia mengkhianatinya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Oleh karena itu, hati-hati dengan janji yang terucap, sumpah yang
terlafadz, dan akad muamalah lainnya yang sudah ditetapkan. Karena bisa
jadi dari sumpah-sumpah yang kita ucapkan dan tidak kita tunaikan
tersebut kita tuai dosa besar.
Berhati-hatilah dengan janji yang terucap. Karena bisa jadi dari
sumpah-sumpah yang kita ucapkan dan tidak kita tunaikan tersebut kita
tuai dosa besar.
Wallahu ‘alam bi ash shawwab.
Allah memberitahukan
kita bahawa dalam setiap peristiwa yang Dia ciptakan terdapat kebaikan
di dalamnya. Ini merupakan rahasia lain yang menjadikan mudah bagi
orang-orang yang beriman untuk bertawakal kepada Allah. Allah
menyatakan, bahkan dalam peristiwa-peristiwa yang tampaknya tidak
menyenangkan terdapat kebaikan di dalamnya:
“Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.” (Q.s. an-Nisa': 19).
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 216).
Dengan memahami rahasia ini, orang-orang yang beriman menjumpai kebaikan
dan keindahan dalam setiap peristiwa. Peristiwaperistiwa yang sulit
tidak membuat mereka merasa gentar dan khuwatir. Mereka tetap tenang
ketika menghadapi penderitaan yang ringan mahupun berat. Orang-orang
Muslim yang ikhlas bahkan melihat kebaikan dan hikmah Ilahi ketika
mereka kehilangan seluruh harta benda mereka. Mereka tetap bersyukur
kepada Allah yang telah mengkurniakan kehidupan. Mereka yakin bahawa
dengan kehilangan harta tersebut Allah sedang melindungi mereka dari
perbuatan maksiat atau agar hatinya tidak terpaut dengan harta benda.
Untuk itu, mereka bersyukur dengan sedalam-dalamnya kepada Allah Kerana
kerugian di dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kerugian di
akhirat. Kerugian di akhirat ertinya azab yang kekal abadi dan sangat
pedih. Orang-orang yang tetap sibuk mengingat akhirat melihat setiap
peristiwa sebagai kebaikan dan keindahan untuk menuju kehidupan akhirat.
Orang-orang yang bersabar dengan penderitaan yang dialaminya akan
menyadari bahawa dirinya sangat lemah di hadapan Allah, dan akan
menyadari betapa mereka sangat memerlukan Dia. Mereka akan berpaling
kepada Allah dengan lebih berendah diri dalam doa-doa mereka, dan dzikir
mereka akan semakin mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Tentu saja hal
ini sangat bermanfaat bagi kehidupan akhirat seseorang. Dengan
bertawakal sepenuhnya kepada Allah dan dengan menunjukkan kesabaran,
mereka akan memperoleh ridha Allah dan akan memperoleh pahala berupa
kebahagiaan abadi.
Manusia harus mencari kebaikan dan keindahan tidak saja dalam
penderitaan, tetapi juga dalam peristiwa sehari-hari. Misalnya, masakan
yang dimasak dengan susah payah ternyata hangus, dengan kehendak Allah,
mungkin akan bermanfaat menjauhkan dari madharat kelak di kemudian hari.
Seseorang mungkin tidak diterima dalam ujian masuk perguruan tinggi
untuk menggapai harapannya pada masa depan. Bagaimanapun, hendaknya ia
mengetahui bahawa terdapat kebaikan dalam kegagalannya ini. Demikian
pula hendaknya ia dapat berfikir bahawa barangkali Allah menghendaki
dirinya agar terhindar dari situasi yang sulit, sehingga ia tetap merasa
senang dengan kejadian itu. Dengan berfikir bahawa Allah telah
menempatkan berbagai rahmat dalam setiap peristiwa, baik yang terlihat
mahupun yang tidak, orang-orang yang beriman melihat keindahan dalam
bertawakal mengharapkan bimbingan Allah. Seseorang mungkin tidak selalu
melihat kebaikan dan hikmah Ilahi di balik setiap peristiwa. Sekalipun
demikian ia mengetahui dengan pasti bahawa terdapat kebaikan dalam
setiap peristiwa. Ia memanjatkan doa kepada Allah agar ditunjukkan
kepadanya kebaikan dan hikmah Ilahi di balik segala sesuatu yang
terjadi.
Orang-orang yang menyadari bahawa segala sesuatu yang diciptakan Allah
memiliki tujuan tidak pernah mengucapkan kata-kata, "Seandainya saya
tidak melakukan…" atau "Seandainya saya tidak berkata …," dan
sebagainya. Kesalahan, kekurangan, atau peristiwa-peristiwa yang
kelihatannya tidak menguntungkan, pada hakikatnya di dalamnya terdapat
rahmat dan masing-masing merupakan ujian. Allah memberikan pelajaran
penting dan mengingatkan manusia tentang tujuan penciptaan pada setiap
orang. Bagi orang-orang yang dapat melihat dengan hati nuraninya, tidak
ada kesalahan atau penderitaan, yang ada adalah pelajaran, peringatan,
dan hikmah dari Allah. Misalnya, seorang Muslim yang tokonya terbakar
akan melakukan mawas diri, bahkan keimanannya menjadi lebih ikhlas dan
lebih lurus, ia menganggap peristiwa itu sebagai peringatan dari Allah
agar tidak terlalu sibuk dan terpikat dengan harta dunia.
Hasilnya, apa pun yang dihadapinya dalam kehidupannya, penderitaan itu
pada akhirnya akan berakhir sama sekali. Seseorang yang mengenang
penderitaannya akan merasa takjub bahawa penderitaan itu tidak lebih
dari sekadar kenangan dalam fikiran, bagaikan orang yang mengingat
kembali adegan dalam filem. Oleh Kerana itu, akan datang suatu saat
ketika pengalaman yang sangat pedih akan tinggal menjadi kenangan,
bagaikan bayangan adegan dalam filem. Hanya ada satu yang masih ada:
bagaimanakah sikap seseorang ketika menghadapi kesulitan, dan apakah
Allah ridha kepadanya atau tidak. Seseorang tidak akan dimintai tanggung
jawab atas apa yang telah ia alami, tetapi yang dimintai tanggung jawab
adalah sikapnya, fikirannya, dan keikhlasannya terhadap apa yang ia
alami. Dengan demikian, berusaha untuk melihat kebaikan dan hikmah Ilahi
terhadap apa yang diciptakan Allah dalam situasi yang dihadapi
seseorang, dan bersikap positif akan mendatangkan kebahagiaan bagi
orang-orang beriman, baik di dunia mahupun di akhirat. Tidak duka cita
dan ketakutan yang menghinggapi orang-orang yang beriman yang memahami
rahasia ini. Demikian pula, tidak ada manusia dan tidak ada peristiwa
yang menjadikan rasa takut atau menderita di dunia ini dan di akhirat
kelak. Allah menjelaskan rahasia ini dalam al-Qur'an sebagai berikut:
“Kami berfirman, 'Turunlah kamu dari surga itu. Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
niscaya tidak ada kekhuwatiran atas mereka, dan mereka tidak bersedih
hati'.” (Q.s. al-Baqarah: 38).
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhuwatiran
terhadap mereka dan mereka tidak bersedih hati. Iaitu orang-orang yang
beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi
kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”
(Q.s. Yunus: 62-4).
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
0 komentar:
Posting Komentar