Bilal bin Rabah, Muadzin Pertama Dalam Islam
Pertama kali yang terbesit di benak penulis ketika hendak mengisahkan tentang muadzin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Bilal bin Rabah radhiallahu ‘anhu,
adalah sejak 15 abad yang lalu Islam telah menyerukan persamaan harkat
dan derajat manusia, apapun ras dan suku bangsanya, apapun warna
kulitnya, dan apapun status sosialnya, yang membedakan mereka hanyalah
ketakwaan kepada Allah.
Sedangkan orang-orang Barat di abad 18 (3 abad yang lalu), masih
berpikir bahwa orang kulit hitam adalah hewan bukan manusia. Mereka
memperlakukan orang-orang kulit hitam dengan kejam, lebih kejam dari
hewan, tidak ada hak bagi orang-orang kulit hitam, membunuh dan menyiksa
mereka bukanlah dosa dan dianggap perbuatan biasa. Bahkan sampai hari
ini, rasisme terhadap orang-orang negroid masih bercokol di benak
sebagian masyarakat Eropa dan Amerika, yang mereka tahu pisanglah
makanan pokok bagi orang-orang kulit berwarna ini. Uniknya, dalam
keadaan mereka yang demikian, mereka mengkritisi Islam tentang
perbudakan dan persamaan harkat dan derajat manusia.
Baiklah, bercerita tentang Bilal bin Rabah, tentu yang pertama kita ingat bahwa beliau radhiallahu ‘anhu adalah seorang muadzin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Suaranya lantang terdengar ketika waktu-waktu shalat datang, sebagai
panggilan bagi orang-orang yang beriman. Dia adalah seorang laki-laki
kulit hitam yang pernah mengalami kejamnya perbudakan lalu mendapatkan
kebebasan serta kedudukan yang tinggi dengan datangnya Islam.
Profil Bilal
Dia adalah Bilal putra dari Rabah dan ibunya bernama Humamah, seorang
laki-laki Habasyah yang lahir 3 tahun –atau kurang dari itu- setelah
tahun gajah, ada juga yang mengatakan 43 tahun sebelum hijrah
sebagaimana termaktub dalam Shuwar min Hayati ash-Shahabah.
Kulit Bilal legam, badannya kurus tinggi dan sedikit bungkuk serta
rambutnya lebat. Ia bukanlah dari kalangan bangsawan, Abu Bakar
membelinya –masih dengan status budak- lalu membebaskannya.
Keislamannya
Bilal termasuk orang yang pertama memeluk Islam. Diriwayatkan, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu
beruzlah di gua, lewatlah Bilal yang sedang menggembala kambing-kambing
milik Abdullah bin Jad’an. Saat Rasulullah melihat Bilal yang sedang
bersama kambing-kambing tersebut beliau berkata, “Wahai penggembala,
apakah engkau memiliki susu?” Bilal menjawab, “Tidak ada, hanya kambing
ini saja. Apabila kalian mau, kusisihkan susunya hari ini untuk kalian.”
Rasulullah berkata, “Bawa kemari kambingmu itu.”
Setelah Bilal mendekat, Rasulullah berdoa dengan membawa sebuah
bejana yang besar, lalu memerah susu kambing dan memenuhi bejana
tersebut. Beliau meminumnya hingga kenyang. Setelah itu memerah kembali
susunya hingga bejana penuh, lalu memberikannya kepada Abu Bakar hingga
Abu Bakar kenyang. Kemudian memerahnya kembali sampai bejana terisi
penuh dan menyerahkannya kepada Bilal. Bilal pun meminumnya hingga
kenyang.
Kemudian Rasulullah bertanya kepada Bilal, “Apakah engkau telah
mengenal Islam? Sesungguhnya aku adalah utusan Allah.” Bilal pun memeluk
Islam berkat dakwah Rasulullah tersebut dan memerintahkan Bilal agar
menyembunyikan keislamannya. Bilal pun pulang dengan kambingnya yang
kantung susunya mengembung penuh. Sepulangnya dari penggembalaan Bilal
menemui pemilik kambing, lalu sang pemilik mengatakan, “Engkau telah
menggembalakannya dengan baik, ambillah kambing itu untukmu.”
Selama beberapa hari kemudian, Bilal tetap menemui Rasulullah untuk
menyajikan susu kambing dan belajar Islam kepada beliau, sampai akhirnya
orang-orang kafir Mekah mengetahui keislamannya. Mereka menyiksa Bilal
dengan siksaan yang berat.
Kedudukan Bilal
Derap langkah Bilal terdengar di surga: Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah berkata,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau radhiyallahu ‘anhu
mengatakan, “Rasulullah bersabda kepada Bilal setelah menunaikan shalat
subuh, ‘Wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang
perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam
Islam! Karena sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di
depanku di surga.’ Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ‘Tidak
ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan
manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan (harapanku terhadap)
perbuatanku yang senantiasa melakukan shalat (sunat) yang mampu aku
lakukan setiap selesai bersuci (wudhu) dengan sempurna di waktu siang
ataupun malam.’ (HR. Muslim).
Orang pertama yang mengumandangkan adzan: Dari Zaid bin Arqam berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Iya, orang itu adalah Bilal, pemuka para muadzin dan tidaklah
mengikutinya kecuali para muadzin. Para muadzin adalah orang-orang yang
panjang lehernya di hari kiamat.”
Orang pertama yang menampakkan keislaman:
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu
berkata, “Ada tujuh orang yang pertama-tama menampakkan keislamannya:
(1) Rasulullah,
(2) Abu Bakar
(3) Ammar dan,
(4) ibunya Sumayyah,
(5)
Shuhaib,
(6) Bilal,
(7) Miqdad.
Rasulullah dilindungi oleh pamannya dan
Abu Bakar dilindungi oleh kaumnya. Adapun selain keduanya disiksa oleh
orang-orang musyrik Quraisy, mereka dipakaikan pakaian dari besi lalu
dijemur di terik matahari. Mereka semua yang disiksa akhirnya menuruti
apa yang diinginkan kafir Quraisy (mengucapkan kalimat kufur walaupun
keimanan tetap berada di hati mereka) kecuali Bilal, ia menundukkan
dirinya di jalan Allah…”
Wafatnya Bial
Ketika ajal telah dekat, Bilal memanggil istrinya dan berkata,
“Alangkah gembiranya aku, besok aku akan berjumpa dengan kekasihku,
Rasulullah dan sahabatnya.” Bilal wafat di Damaskus pada tahun 20 H. Saat itu ia berusia 60 sekian tahun. Semoga Allah merahmati dan meridhaimu wahai muadzin Rasulullah..
0 komentar:
Posting Komentar